Rabu, 22 Mei 2013

pedang kayu harum [ 9 ]

san-pai!" Ucapan ini dikeluarkan dengan halus dan lunak, namun mengandung kekerasan
melebihi baja.

Coa Kiu dan Coa Bu mengeluarkan seruan keras, pedang mereka berkelebat dan tahu-tahu
telah menjadi satu gulungan sinar tebal dan panjang, mengeluarkan suara bercuitan dan
bayangan tubuh mereka lenyap tergulung sinar pedang yang menjadi satu. Tiba-tiba dengan
suara mencicit nyaring, gulungan sinar pedang ini melayang ke arah sebatang pohon pecah
menjadi dua dan bagaikan mata gunting dua gulungan sinar ini menggunting batang pohon.
Tidak terdengar sesuatu dan tidak terjadi sesuatu, namun begitu gulungan sinar pedang itu
melayang kembali ke tempatnya dan sinar pedang berubah dua orang kakek Hoa-san-pai yang
sudah berdiri berdampingan , tiba-tiba saja batang pohon itu tumbang dan tampak bekas
pedang yang halus membuat batang pohon itu seolah-olah baru saja digergaji!

"Ha..ha..ha, kalian inipun bukan lain hanyalah kanak-kanak tukang merusak tanaman!" Sin-
jiu Kiam-ong mentertawakan. Kakek Coa Kiu dan Coa Bu marah sekali.
"Sin-jiu Kiam-ong, beranikah kau mengahadapi pedang kami?"

"Mengapa tidak?"

"Lihat pedang!" Dua orang kakek itu kembali menggerakkan pedang dan seperti tadi, dua
gulungan sinar terang menjadi satu, menjadi gulungan yang amat kuat dan tiba-tiba terdengar
suara mencicit keras ketika sinar pedang itu menyambar ke arah Sin-jiu Kiam-ong. Kakek itu
tertawa, menyambar pedang kayu di depan kakinya, lalu menggerakkan pedang kayu
menusuk ke arah sinar pedang yang menyambarnya seperti kilat itu.

"Cing..cing..trang......!”

Gulungan sinar pedang yang berkelebat itu menjadi kacau gerakannya, berkali-kali mengitari
tubuh Sin-jiu Kiam-ong, berusaha membabat tubuh kakek itu namun selalu terhalang sinar
hijau dari pedang kayu, bahkan kemudian terdengar suara keras dan ....sinar pedang yang
tebal itu tiba-tiba pecah menjadi dua, yang satu terpental ke kanan yang lain ke kiri. Sinar
pedang lenyap dan kedua orang kakek itu sudah berdiri dengan muka pucat. Ujung pedang
mereka somplak sedikit.

Mereka saling pandang, lalu menghela napas panjang. Sebagai dua orang sakti mereka
tidaklah nekat dan cukup maklum bahwa ilmu kepandaian mereka masih jauh di bawah
tingkat kakek sakti itu. Mereka tahu diri, lalu kembali ke tempat tadi, memandang dengan
mata penuh penasaran sambil menyimpan pedang masing-masing.

Sin-jiu Kiam-ong yang sudah menundukkan enam orang lawannya, kini menoleh kepada tiga
orang yang masih belum bergerak, dan belum mengeluarkan kata-kata sampai saat itu hanya
menonton saja. Dia melihat seorang tosu tua yang tidak dikenalnya, dan seperti tadi ketika
menghadapi dua orang hwe-sio Siauw-lim-pai, dia tidak berani memandang rendah. Adapun
yang dua orang lain adalah sepasang suami isteri tua yang dia tahu dahulu pernah dia jumpai,
namun lupa lagi kapan dan dimana. Karena dia menganggap tosu itu lebih penting, maka dia
segera menghadapinya sambil bersila dan berkata.
"Maaf, kalau aku tidak ingat lagi siapa gerangan Toyu ini, akan tetapi karena Toyu sudah
membuang waktu dan datang ke sini, tentu membawa keperluan yang amat penting."

"Siancai...., Sin-jiu Kiam-ong yang sudah tua kiranya masih berwatak seperti orang muda,
segan mengalah dan tidak menyesali dosa-dosa yang dilakukan di waktu mudanya sungguh
patut disayangkan!"

"Ha..ha..ha, Toyu mengeluarkan pernyataan yang amat lucu! Kalau benar dosa sudah
dilakukan, apa gunanya hanya disesali? Lebih baik menyadarinya dan siap menerima
hukumannya karena berdosa atau bukan tergantung kepada penilainya, sedangkan penilainya
sendiri penuh dosa bergelimpang nafsu mementingkan diri pribadi! Eh, Toyu yang baik, aku
seorang yang mengutamakan kejujuran, lebih menjunjung tinggi orang yang melakukan
kesalahan namun berani mengakuinya daripada orang yang pura-pura suci namun di dalam
hatinya amat kotor, tidak sama dengan yang keluar dari mulutnya. Karenanya, aku merasa

0 komentar:

Posting Komentar