Senin, 13 Mei 2013

bukek sian su - 21 v

amat lihai, Han Lojin dan rombongannya cepat mendatangi tempat kekacauan ini. Akhirnya setelah lari ke
sana-sini setiap mendengar ada kekacauan yang dilakukan oleh segerombolan mata-mata musuh, di taman belakang
istana pangeran muda yang berkuasa di Lok-yang, mereka melihat gerombolan pengacau itu dan serta merta
Han-Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee Dan Swat Hong menyerbu dan mencari The Kwat Lin. Akan tetapi, mereka
berhadapan dengan belasan orang pengacau yang dipimpin oleh Kiam-mo Cai-li! Gerombolan itu sedang berusaha
untuk membakar istana pangeran dengan panah-panah api dan para pengawal istana itu sudah malang melintang tewas
oleh mereka. "Dialah Kiam-mo Cai-li, pemiliki istana Rawa Bangkai," kata Han Lojin sambil menuding ke arah
seorang wanita cantik yang pakainnya mewah dan sedang memimpin belasan orang pembantunya itu untuk menghujankan
anak panah ke arah istana. Sebagian dari istana itu mulai terbakar. Mendengar bahwa wanita itu adalah seorang
di antara pembunuh-pembunuh suhengnya, Swat Hong sudah tidak dapat menahan kesabaran hatinya lagi. Dia meloncat
keluar dari tempat sembunyinya dengan pedang di tangan, serta merta menyerang sambil membentak, "Iblis betina
Kiam-mo-cai-li, bersiaplah engkau menebus nyawa Suheng Kwa Sin Liong!!" "Singggggg... syuuuuuutttt.....
aiihhhh.....!" Kiam-mo Cai-li cepat mengelak dengan meloncat ke belakang dan rambutnya yang panjang seperti
hidup saja bergerak menyambar ke arah pergelangan tangan Swat Hong. Namun dara ini cukup cekatan. Melihat sinar
hitam menyambar, dia sudah membalikkan pedangnya membacok sehingga putuslah segumpal rambut, membuat Kiam-mo
Cai-li berteriak kaget dan marah. Ketika dia memandang dan melihat bahwa yang muncul ini adalah gadis teman Sin
Liong, gadis dari Pulau Es seperti yang di ceritakan oleh The Kwat Lin, dia terkejut bukan main. Apalagi
melihat han Lojin, Ouw Sian Kok, dan Liu Bwee yang jelas membayangkan kelihaian. "Panah roboh mereka!"
Tiba-tiba dia berteriak sambil melompat jauh ke belakang untuk memberi kesempatan kepada dua belas orang
pembantunya menyerang empat orang ini. Dua belas orang itu adalah anak buah Kiam-Mo Cai-li dari Rawa Bangkai
yang telah dididik khusus menggunakan anak panah berapi. Ketika mereka mendengar aba-aba ini dan mengenal wajah
Swat Hong sebagai gadis yang pernah menyerbu Rawa Bangkai, cepat mereka membidikan anak panah mereka, dan
tampaklah sinar-sinar berapi menyambar ke pada empat orang itu. "Wir-wir-wir....!!" Mengerikan sekali datangnya
anak-anak panah yang ujungnya bernyala itu, dapat dibayangkan betapa mengerikan kalau anak panah yang bernyala
itu mengenai tubuh! Namun, empat orang itu bukanlah orang-orang sembarangan. Dengan amat mudahnya Han Lojin dan
Ouw Sian Kok mengebutkan ujung baju meruntuhkan semua anak panah yang menyambar ke arah mereka, sedangkan Liu
Bwee dan Swat Hong juga sudah meruntuhkan semua anak panah yang menyambar ke arah mereka dengan pedang sehingga
anak-anak panah itu patah-patah. "Iblis betina !" Swat Hong meloncat maju, pedangnya diputar cepat dan dia
sudah menerjang Kiam-mo Cai-li dengan dahsyat. "Trangggg! Trik-trikkkk!" Pedang payung di tangan Kiam-mo Cai-li
sudah menangkis dan kuku-kuku jarinya yang panjang mengeluarkan suara berjentrik ketika dia mencengkeram ke
arah Swat Hong yang dapat dielakan oleh dara ini. "Kalian hadapi mereka. wanita itu lihai dan berbahaya, aku
harus menjaga Swat Hong," kata han Lojin kepada Ouw Sian Kok dan Liu Bwee. Liu Bwee mengangguk dan hatinya lega
karena dengan bantuan kakek suaminya itu, dia tidak mengkhawatirkan keselamatan puterinya. Maka bersama Ouw
Sian Kok dia lalu mengamuk dan celakalah dua belas orang anak buah Rawa Bangkai itu karena mana mungkin mereka
dapat melawan dua orang lihai dari Pulau Es dan Pulau Neraka ini? Biarpun mereka semua telah menggunakan pedang
dan golok menyerang dan mengeroyok, namun seorang demi seorang roboh dan tidak dapat bangkit kembali. Adapun
pertandingan antara Swat Hong melawan Kiam-mo Cai-li amat seru dan menegangkan. Biarpun pada dasarnya Swat Hong
memiliki ilmu silat tinggi yang lebih murni dan kuat, namun menghadapi seorang datuk kaum sesat seperti Kiam-mo
Cai-li yang amat cerdik dan banyak pengalaman, beberapa kali hampir saja dia terkena cakaran kuku panjang
beracun itu. Tiga macam senjata Kiam-mo Cai-li amat membingungkan Swat Hong. Dengan gerakan pedang yang cepat,
Swat Hong dapat membendung pedang payung dan kuku-kuku jari tangan kiri iblis betina itu, bahkan dia mulai
mendesak dengan permainan pedangnya yang cepat dan mengandung tenaga dingin itu. "Mampuslah!" Swat Hong
membentak dan pedangnya menusuk. "Tranggg...! Brettt...!!" Pedangnya bertemu dengan pedang payung dan berhasil
menembus dan merobek kain payung, akan tetapi pedangnya itu tercepit di antara batang-batang payung sehingga
kedua pedang bertemu dan saling melekat. "Hi-hi-hik, kalulah yang mampus!" Kiam-mo Cai-li berseru, tangan
kirinya bergerak mencengkeram ke arah dada Swat Hong. Kalau sampai kena dicengkeram kuku-kuku beracun itu, dada
Swat Hong tentu akan berbahaya sekali. "Plak!" Swat Hong sudah siap dan tangan kirinya menangkap pergelangan
tangan lawan dari bawah. Kini terjadilah adu tenaga karena kedua tangan mereka sudah tidak bebas lagi. Pada
saat itu, rambut panjang Kiam-mo Cai-li bergerak menyambar ketika dia menggerakan kepalanya sambil tertawa.
Bagaikan ular hidup saja, gumpalan rambut itu menyambar dengan totokan maut! Swat Hong terkejut bukan main,
namun hatinya menjadi lega kembali melihat berkelebatnya bayangan kakek buyutnya. "plakkkk!!!" Rambut itu
disambar oleh tangan Han Lojin. "Aihhh.... lepaskan....!" Kiammo Cai-li menjerit karena betapapun dia berusaha
menarik rambutnya, tetap saja tidak dapat terlepas bahkan semakin erat. "Swat Hong, lepaskan dia, mundurlah!"
Han Lojin berseru. Swat Hong tidak berani membantah, lalu melepaskan pegangan tangannya dan menarik pedangnya
melompat mundur. "Kiam-mo Cai-li, aku hanya ingin bertanya kepadamu!" Han Lojin berkata, suaranya halus.
Melihat kakek ini yang dia tahu amat lihai, Kiam-mo Cai-li yang cerdik lalu menjatuhkan diri berlutut di depan
kakek itu, menunduk dan berkata, "Locianpwe, maafkan saya, saya tidak berani melawan Locianpwe yang sakti.
Pertanyaan apakah yang hendak Locianpwe (Kakek Gagah Perkasa) ajukan kepada saya?" Melihat sikap Kiam-mo Cai-li
yang begitu ketakutan, Swat Hong mengerutkan alisnya, akan tetapi Han Lojin mengelus jenggotnya. "Hemmm, semua
orang pernah melakukan penyelewengan dalam hidupnya. Penyesalan yang disertai kesadaran tinggi mendatangkan
pengertian sehingga si penyeleweng akan merasa jijik untuk melanjukan penyelewengannya. Kiam-mo Cai-li, sayang
kalau kepandaian seperti yang kaumiliki itu dipergunakan untuk kejahatan. Aku hendak bertanya, di mana adanya
The Kwat Lin?" "The Kwat Lin? Ohh, dia berada di...... neraka bersamamu!" Tiba-tiba wanita itu dari bawah
menyerang dengan payung dan kuku beracunnya. "Cepppp.... bresss....!" "Keparat....." Swat Hong menjerit dan
pedangnya bergerak secepat kilat sebelum Kiam-mo Cai-li sempat mencabut kembali pedangnya dari dada kakek itu.
"Prepppp....! Aihhhh....!!" Darah muncrat-muncrat dari lambung Kiam-mo Cai-li dan dada han Lojin. Kakek itu
masih berdiri tegak sambil tersenyum ketika pedang dicabut keluar dadanya. Kiam-mo Cai-li mengeluarkan teriakan
seperti binatang buas ketika dia menubruk Swat Hong dan menyerangnya. namun Swat Hong sudah mengelak dan dari
samping kembali pedangnya menyambar. "Crokkkkk!!" Tubuh Kiam-mo Cai-li yang sudah terhuyung itu tidak dapat
mengelak lagi, lehernya tertusuk pedang dan dia roboh terguling, berkelojotan dengan mata mendelik memandang ke
arah Swat Hong. "Locianpwe....!" Ouw Sian Kok yang sudah berhasil bersama Liu Bwee merobohkan dua belas orang
itu, meloncat dan merangkul kakek itu karena kekek yang masih berdiri tegak itu mendekap dadanya yang
bercucuran darah. Kakek itu menggelengkan kepala, memandang kepada Swat Hong. "Aihhh, kau ganas sekali, Swat
Hong....!" "Kong-couw.... dia jahat.... patut di bunuh!" Swat Hong berkata, memandang mayat Kiam-mo Cai-li yang
kini sudah tidak bergerak lagi itu. "Hayaaaa.... selamanya belum pernah dirobohkan orang, sekali ini terperdaya
kelicikan seorang wanita.... memang sudah semestinya begini...... kalian..... kurangilah atau lenyapkan sama
sekali.... keganasan..... kekerasan, bunuh membunuh ini.... karena siapa menggunakan kekerasan akan menjadi
korban kekerasan pula.... nah, selamat berpisah anak-anak....." Tubuh yang bediri tegak itu masih berdiri akan
tetapi kalau tidak dirangkul tentu akan roboh karena pada saat itu juga Han Lojin telah mengembuskan napas
terakhir. Memang luar biasa sekali kakek ini. pedang payung yang ditusukan secara curang oleh Kiam-mo Cai-li
menembus dada dan menembus pula jantungnya, namun dia masih mampu berdiri tegak dan berkata-kata! Liu Bwee dan
Swat Hong berlutut sambil menangis. Akan tetapi Ouw Sian Kok berkata, "Harap kalian bangkit berdiri dan mari
kita lekas membawa pergi jenazah Locianpwe ini keluar kota." Liu Bwee menyusut air matanyadan menggandeng
tangan Swat Hong, menarik gadis itu bangkit berdiri. "Ouw-twako benar, Hong-ji. Kita tidak mempunyai urusan
apa-apa lagi di sini, keadaan makin kacau. Tugas kita berada di ibu kota pertama, Tiang-an." Diingatkan akan
ini, bahwa The Kwat Lin berada di Tiang-an, Swat Hong memandang ibunya."Kami tadi telah memaksa seorang di
antara mereka itu mengaku di mana adanya The Kwat Lin. Dia berada di Tiangan, tugasnya sama dengan Kiam-mo
Cai-li yaitu mengacau kota raja di waktu pemberontak menyerbu ke sana." Swat Hong mengangguk, sekali lagi
melirik ke arah mayat Kiam-mo Cai-li, rasa lega dan puas menyelinap di hatinya mengingat akan kematian
suhengnya yang betapapun juga kini sudah agak terbalas dengan matinya wanita ini, kemudian dia mengikuti ibunya
pergi dari tempat itu. Perang, perang, perang! Selama dunia berkembang, agaknya tiada pernah hentinya terjadi
perang di antara manusia. Selama sejarah berkembang, terbukti bahwa di setiap jaman manusia melakukan perang,
baik dari jaman batu sampai jaman modern! Agaknya betapapun majunya manusia dari segi lahiriah, sebaliknya
dalam segi batiniah manusia bahkan makin mundur! Betapa tidak? Di jaman dahulu, yang dikatakan perang adalah
mereka yang langsung menceburkan diri dalam perang campuh, dan mereka ini pula yang menjadi korban, yang
membunuh atau dibunuh. Makin lama, perkembangan perang menjadi makin ganas dan makin kejam, makin tidak adil
dan makin menjauhi apa yang kita sebut prikemanusiaan. Sekarang, di jaman modern, yang langsung memegang
senjata banyak selamat karena dia menguasai teknik perang, pandai menjaga diri, pandai bersembunyi. Sebaliknya,
rakyat yang tidak tahu apa-apa mati konyol! Perang, di sudut mana pun terjadinya di dunia ini, dengan kata apa
pun diselimutinya, dengan kata-kata indah macam perjuangan, perang suci, perang membela negara, membela agama,
membela kehormatan dan lain-lain, tetap saja perang yang berarti bunuh-bunuhan di antara manusia, membunuh
hanya untuk melampiaskan dendam dan kembencian sehingga amatlah buasnya, jauh melampaui kebuasan binatang
apapun juga yang hidup di dunia ini. Kita semua bertanggung jawab untuk ini! Perang yang terjadi antara bangsa,
antara golongan, antara kelompok, meletus karena kita! Perang antara bangsa atau negara hanya menjadi akibat
dari kepentingan Si Aku, bangsaku, agamaku, kebenaranku, kehormatanku, kemerdekaanku dan sebagainya yang
bersumber kepada aku. Perang antara bangsa hanya bentuk besar dari perang antara tetangga dan perang antara
tetangga adalah bentuk besar dari perang antara keluarga atau perorangan dan semua ini bersumber kepada perang
di dalam batin kita sendiri. Batin kita setiap hari penuh dengan nafsu keinginan, iri hati, dendam, benci dan
semua bentuk kekerasan dan kekejaman, kalau semua itu menguasai batin kita semua, menguasai dunia, herankah
kita kalau selalu terdapat permusuhan dan perang di dunia ini? Semenjak sejarah tercatat, setiap pihak yang
melakukan perang tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang buruk. Sebaliknya malah, bermacam dalih diajukan
menjadi semacam kedok di depan wajah perang yang dilakukannya, kedok berupa untuk membela diri, perang untuk
keadilan, dan perang untuk perdamaian! Betapa menggelikan. Perang untuk keadilan! Perang untuk perdamaian!
Dengan cara membunuh-bunuhi sesama manusia. Kita selalu terjebak ke dalam perangkap penuh tipu muslihat ini
yang berupa kata-kata indah. Pendapat bahwa tujuan menghalalkan cara merupakan penipuan diri sendiri dan
berlawanan dengan kenyataan. Mungkinkah untuk mencapai tujuan baik menggunakan cara yang jahat? yang penting
adalah caranya, bukan tujuannya. Tujuan adalah masa depan yang belum ada, hanya merupakan akibat, sebaliknya
cara adalah masa kini, saat ini, nyata! Dengan dalih "menumbangkan kekuasaan lalim" itulah An Lu Shan memimpin
ratusan ribu bala tentaranya menyerbu ke selatan. Pada saat seperti itu, An Lu Shan dan semua pengikutnya
menganggap bahwa mereka itu "berjuang" dan mereka sama sekali tidak mau melihat bahwa kelak andai kata mereka
berhasil dan memegang kekuasaan, ada pula pihak-pihak yang akan mengecapnya "kekuasaan lalim" yang lain dan
yang baru pula! Di lain pihak Kaisar Han Ti Tiong atau Beng Ong yang sudah tua itu bersama para punggawanya
yang setia tentu saja melakukan perlawanan yang gigih dengan dalih "menghancurkan dan membasmi pemberontak".
Mereka ini lupa bahwa peristiwa pemberontakan itu sesungguhnya timbul karena ulah mereka sendiri. Kekuatan bala
tentara yang dipimpin An Lu Shan memang hebat. Dalam beberapa bulan saja, sekali menyerbu, dia telah menguasai
seluruh daerah di sebelah utara Sungai Huangho. Pasukanpasukannya akhirnya berhasil merobohkan pertahanan
Lok-yang yang memduduki ibu kota ke dua itu. Kemudian An Lu Shan kembali mengumpulkan kekuatan pasukannya dan
melanjutkan penyerbuannya menuju ke kota raja Tiang-an! Kematian Kiam-mo Cai-li membuat Jenderal ini menyesal,
tentu saja penyesalan ini didasari bahwa dia kehilangan seorang pembantu yang boleh diandalkan! Ketika Kaisar
yang sudah tua itu mendengar betapa Lok-yang dalam beberapa hari saja terjatuh ke dalam tangan pemberontak An
Lu Shan, mulailah terbuka matanya betapa selama ini tidak terlalu mengacuhkan urusan pertahanan dan sebagian
besar waktunya hanya dihabiskannya di dalam kamar tidur dan di atas ranjang yang lunak hangat dan harum dari
selirnya tercinta, Yang Kui Hui. Bangkitlah semangatnya, semangat mudanya yang kini terlalu lama terpendam itu
dan dia berhasil mengobarkan semangat para pasukannya yang dikumpulkannya di Ling Pao di mana kaisar membentuk
benteng pertahanan yang cukup kuat. Bahkan sekali ini dia memimpin sendiri untuk berperang menghadapi An Lu
Shan dengan hati penuh kemarahan. Hati siapa tidak akan sakit kalau mengingat betapa dia telah memberi anugerah
besar kepada An Lu Shan, bahkan selirnya yang tercinta telah menganggap An Lu Shan sebagai putera angkat. Dan
kini jenderal itu memberontak! Perbuatan apa pun yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, tidak lah
benar jika di belakangnya bersembunyi pamrih apa pun. Sesuatu perbuatan boleh jadi oleh umum dianggap sebagai
perbuatan baik, namun apabila perbuatan itu menyembunyikan pamrih, baik yang disadari maupun tidak, maka
perbuatan itu tidak benar. Perbuatan menolong orang lain oleh umum dianggap baik, namun jika hal itu dilakukan
dengan pamrih apa pun, itu bukanlah menolong namanya, melainkan hanya memberi pinjam untuk kelak ditagih
kembali dalam bentuk pembalasan budi! Selama yang berbuat itu merasa bahwa dia berbuat baik, merasa bahwa dia
menolong, di dalam perasaan ini sudah terkandung pamerih! Jelas tidak benar! Dan selama ada pamrih di balik
setiap perbuatan, pasti akan mendatangkan penyesalan, kebanggaan, kekecewaan, dendam, penjilat, penindasan dan
lain-lain. Setiap berbuatan barulah benar jika didorong atau didasari oleh CINTA KASIH! Demikian pula dengan
Kaisar. Karena dia merasa bahwa dia telah menolong An Lu Shan, merasa telah berbuat baik kepada jenderal itu
maka timbullah penyesalan, kemarahan dan kebencian karena yang pernah ditolongnya itu tidak dengan kebaikan.
Pamrih yang tersembunyi di balik pertolongannya dahulu itu adalah menghendaki pembalasan berupa kesetiaan,
penghormatan, atau setidaknya menghendaki agar jangan jenderal itu berani melawannya! Contoh ini tanpa kita
sadari terjadi di dalam penghidupan kita sehari-hari. Kita miskin akan cinta kasih sehingga setiap perbuatan
kita dicengkeram pamrih. Kalau cinta kasih memenuhi hati kita, maka segala pamrih akan lenyap tanpa bekas dan
setiap perbuatan kita adalah wajar dan tentu saja benar karena dasarnya cinta kasih yang melekat pada bibir
setiap orang, yang menjadi hampa karena disebut-sebut dan disanjung-sanjung, diberi pengertian lain, dan
dipecah-pecah! Di mana terdapat cemburu, benci, sengsara, marah, dan lain-lain, cinta kasih tidak akan ada. Di
mana terdapat si "aku" yang selalu mengejar keuntungan dan kesenangan lahir batin, cinta kasih tidak akan
pernah ada. karena bagi Si Aku, cinta kasih berarti kesenangan untuk "aku" lahir batin yang berupa
ketenteraman, jaminan, kepuasan, dan kenikmatan. Maka, sekali satu di antara yang dikejar itu luput,
berakhirlah cinta kasihnya dan berubah menjadi cemburu, kemarahan dan kebencian! Dengan penuh kemarahan Kaisar
memimpin barisan-barisan yang dapat dikumpulkannya, didampingi oleh seorang jenderal yang setia kepadanya,
seorang jenderal yang ahli dalam perang bernama Kok Cu It yang menjadi komandan barisan itu. Barisan ini lalu
bergerak dari Ling Pao. Bertemulah dua barisan yang bermusuhan itu di pegunungan dan terjadilah perang yang
amat dahsyat di sela Gunung Tung Kuan. Perang yang amat mengerikan dan mati-matian, di mana mayat manusia
bertumpuk-tumpuk dan berserakan, darah manusia membanjiri padang rumput. Namun akhirnya, betapapun gigih
Panglima Kok Cu It melakukan perlawanan setelah dia menyuruh pasukan pengawal mengiringkan Kaisar lebih dulu
menyelamatkan diri ke kota raja, karena kalah banyak jumlah pasukannya, Tung Kuan jatuh ketangan pihak An Lu
Shan. Pasukan-pasukan yang masih dapat bertahan segera ditarik mundur ke Ling Pao dan membuat pertahanan di
tempat ini. kaisar telah melanjutkan perjalanan kembali ke Tiang-an di mana dia berkemas-kemas dengan hati
penuh kekhawatiran. Tak lama kemudian, Ling pao juga jatuh dan Panglima Kok Cu It terpaksa membawa sisa
pasukannya kembali ke kota raja. Melihat betapa gerakan An Lu Shan amat kuat dan tidak dapat dibendung,
panglima ini menganjurkan kepada Kaisar untuk pergi mengungsi ke Secuan. Kaisar mengumpulkan semua pembantunya
yang setia dan akhirnya, atas desakan mereka pula, kaisar menerima usul itu. Berangkatlah rombongan Kaisar ke
barat. Yang berada di dalam rombongan itu, selain Kaisar sekeluarga tentu saja termasuk selir Yang Kui Hui,
juga perdana Menteri Yang Kok Tiong kakak dari selir cantik itu berserta semua keluarganya, para Thaikam (Orang
Kebiri) yang setia kepada Kaisar, dan beberapa orang ponggawa tinggi yang menjadi kaki tangan mereka. Rombongan
besar ini dikawal oleh pasukan pengawal istimewa dan berangkatlah rombongan Kaisar pergi mengungsi di lakukan
di waktu malam agar jangan ada rakyat mengetahuinya. Pelarian yang dilakukan tergesa-gesa ini pun mencerminkan
watak orang-orang bangsawan ini. Selain keluarga mereka, juga mereka membawa harta benda mereka sebanyak
mungkin! Tidak ada lagi yang dipikirkan kecuali membawa keluarga dan harta bendanya sehingga mereka lupa bahwa
bukan harta benda yang penting untuk dibawa sebagai bekal, melainkan ransum! Mereka melupakan ini dan sibuk
membawa harta benda yang mungkin dapat terbawa. Telah menjadi kelemahan kita manusia dalam penghidupan kita ini
bahwa kita selalu melekat kepada benda-benda duniawi. Kita lupa bahwa benda-benda itu yang memang merupakan
perlengkapan hidup dan kita butuhkan, hanyalah menjadi hamba kita, menjadi kebutuhan kita selagi hidup. Akan
tetapi kita silau oleh benda-benda mati itu, kita mengejarnya dan mengumpulkannya, bukan lagi karena kebutuhan,
melainkan karena ketamakan, karena rakus sehingga kita mengumpulkan sebanyak mungkin. Setelah itu, kita menjadi
hamba duniawi, kita melekatkan diri dan kita telah merobah batin kita menjadi benda-benda itu! Maka kita selalu
mempertahankan duniawi secara mati-matian, kita tidak bisa lagi hidup tanpa dia, lahir maupun batin. Kehilangan
harta benda menjadi hal yang amat hebat dan penuh derita. Mencari dan mengumpulkan harta benda menjadi hal yang
paling penting di dalam hidup kita sehingga kalau perlu dalam mengejar duniawi berupa harta benda, kedudukan,
kemuliaan dan lain-lain, kita tidak segan-segan untuk sikut-menyikut jegal-menjegal, bunuh-membunuh antara
manusia! Maka akan BAHAGIALAH DIA YANG MEMPUNYAI NAMUN TIDAK MEMILIKI, dalam arti kata, mempunyai apa saja di
dunia ini karena ada hubungannya, karena ada kebutuhannya, hanya mempunyai lahiriah saja, namun batin sama
sekali tidak memiliki, sama sekali tidak terikat atau melekat sehingga punya atau tidak punya bukanlah
merupakan soal penting lagi! Karena ketamakan itulah maka rombongan Kaisar segera mengalami akibatnya setelah
rombongan besar itu melarikan diri sampai di pos penjagaan Ma Wei, yang terletak di Propinsi Shen-si sebelah
barat, rombongan ini kehabisan ransum yang tidak berapa banyak itu. pasukan pengawal yang menderita kelelahan
dan kelaparan, karena sisa ransum yang sedikit diperuntukan Kaisar dan keluarganya serta para bangsawan ,
menjadi gelisah dan tampaklah wajah-wajah yang membayangkan penasaran dan kemarahan, mulai terdengarlah
suara-suara tidak puas di antara para anggauta pasukan. Perhentian di Ma Wei ini dipergunakan oleh Yang Kok
Tiong untuk mengadakan pertemuan dengan orangorang Tibet. Yang Kok Tiong berusaha untuk mengadakan kontak
dengan Pemerintah Tibet untuk membantu Kaisar dalam menghadapi pemberontakan dan membujuk seorang pendeta Lama
yang berada di antara orang-orang Tebet itu untuk menyampaikan permintaan bantuannya. Hatinya juga gelisah
ketika melihat betapa anak buah pasukan pengawal mulai tidak puas. Akan tetapi Kaisar yang sudah merasa lelah
dan berduka, tidak tahu akan semua itu dan dia menenggelamkan dirinya yang dirundung kedukaan itu dalam pelukan
selirnya yang menghiburnya. Tidak seorang pun di antara para bangsawan itu tahu betapa di luar terjadi hal yang
luar biasa. Seorang laki-laki muda dan seorang gadis cantik menyelinap di antara penduduk setempat, mendekati
tempat mengaso para pasukan pengawal dan dua orang muda ini berbisikbisik dengan para pasukan. Mereka ini bukan
lain adalah Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki! Seperti telah kita ketahui, Liem Toan Ki, jago muda dari Hoa-san-pai
itu adalah mata-mata An Lu Shan dan Bu Swi Nio, murid The Kwat Lin, akhirnya juga menjadi pembantu An Lu Shan
karena terbawa oleh Liem Toan Ki yang menjadi tunangannya itu. Kini, selagi memata-matai keadaan Kaisar yang
melarikan diri, Bu Swi Nio teringat akan kematian kakaknya, maka diambilnya keputusan untuk membalas dendam
kepada Yang Kui Hui yang menyebabkan kematian kakaknya, Bu Swi Liang. Setelah berunding dengan kekasihnya,
mereka berdua lalu menyelinap di antara penduduk, mengadakan kontak dengan para komandan pasukan pengawal,
mulai menghasut mereka itu. "Lihat, kita bersusah payah, setengah mati kelelahan dan kelaparan menjaga
keselamatan Kaisar, beliau sendiri bahkan bersenang-senang dan tidak memperdulikan kita, mabok dalam rayuan
Ynag Kui Hui setan kuntilanak itu!" Bu Swi Nio antara lain menghasut. "Lihat kakaknya yang menjadi perdana
menteri itu. Diam-diam mengadakan perundingan dengan orang-orang Tibet. Dialah bersama adiknya ular cantik itu
yang menjadi pengkhianat dan menjual negara. Coba ingat, bukankah An Lu Shan diambil anak oleh Yang Kui Hui?
Padahal diam-diam menjadi kekasihnya? Negara telah dijual oleh Yang Kui Hui, diberikan kepada kekasihnya, An Lu
Shan. Dan sekarang agaknya Yang Kok Tiong hendak menjual keselamatan Kaisar kepada orang-orang Tibet! Aduhhh,
sungguh membuat orang hampir mati penasaran. kaisar dipermainkan seperti itu, namun tinggal diam karena mabok
oleh kecantikan Yang Kui Hui iblis betina yang keji itu!" demikian Liem Toan Ki menambah minyak dalam api yang
mulai dikobarkan oleh Swi Nio. Memang para anggauta pasukan sudah gelisah dan kehilangan ketenangan. Mereka
merasa sengsara dan nasib mereka masih belum dapat ditentukan bagaimana. Mungkin saja mereka semua akan mati
konyol jika sampai dapat disusul oleh pasukan-pasukan pemberontak. Mendengar hasutan-hasutan itu, mereka
menjadi makin gelisah dan akhirnya terdengarlah teriakan-teriakan yang diam-diam didahului oleh Swi Nio dan
Toan Ki. "Gantung pengkhianat!" "Bunuh penjual negara!" "Seret Yang Kok Tiong!" "Yang Kok Tiong pengkhianat,
harus dihukum mati!" "Sebelum menjual negara itu mampus, kami tidak mau pergi!" Teriakan-teriakan ini makin
hebat dan kini seluruh pasukan sudah bangkit, mengacung-acungkan kepalan dan senjata ke arah bangunan-bangunan
di mana rombongan bangsawan itu berada. Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Kaisar ketika mendengar
teriakan-teriakan itu. Juga yang lain-lain menjadi kaget setengah mati, terutama Yang Kok Tiong sendiri. Dia
sedang berunding dengan orang-orang Tibet, ketika tiba-tiba Kaisar bersama pengawal-pengawal pribadi memasuki
tempat itu. Kaisar kelihatan marah. "Siapa mereka ini??" bentaknya sambil menuding ke arah tujuh orang Tibet
yang berada di situ. "Hamba....hamba sedang berunding.... minta pertolongan Pemerintah Tibet," jawab Yang Kok
Tiong. "Tangkap orang-orang Tibet itu! Siapa tahu mereka adalah mata-mata perampok!" Perintah Kaisar ini
diturut oleh para pengawal dan ditangkaplah tujuh orang Tibet itu yang tidak berani melakukan perlawanan.
Sementara itu, teriakan-teriakan di luar menuntut kematian Yang Kok Tiong makin menghebat. Berbondong-bondong
datanglah para pembantu Kaisar, berkumpul di tempat Yang Kok Tiong yang duduk dengan muka pucat mendengar
tuntutan para pasukan di luar. Di depan mata semua orang, tanpa malu-malu Yang Kui Hui menubruk dan merangkul
leher Kaisar sambil menangis. "Sudilah Paduka menolong kakakku.... harap Paduka menyelamatkan kakakku..." Selir
itu menangis. Didekap dan ditangisi selirnya yang tercinta, kaisar yang tua itu segera menghardik kepada kepala
pengawal pribadinya, "tangkap si pembuat ribut itu!" Komandan pengawal itu berdiri tegak dan menjawab, "Ampun,
Sri Baginda. Akan tetapi yang ribut adalah seluruh pasukan pengawal!" "Junjungan hamba ...... tolonglah
kakakku..... selamatkan dia ......!" Yang Kui Hui menangis. yang Kok Tiong juga menjatuhkan diri berlutut di
depan kaki Kaisar. "Hamba hanya dapat mengharapkan kebijaksanan Paduka dan menaruh nyawa hamba di dalam telapak
tangan Paduka ....!" "Seret Yang Kok Tiong si pengkhianat keluar!" terdengar teriakan dari luar. "Keluarkan
jahanam itu, kalau tidak kami menyerbu ke dalam!" Suara ini diikuti suara pintu digedor-gedor dari luar.
"Tangkap dia...!!" Kaisar memerintah dan menudingkan telunjuknya kluar. Komandan pengawal hendak membuka dau
pintu, akan tetapi tiba-tiba dari luar meloncat masuk pengawal yang menjaga di luar, mukanya pucat dan tubuhnya
menggigil lalu dia menjatuhkan diri di atas lantai menghadap Kaisar sambil berkata, "Mereka .... mereka
.....akan menyerbu.....!" Oleh kepala pengawal, Kaisar dan rombongannya dikawal naik ke loteng. Kemudian Kaisar
keluar dan memandang kepada pasukannya yang memberontak di luar itu. Begitu melihat munculnya Kaisar, para anak
buah pasukan berteriak kacau balau, menuntut agar Yang Kok Tiong diberikan kepada mereka. Kepala pengawal yang
melihat gelagat buruk, diam-diam lalu menotok perdana menteri itu dan membawanya turun lagi di luar tahunya
Kaisar, kemudian dia membuka pintu dan mendorong perdana menteri itu ke luar. Banyak tangan yang penuh dendam
kebencian menyambut, tubuh Yang Kok Tiong di seret-seret, hujan pukulan dan makian, penghinaan dan ludah
ditujukan kepadanya. Ketika Yng Kui Hui yang mendengar teriakan-teriakan kakaknya itu keluar mendekati Kaisar
dan menjenguk ke bawah, dia menjerit dan merangkul Kaisar, menangis. Kaisar sendiri terbelalak memandang betapa
perdana menterinya itu, kakak dari selirnya, disiksa oleh pasukan, dipukuli dan dimaki-maki. "Tolonglah
kakakku..... tolonglah dia...." Yang Kui Hui merintih dan menangis. Kaisar lalu berseru ke bawah dengan suara
lantang, "Haiii! Semua anggauta pasukanku....! Tahan.....! Jangan lanjutkan perbuatan gila itu!" "Berhenti....!
Kalaian iblis-iblis jahat.......! Uh-huuuuhhh-huuuu....!!" Yang Kui Hui juga menjrit-jerit dan akhirnya
menutupi mukanya, demikian pula Kaisar ketika melihat betapa Yang Kok Tiong sudah rebah dan tidak berkutik
lagi, dengan tubuh hancur dan penuh darah. Tiba-tiba dari dalam rombongan pasukan dan orang-orang dusun yang
banyak berkumpul di tempat itu terdengar suara nyaring seorang laki-laki, "Seret iblis betina Yang Kui Hui....!
Dialah biang keladinya! Dialah yang menjatuhkan kerajaan dengan menggoda Sri Baginda! Semenjak ada dia,
kerajaan menjadi lemah dan dikuasai oleh pengkhianat-pengkhianat!" Disusul suara wanita, "Bunuh kuntilanak itu!
Dia siluman betina! Dia Tiat Ki ke dua ....! Dia berjinah dengan An Lu Shan, dia mengumpulkan keluarganya untuk
menguasai kerajaan! Dia harus dihukum gantung.....! Suara ini adalah suara Bu Swi Nio yang ingin membalas
kematian kakaknya. Dia menyebutnyebut nama tokoh wanita Tiat Ki, yang dalam dongeng sejarah adalah seekor
siluman rase yang menjelma wanita menjadi selir Kaisar dan menyeret kerajaan ke dalam kehancuran pula.
Mendengar teriakan-teriakan menghasut dari Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio ini, pasukan yang haus darah dan yang
ridak puas itu lalu berteriak-teriak, menuding-nuding kepada Yang Kui Hui sambil menuntut agar wanita cantik
itu digantung! "Tidak....!! Kalian gila semua! Tidaaaakkk....!!" Kaisar memeluk tubuh selirnya yang pucat dan
hampir pingsan itu, lalu menariknya masuk, diikuti teriakan-teriakan para anak buah pasukan dan rakyat
setempat. Kaisar dengan muka mereh karena marahnya merangkul Yang Kui Hui yang menangis terisakisak itu,
diikuti oleh rombongan. Semua anggauta rombongan memandang dengan muka pucat, apalagi mereka mendengar suara
ribut-ribut di luar rumah dan kini pintu digedor-gedor lagi. "Gantung Yang Kui Hui.....!" "Bunuh siluman
itu.....!" "Kalau tidak, rumah ini kami bakar!!" Tentu saja Kaisar dan yang lain menjadi makin panik. Kaisar
menjatuhkan diri di atas kursi, mukanya pucat dan keringatnya bercucuran membasahinya, sementara itu Yang Kui
Hui berlutut di dekat kursi Kaisar, memeluk kaki Kaisar dan memperlihatkan sikap yang memelas (menimbulkan iba)
sekali, tubuhnya gemetar karena suara-suara dari luar yang terdengar, suara menuntuk kematiannya itu seperti
ujung pedang-pedang yang ditusuk-tusukan ke ulu hatinya.


JILID 21


Gedoran pintu makin keras, teriakan-teriakan makin hebat sementara Kaisar menanti hasil para komandan pasukan
pengawal yang tadi keluar untuk menyabarkan anak buahnya. Penantian yang mencekam dan menegangkan urat syaraf.
Tiba-tiba, ketik para komandan pasukan keluar dan bicara, suarasuara teriakan dan gedoran pintu terhenti. Hati
Kaisar lega, dia menunduk dan saling pandang dengan kekasihnya. Sepasang mata yang indah itu yang tak pernah
kehilangan daya pengaruh yang membuat Kaisar terpesona, kini berlinang air mata. Akan tetapi hanya sejenak saja
hati mereka terhibur dan harapan mereka timbul, karena tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan lebih keras lagi
disusul gedoran pada pintu dan dinding dan tak lama kemudian, kepala pengawal dan para pembantunya masuk dengan
muka pucat, serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. "Hamba siap menerima hukuman karena hamba
sekalian tidak berhasil menundukan kemarahan mereka," kata komandan pengawal sambil menunduk. Kaisar bangkit
berdiri dan pada saat itu terdengar suara, "Bunuh siluman Yang Kui Hui! Kalau tidak, mari kita bunuh saja
semua!" "Tidak! Tidaaaaaakkk....! Persetan....!!" Kaisar berteriak dan lengan kirinya merangkul leher selirnya,
seolah-olah dia hendak melindungi kekasih tercinta itu. "Dor-dor-dorrrr...." pintu digedor dari luar.
"Hancurkan saja Raja lalim dan lemah....!" "Bakar saja rumah ini kalau yang Kui Hui tidak dihukum mati!"
Keadaan sudah amat berbahaya dan menegangkan. Semua bangsawan yang berada di situ sudah menjadi pucat. Pangeran
mahkota segera menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. "Dalam keadaan seperti ini, mengapa Paduka masih
kukuh?" putera mahkota itu menangis. Para pembesar yang setia kepada kaisar juga membujuk, bahkan kepala
thaikam yang menjadi kepercayaan Kaisar dan yang diam-diam secara pribadi memusuhi Yang Kui Hui, berkata,
"Harap Paduka suka mempertimbangkan dengan tenang. Memang menyakitkan hati sekali tuntutan mereka. namun,
mereka tidak dapat dibendung dan kalau ditolak, tentu Paduka akan terancam bahaya, bahkan seluruh keluarga
Paduka. Apakah Paduka hendak mengorbankan keselamatan Paduka sendiri dan seluruh keluarga hanya untuk satu
orang yang toh tidak akan dapat Paduka selamatkan juga?" Putera mahkota menoleh kepada Yang Kui Hui dan
berkata, suaranya keras dan penuh tuntutan, "Seorang yang selama puluhan tahun memperoleh kemuliaan dan
anugerah kebaikan Kaisar, apakah di waktu terancam lalu melupakan budi yang besarnya melebihi nyawa itu?" Yang
Kui Hui menjadi pucat wajahnya dan dia menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar, memeluk kaki Kaisar sambil
menangis dan berkata, "Biarlah hamba membalas segala budi kebaikan Paduka....." "Tidak....! Tidak....ohhh, Kui
Hui, tidak....! Jangan....!" akan tetapi banyak tangan merenggut tubuh selir cantik itu dari pelukan Kaisar,
lalu menyerahkannya kepada kepala thaikam. Selir itu diseret oleh kepala thaikam ke atas pagoda dan tak lama
kemudian, terdengarlah sorak-sorai para pasukan melihat tubuh selir cantik jelita itu tergantung di pagoda,
tergantung lehernya dan berkelojotan sebentar lalu terdiam. "Hidup kaisar....!!" "Biang keladi kelemahan telah
tewas....!!" "Kita akan mengawal Kaisar sampai titik darah terakhir!" Di sebelah dalam, Kaisar yang tadinya
menangis itu terbelalak mendengar teriakan yang sama sekali berlainan itu. Dia bingung tidak tahu apa yang
terjadi, memandang ke kanan kiri. "Di mana dia....? Mana Yang Kui Hui....!" Semua keluarganya menjatuhkan diri
berlutut. "Dia..... telah mengorbankan nyawa demi keselamatan paduka sekeluarga...." "Kui Hui....!!" Kaisar
berlari naik ke loteng, kemudian roboh pingsan melihat tubuh kekasihnya yang diam tidak bergerak, tergantung di
pagoda itu. Peristiwa ini merupakan peristiwa bersejarah yang kemudian terkelan di seluruh Tiongkok sampai
berabad-abad lamanya. Bagi mereka yang ikut merasa berduka dan terharu mendengar cerita tentang pemutusan
hubungan cinta yang amat menyedikan ini, menganggap Kaisar itu lemah dan telah melakukan kesalahan besar.
Peristiwa ini menjadi terkenal sekali ratusan tahun kemudian, bahkan dijadikan cerita drama yang dipangungkan
dan menjadi bahan karangan cerita tentang peristiwa itu yang tak terhitung banyaknya. Lebih terkenal sekali
setelah sastrawan Po Cu I menulisnya dengan judul "Kesalahan Abadi". Dengan lesu dan penuh duka, rombongan
Kaisar melanjutkan perjalanan mengungsi ke Secuan dan kematian selir tercinta itu melumpuhkan seluruh gairah
hidup Kaisar yang sudah tua itu. Akan tetapi, di tengah perjalanan, kembali terjadi peristiwa hebat. Ketika
rombongan itu sedang beristirahat dan bermalam di sebuah dusun kecil di daerah yang sepi di perbatasan Secuan,
malam itu tiba-tiba heboh karena terjadinya pembunuhan atas diri seorang di antara para pengeran yang ikut
mengungsi. Pangeran ini adalah adik pangeran mahkota. Di waktu malam yang amat sunyi itu, dua sosok bayangan
berkelebat di atas genteng rumah-rumah yang dijadikan tempat mengaso rombongan Kaisar. Mereka ini bukan lain
adalah Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki. Keduanya, sebagai mata-mata An Lu Shan, setelah berhasil mengasut anak buah
pasukan pengawal sehingga terbunuhnya Yang Kui Hui dan kakaknya, diam-diam terus mengikuti dan membayangi
rombongan itu, mencari kesempatan baik untuk membunuh Kaisar! Inilah tujuan mereka, karena matinya Kaisar akan
merupakan kemenangan besar bagi An Lu Shan. Akan tetapi, mereka berdua salah masuk! Mereka memasuki kamar
pangeran muda yang berada di sebelah kamar Kaisar. Ketika dua batang pedang di tangan mereka bergrak, tubuh di
atas pembaringan, di dalam kelambu yang tertusuk pedang dan mengeluarkan pekik maut bukanlah tubuh Kaisar,
melainkan tubuh pangeran itu! barulah kedua orang ini tahu bahwa mereka telah keliru, dan cepat mereka meloncat
dan keluar dari dalam kamar itu melalui jendela. "Tangkap penjahat!" "Tangkap pembunuh!!" Dalam sekejap mata
saja kedua orang mata-mata itu dikepung oleh belasan orang pengawal dan disergap. Tentu saja Bu Swi Nio dan
Liem Toan Ki membela diri dan membalas dengan serangan-serangan dahsyat. Terjadilah pertandingan keroyokan di
ruangan yang cukup terang itu dan makin lama makin banyaklah pengawal yang datang mengeroyok. Menghadapi
pengeroyokan banyak sekali pengawal yang berkepandaian tinggi, dua orang itu menjadi repot juga. Dengan berdiri
saling membelakangi, Swi Nio dan Toan Ki saling melindungi, pedang mereka bergerak cepat menyambar-nyambar ke
depan, kanan dan kiri menangkis semua senjata yang datang bagaikan hujan ke arah mereka. Suara beradunya
senjata nyaring diselingi teriakan-teriakan para pengeroyok memecah kesunyian malam di dusun itu. Tidak kurang
dari delapan orang pengeroyok roboh oleh pedang mereka dan kini para pengawal atas komando perwira atasan
mereka mengurung dan mengatur barisan. Kesempatan ini dipergunakan oleh Bu Swi Nio untuk menggeser kakinya
mundur sampai punggungnya beradu dengan punggung Liem Toan Ki. Kemudian dia berbisik, suaranya mengandung
keharuan, "Maaf, Koko. Aku yang membujukmu ke sini sehingga kau juga menghadapi bahaya maut...." "Hushhh....,
mati atau hidup kita berdua, Moi-moi...." "Aku tak takut mati, tapi.... aku belum sempat membalas segala
kebaikanmu, Koko...." "Tidak ada kebaikan di antara kita. Kita saling mencinta, bukan? Mencinta sampai kita
mati bersama!" Ucapan Toan Ki ini membangkitkan semangat di dalam hati Swi Nio. Sambil memengang pedang
erat-erat dan tangan kirinya dikepal, dia berkata. "Aku akan merasa bangga denganmu, Koko!" Percakapan
bisik-bisik itu dihentikan karena kini para pengeroyok yang tadi mengurung mereka telah mulai menyerang. Kini
pengeroyokan mereka teratur, dan serangan datang bertubi-tubi, berantai karena mereka mengelilingi dua orang
ini sampai tiga empat baris. Swi Noi dan Toan Ki kembali harus menggerakan pedang masing-masing untuk menangkis
dan melindungi tubuh mereka, namun karena datangnya serangan tidak seperti tadi, kadang-kadang bertubi-tubi dan
susul menyusul, mereka berdua menjadi repot sekali dan tiba-tiba terdengar Swi Nio mengeluh perlahan ketikabahu
kirinya terkena hantaman gagang tombak. Biarpun keduanya telah terluka, namun mereka terus mengamuk, pedang
mereka menyambar-nyamabar dan kembali robohlah empat orang pengeroyok, sungguhpun mereka berdua sendiri juga
mengalami lukaluka bacokan. Maklumlah keduanya bahwa menghadapi pengeroyokan demikian banyak pengawal, Mereka
tidak mungkin dapat meloloskan diri, maka mereka mengamuk untuk dapat membunuh sebanyak mungkin musuh sebelum
mereka berdua dirobohkan.Mereka berdua sudah bertekad untuk melawan sampai mati. Akan tetapi tiba-tiba terjadi
perubahan. Para pengurung dan pengeroyok menjadi kacau balau dan terdengar suara meledak-ledak nyaring serta
disusul pekik-pekik kesakitan dan robohlah beberapa orang pengeroyok yang kena disambar oleh sebatang cambuk
berduri. Juga ada para pengeroyok yang dilempar-lemparkan sepasang lengan yang amat kuat. Swi Nio dan Toan Ki
terkejut dan girang sekali karena maklum bahwa ada bala bantuan datang. Mereka tadinya menduga bahwa yang
datang tentulah teman-teman mereka, para mata-mata yang disebar oleh An Lu Shan. Akan tetapi mereka menjadi
terheran-heran dan kagum sekali ketika menyaksikan bahwa yang mendatangkan kekacauan pada pihak para pengeroyok
hanyalah dua orang, seorang pemuda tinggi besar yang gagah perkasa, yang menggunakan kedua tangannya
melempar-lemparkan para pengawal, dan seorang dara yang amat cantik jelita dan gagah, dara yang mengamuk dengan
sebatang cambuk berduri dan sebatang pedang, gerakannya cepat dan ganas. Siapakah dua orang yang tidak dikenal
oleh Swi Nio dan Toan Ki itu? Mereka adalah Ouw Soan Cu, gadis Pulau Nereka yang lihai itu, dan pemuda tinggi
besar Kwee Lun, murid Lam-hai Seng-jin yang tinggal di Pulau Kura-kura di laut selatan. Seperti telah
diceritakan di bagian depan, mereka berdua saling berjumpa di puncak Awan Merah di Pegunungan Tai-hang-san,
yaitu di tempat tinggal Tee-tok Siangkoan Houw. Ouw Soan Cu gadis Pulau Neraka itu datang bersama Sin Liong
sedangkan Kwee Lun yang menjadi teman seperjalanan dan sahabat Swat Hong datang pula bersama gadis itu.
Tadinya, sebelum Sin Liong pergi bersama Swat Hong untuk mencari The Kwat Lin di Bu-tong-pai, pemuda ini yang
merasa kasihan kepada Soan Cu menitipkan gadis itu kepada Tee-tok Siangkoan Houw. Akan tetapi melihat Sin Liong
pergi bersama Swat Hong, Soan Cu tidak mau tinggal di tempat itu, lalu dia pun pergi hendak mencari ayahnya.
Dan Kwee Lun, yang merasa tertarik kepada gadis cantik jelita dan galak serta jujur itu, segera berpamit dan
cepat lari mengejar Soan Cu. Di kaki pegunungan Tai-hang-san, barulah Kwee Lun mampu menyusul Soan Cu karena
gadis itu memperlambat larinya dan berjalan dengan termenung. Setelah kini mulai melakukan perjalanan seorang
diri, barulah Soan cu merasa bingung sekali. tadinya, melakukan perjalanan bersama Sin Liong, dia tidak tahu
apa-apa, hanya ikut saja dan segeralah hal diputuskan oleh pemuda itu. Setelah kini sadar bahwa dia berada
seorang diri di dunia yang luas ini, dia merasa kesepian dan bingung. Dia tidak mengenal tempat dan tidak tahu
harus menuju ke mana untuk mencari ayahnya! Teringat akan semua ini, hatinya kecil dan gelisah, juga marah.
Marah kepada Sin Liong yang meninggalkanya. "Nona Ouw, perlahan dulu.....!" Karena termenung dan hatinya
gelisah, Soan Cu sama sekali tidak memperhatikan keadaan sekitarnya maka dia tidak tahu bahwa ada orang
membayanginya di belakang. Barulah dia terkejut ketika mendengar seruan itu dan cepat dia membalikkan tubuhnya
memandang. Dia cemberut melihat bahwa yang memanggilnya adalah pemuda tinggi besar yang pernah bertempur dengan
dia di Puncak Awan Merah karena pemuda ini memembela Swat Hong dan dia membela Sin Liong. Teringat akan
peristiwa itu, tiba-tiba saja dia merasa gelisah dan menahan ketawanya dengan senyum lebar, lalu menutupi
mulutnya. Melihat gadis itu menahan ketawa, namun jelas sinar mata gadis itu mentertawakannya, Kwee Lun
mengerutkan alisnya yang tebal, akan tetapi dia pun tersenyum dan berkata sambil menjura, "Nona Ouw, mengapa
engkau menahan ketawa dan menyembunyikan senyum? Menyambut seorang kenalan dengan senyum lebar di bibir
merupakan penghormatan paling besar. Senyum adalah seperti matahari pagi, menghidupkan menenteramkan, penuh
damai dan bahagia....." Mendengar ucapan pemuda itu yang diatur seperti orang membaca sajak, Soan Cu tertawa
dan dia kagum juga. Terdengar amat indah kata-kata tadi. Akan tetapi timbul pula kenakalannya dan dai menjawab
dengan nada mengejek, "Orang She Kwee, aku tertawa bukan menyambutmu, melainkan teringat akan peristiwa yang
amat lucu. Engkau datang bersama Han Swat Hong, membelanya mati-matian, akan tetapi sekarang di manakah dia?
Engkau ditinggalkan begitu saja! Betapa lucunya! Lucu ataukah menyedihkan?" Alis tebal itu makin dalam
berkerut, akan tetapi kemudian Kwee Lun tersenyum lagi dan menganggukangguk. "Memang lucu sekali! Ha-ha-ha-ha,
lucu sekali!" Melihat pemuda itu tidak tersinggung malah tertawa-tawa, Soan Cu menjadi penasaran. "Apa yang
lucu?" bentaknya. "Kau..... eh, kita berdua.... yang lucu. Mengapa bisa begini kebetulan?" "Apa yang
kebetulan?" Soan Cu makin penasaran karena ejekannya itu kini agaknya malah dibalikan oleh pemuda itu
kepadanya. "Bukankah kebetulan sekali nasib kita amat serupa? Aku datang bersama Nona Swat Hong dan aku
ditinggalkan, sebaliknya engkau pun datang bersama Sin Liong dan engkau ditinggalkan pula. Nasib kita benar
serupa, bukankah ini amat lucunya?" Wajah Soan Cu menjadi merah sekali. "Sratttt!" Pedang Coa-kut-kiam yang
bersinar-sinar telah berada di tangan kanannya.Kwee Lun terkejut bukan main, hanya memandang bengong karena
sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang dianggapnya jujur dan lincah gembira ini demikian mudah
tersinggung! "Eh, Nona Ouw..... kau.... marah oleh godaanku tadi?" "Siapa marah? Hayo cabtu pedangmu, kita
lanjutkan pertempuran kita yang terhenti ketika di Puncak Awan Merah. Aku masih belum kalah olehmu!" Kwee lun
penarik napas panjang, hatinya lega. Tepat dugaannya, nona ini sama sekali bukan tersinggung oleh godaannya,
melainkan karena memiliki watak aneh, ingin melanjutkan pertempuran ketika mereka saling membela sahabat
masing-masing di Puncak Awan Merah. "Wah, berat, Nona. Aku terima kalah. Dalam geberakan-geberakan yang pernah
kita lakukan itu saja aku sudah tahu bahwa ilmu kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada aku. Pula kita bukanlah
musuh. terserah kalau Nona hendak menganggap aku musuh, akan tetapi aku Kwee Lun sama sekali tidak menganggap
kau sebagai musuhku. Bahkan sebaliknya, di antara kita, mau atau tidak telah terdapat ikatan persahabatan yang
amat erat." "Hemm, jangan kau mencoba untuk membujuku. Persahabatan dari mana? Enak saja kau bicara!" ""Eh,
apakah kau hendak menyangkal bahwa engkau adalah sahabat baik dari Kwa Sin Liong, Nona?" "memang, dia adalah
sahabat baikku, bukan engkau!" "Nah, kalau engkau sahabat baik dari dari Kwa Sin Liong, berarti engkau adalah
sahabat baikku pula. Kwa Sin Liong adalah Suheng dari Han Swat Hong, dan Nona itu adalah sahabatku. Sahabat
dari Si Suheng tentu juga menjadi sahabat baik dari sahabat Si Sumoi, bukan?" "Hemm, kau memang pandai bicara."
Soan Cu menyarungkan kembali pedangnya. "Bilang saja bahwa kau tidak berani melawan aku!" "Tentu saja tidak
berani, karena memang pedangku bukan untuk melawan, melainkan untuk membantumu mencari kembali Ayahmu. Bukankah
kau hendak mencari Ayahmu, Nona? Tahukah kau ke mana kau harus mencarinya?" Ditegur seperti itu, Soan Cu
menjadi bingung lagi. Memang tadi dia sedang termenung bingung, tidak tahu harus pergi ke mana, dengan matanya
yang indah terbelalak gadis itu memandang kepada Kwee Lun dan menggelengkan keplanya, lalu dia berkata, "Apakah
kau tahu?" "Tentu saja aku tidak tahu, Nona. Aku belum mengenal Ayahmu itu. Akan tetapi, sebagai seorang gadis
muda, sungguh tidak leluasa bagimu untuk mencari sendiri. Aku dapat membantumu, aku sering merantau dengan
guruku dahulu , dan aku banyak mengenal daerah-daerah, tahu pula dunia kang-ouwse sehingga agaknya akan lebih
menguntungkan bagimu dan menyenangkan bagiku kalau kita melakukan perjalanan bersama. Tentu saja kalau kau
suka....." Sampai lama Soan Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghela napas, berkata, "Engkau baik
sekali, seperti Sin Liong. Tentu saja engkau tidak dapat kuandalkan seperti dia, kepandaianmu tidak sehebat
dia. Akan tetapi engkau juga gagah perkasa, jujur dan itu sudah cukup untuk meyakinkan aku bahwa engkau tentu
dapat menjadi seorang sahabat." "Ha-ha-ha, terima kasih, ha-ha-ha! Sudah kuduga bahwa engkau adalah seorang
gadis yang luar biasa, polos dan tidak berpura-pura, cantik dan gagah perkasa. Ha-ha-ha!" Kwe Lun tertawa
dengan bebas dan terkejutlah Soan Cu ketika , melihat betapa air mata mengalir di kedua pipi pemuda tinggi
besar yang gagah dan tampan ini. "Eh, kau menangis??" Kwee Lun menghentikan tawanya, mengusap air mata dengan
ujung lengan bajunya sambil menggeleng kepala. "Ini adalah penyakitku, Nona. Aku selalu mengeluarkan air mata
kalau tertawa terlalu gembira. Akan tetapi, kalau dilihat kenyataannya, apa sih bedanya antara tawa dan tangis?
Apakah bedanya antara senang dan susah, antara nyeri dan nikmat? Kesemuanya adalah dua muka dari satu tangan,
tak terpisahkan. Mencari yang satu, pasti akan ketemu dengan yang ke dua." "Wah, kau memang seorang manusia
aneh, Kwee-toako. Kau gagah perkasa, pemberani, pandai bersajak, pandai filsafat, dan.... cengeng!" Girang
bukan main hatinya mendengar gadis itu menyebutnya toako, tanda bahwa gadis itu benarbenar mau menerima
persaudaraan atau persahabatan diantara mereka. "Ouw-siocia..... atau engkau lebih senang kusebut adik?" "Sebut
saja namaku Soan Cu." "Bagus! Kau hebat! Soan Cu kau percayalah, aku Kwee Lun bukanlah seorang yang berarti
palsu. Engkau tidak akan kecewa menaruh kepercayaan kepadaku dan sudi menerima uluran tangan persahabatan
dariku. Aku akan berdaya upaya sedapat mungkin untuk mencari Ayahmu itu. Siapakah nama beliau?" "Ayahku bernama
Ouw Sian Kok, tokoh besar dari Pulau Neraka yang sudah belasan tahun meninggalakn Pulau Neraka." Tiba-tiba Kwee
Lun memandang dengan mata terbelalak dan mukanya berubah agak pucat, bibirnya bergetar ketika dia menegaskan.
"Pu.... Pulau..... Neraka?" Soan Cu tersenyum. "Apakah kau masih mau menganggap aku sahabat setelah kau tahu
aku adalah seorang gadis dari Pulau Neraka?" "Eh-eh, jangan salah paham, Soan Cu. Aku..... hanya terkejut
sekali mendengar ada pulau yang namanya seperti itu. Pernah guruku, Lam-hai Sengjin mengatakan bahwa di dalam
dongeng yang tersebar diantara kaum kang-ouw, terdapat sebutan dua pulau. Pertama adalh Pulau Es....." "Tempat
tinggal Sin Liong dan Swat Hong!" "Benar, dan aku sudah merasa bahagia bukan main telah bertemu dengan seorang
puteri Pulau Es. dan Ke dua, menurut Suhu adalah pulau yng tentu tidak pernah ada dan hanya ada dalam dongeng,
adalah Pulau Neraka........" "Bukan dongeng. Akulah gadis Pulau Neraka." Ouw Soan Cu lalu menceritakan dengan
singkat keadaan Pulau Neraka, juga tentang ayahnya yang minggat dari pulau ketika ibunya tewas melahirkan dia.
"Ah, kasihan sekali engkau, Soan Cu." "Ayahku yang patut dikasihani." "Tidak! Ayahmu telah melakukan hal yang
amat keliru. Perbuatannya lari dari Pulau Neraka itu jelas membayangkan betapa ayahmu hanyalah mngingat akan
dirinya sendiri saja." "Kwee Lun! Apa yang kaukatakan ini? kau berani menghina nama ayah di depanku?" Soan Cu
melotot marah. "Maaf, Soan Cu. Aku sama sekali tidak menghina siapa pun. Aku hanya bicara berdasarkan
kenyataan. Ibumu meninggal duni ketika melahirkanmu, apakah beliau itu salah? Engkau sendiri yang dilahirkan
dan kelahiran itu mengakibatkan kematian ibumu, apakah engkau pun bersalah? Tentu saja tidak! Mendiang ibumu
dan engkau sama sekali tidak bersalah dan kematian itu adalah suatu hal yang wajar, yang sudah semestinya dan
lumrah karena hidup dan mati hal yang biasa. Akan tetapi ayahmu. Beliau malah lari meninggalkan pulau,
meninggalkan anaknya yang baru terlahir! Apakah perbuatan ini harus kubenarkan saja? Kalau aku berbuat
demikian, berarti aku bukan membenarkan secara jujur, melainkan menjilat untuk menyenangkan hatimu." Lenyap
kemarahan Soan Cu. Dia menunduk. "kau aneh, Kwee-toako, aneh dan terlalu terus terang. Habis andaikata benar
seperti yang kau katakan bahwa Ayah terlalu mementingkan diri sendiri apakah aku, sebagai anaknya tidak boleh
mencari Ayahku?" "Bukan begitu, Soan Cu. Tentu saja engkau harus mencari Ayahmu dan aku akan membantumu sampai
kita berhasil menemukan Ayahmu. Mudah-mudahan saja kita akan berhasil karena harus diakui betapa akan sukarnya
mencari seorang yang tidak kita ketahui berada di mana. Akan tetapi aku percaya bahwa kalau memang Ayahmu yang
telah pergi selama belasan tahun itu berada di daratan, sebagai seorang tokoh besar, tentu ada orang kang-ouw
yang mengetahuinya." Demikanlah, kedua orang muda ini melakukan perjalanan bersama dan makin eratlah hubungan
diantara mereka. Dalam diri masing-masing mereka menemukan sahabat yang cocok kepribadian yang serasi dengan
watak masing-masing, terbuka, jujur dan tidak bisa bermanis-manisan muka. Soan Cu mulai tertarik sekali kepada
pemuda tinggi besar yang tampan, jujur, jenaka dan biarpun kelihatan kasar, namun ternyata pandai bernyanyi dan
membaca sajak-sajak indah. Di lain pihak, Kwee Lun juga tertarik sekali oleh pribadi Soan Cu, seorang gadis
yang kadang-kadang kelihatan liar dan ganas, tidak pernah menyembunyikan perasaan, namun kadang-kadang begitu
lembut dan penuh sifat keibuan. makin akrab hubungan mereka, makin terobatlah hati yang tadinya luka oleh
asmara. Kwee Lun mulai dapat melupakan Swat Hong yang dikaguminya, sedangkan Soan Cu mulai dapat melupakan Sin
Liong. Kwee Lun bersama Soan Cu melakukan penyelidikan sampai jauh ke barat, karena dia mendengar dari seorang
tokoh Kangouw bahwa nama Ouw Sian Kok pernah muncul dibarat. Akan tetapi, pada waktu mereka melakukan
perjalanan ke barat untuk mencari jejak tokoh Pulau Neraka itu, keadaan sudah kacau balau oleh perang dan arus
manusia ke barat amat banyak. Kedua orang muda itu terbawa harus manusia dan mereka pun seperti dua orang yang
sedang mengungsi ke barat. Ketika mendengar bahwa rombongan Kaisar yang melarikan diri berada di depan,
mendengar pula tentang kematian selir terkenal Yang Kui Hui bersama kakaknya yang menjadi perdana menteri, Kwee
Lun berkata kepada temannya, "Soan Cu, mari kita melihat keadaan Kaisar. Aku tidak mencampuri urusan perang,
akan tetapi siapa tahu, rombongan keluarga bangsawan tertinggi yang melarikan itu akan menarik perhatian
orang-orang kang-ouw, termasuk Ayahmu." Seperti biasa selama melakukan perjalanan bersama, Soan Cu hanya
menyetujui karena dia sendiri tidak tahu apa-apa. Hanya mengharapkan untuk bertemu dengan ayahnya mulai menipis
karena sampai saat itu belum juga ada keterangan yang jelas dan meyakinkan tentang diri ayahnya. Malam itu
mereka dapat menyusul rombongan Kaisar yang berada dalam keadaan berduka setelah terjadi peristiwa pembunuhan
Yang Kui Hui karena Kaisar selalu murung dan berduka sekali. Dan seperti diceritakan di bagian depan, pada
malam itu terjadi lagi peristiwa hebat yang menimpa rombongan Kaisar, ketika Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki
diam-diam menyelinap ke dalam temapat penginapan dan hendak membunuh Kaisar akan tetapi salah masuk dan
sebaliknya membunuh seorang pangeran muda. Ketika Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang muda yang dengan gagah
perkasa mengamuk dan dikepung ketat oleh para pengawal, telah menderta luka-luka namn masih terus mengamuk
hebat, Kwee Lun menjadi kagum dan berbisik, "Melihat gerakannya, pemuda gagah itu tentu murid Hao-san-pai
adalah orang gagah, pendekar sejati, maka sepatutnya kita menolong mereka." Soan Cu mengangguk."Memang tidak
adil sekali dua orang dikeroyok puluhan orang perajurit seperti itu. Gadis itu pun gagah dan cantik. Mari,
Toako, kita bantu mereka meloloskan diri." Mereka lalu melayang turun dari atas pohon dari mana mereka tadi
mengintai, dan tak lama kemudian gegerlah para pengeroyok ketika dua orang muda ini menyerbu dari luar kepungan
dan merobohkan para pengeroyok dengan amat mudahnya. Kwee Lun tidak mencabut pedangnya, melainkan menggunakan
kedua tangannya yang kuat menangkapi dan melempar-lemparkan pengawal yang menghadang di depannya, sedangkan
Soan Cu mengamuk dengan cabuk berduri di tangan kri dan sebatang pedang di tangan kanan. Gerakan dara ini bukan
main ganasnya, cambuknya meledak-ledak dan setiap ledakan disusul robohnya seorang pengeroyok, pedangnya
membuat gerakan cepat sehingga tampak sinar bergulung-gulung yang merontokan semua senjata lawan. "Harap Ji-wi
mundur dan cepat lari, biar kami menahan mereka!" kata Kwee Lun sambil menggerakkan sikunya yang kuat
merobohkan seseorang pengawal yang menerjangnya dari belakang. "Terima kasih atas bantuan Ji-wi (Anda Berdua)!"
seru Liem Toan Ki dengan girang karena dia khawatir sekali akan keadaan kekasihnya. Sambil menggerakkan pedang
, mereka lalu mundur dan membuka jalan darah, merobohkan mereka yang berani menghadang dan karena kini para
pengawal itu dikacaukan oleh Kwee Lun dan Soan Cu, tidak sukar bagi Swi Nio dan Toan Ki untuk meloloskan diri
dari kepungan yang sudah terpecah belah itu. Setelah melihat dua orang itu menghilang, Kwee Lun juga mengajak
Soan Cu meninggalkan gelanggang pertempuran dan menghilang di dalam gelap, mengejar bayangan dua orang yang
mereka tolong itu. Menjelang pagi, Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang yang ditolongnya tadi sedang menanti
mereka di luar sebuah hutan besar. Melihat dua orang penolong mereka, Swi Nio dan Toan Ki cepat maju dan
memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan dada dan membungkuk. "Banyak terima kasih kami haturkan
atas bantuan Ji-wi yang mulia," kata Toan Ki. "Kalau tidak mendapat bantuan Ji-wi, tentu kami berdua telah
tewas di tangan para pengawal Kaisar itu." "Ah, diantara kita, bantu membantu merupakan hal yang sudah
sewajarnya," jawab Kwee Lun. "kami sendiri juga mengharapkan bantuan Ji-wi." "Bantuan apa? Kami akan bergembira
sekali kalau dapat membantu Ji-wi," seru Liem Toan Ki yang telah merasa berhutang budi. "Kami berdua sedang
mencari seorang tokoh bernama Ouw Sian Kok, tokoh dari Pulau Neraka. Barangkali Ji-wi dapat membantu kami di
mana adanya Ouw-locianpwe itu?" Kaget juga Swi Nio dan Toan Ki mendengar disebutnya Pulau Neraka, mereka saling
pandang dan menggelengkan kepala. "Sayang, kami sendiri belum pernah mendengar nama Ouw Sian Kok dari Pulau
Neraka. Akan tetapi kami akan membantu sekuat tenaga. Di manakah adanya beliau yang terakhir kalinya, dan
apakah Ji-wi sudah mendapatkan jejaknya?" "Itulah sukarnya. Kami tidak tahu beliau berada di mana maka
mengharapkan keterangan dari orang-orang kang-ouw." "Kalau begitu, mari Ji-wi ikut dengan kami ke timur. Saya
kira, mencari seorang tokoh besar di dunia kangouw akan bisa kita dapatkan keterangan selengkapnya di sekitar
kota raja. Apalagi sekarang, setelah perjuangan An Lu Shan Tai-ciangkun berhasil, tentu banyak tokoh kang-ouw
muncul di kota raja dan kita dapat bertanya-tanya kepada mereka." "Akan tetapi kabarnya di sana terjadi perang,
bahkan banyak orang mengungsi ke Secuan." Toan Ki tersenyum. "Jangan khawatir, kami berdua adalah orang-orang
dalam! Kami berdua bekerja untuk An-taiciangkun, maka kami mempunyai banyak kenalan di sana. Sekarang Tiang-an
telah diduduki, dan agaknya keadaan tentu telah aman kembali. " Mereka bercakap-cakap dan terdapatlah kecocokan
di antara mereka. Juga Soan Cu menjadi akrab dengan Swi Nio. Gadis Pulau Neraka yang masih hijau ini senang
sekali mendengar penuturan Swi Nio yang sudah berpengalaman, sebaliknya Swi Nio juga kagum terhadap dara cantik
yang ternyata adalah seorang dari Pulau Neraka yang hanya dikenal dalam dongeng, kagum menyaksikan kehebatan
ilmu kepandaian Soan Cu tadi dan jug ngeri menyaksikan senjata-senjata yang ampuh dan ganas itu. Berangkatlah
mereka berempat, kembali ke timur menuju ke Tiang-an, kota raja pertama yang telah terjatuh ke tangan An Lu
Shan. Setelah berhasil menduduki Lok-yang ibu kota kedua itu melalui pertempuran yang seru, An Lu Shan memimpin
pasukan intinya menuju ke Tiang-an. Kembali dia harus menghadapi perlawanan gigih di Lembah Tung Kuan, akan
tetapi setelah lembah ini didudukinya, pasukan-pasukan terus menekan dan bergerak menuju ke Tiang-an.
Demikianlah, Tiang-an, ibu kota yang megah itu, diserbu dan didudukinya dengan amat mudah, hampir tidak ada
perlawanan sama sekali. Hal ini adalah karena banyak kaki tangan dan mata-matanya yang dipimpin oleh Ouwyang
Cin Cu dan The Kwat Lin, telah lebih dulu melakukan kekacauan-kekacauan sehingga melemahkan pertahanan, juga
Kaisar melarikan diri meninggalkan kota raja Tiang-an, hal ini membuat para pasukan penjaga menjadi kehilangan
semangat dan sebagian besar di anatara mereka menyatakan takluk tanpa melalui peperangan yang lama, ada pula
yang melarikan diri menyusul rombongan Kaisar ke barat. Seperti biasa terjadi di waktu perang, dari jaman
dahulu sebelum sejarah tercatat sampai sekarang, akibat-akibat yang mengerikan terjadi dan menimpa diri pihak
yang kalah perang. Demikian pula nasib para bangsawan di kota raja yang tidak sempat melarikan diri. Banyak
orang dibunuh hanya oleh tudingan jari tangan orang lain yang memfitnahnya, mengatakan bahwa orang itu adalah
matamata pemrintah. Mayat bergelimpangan di sepanjang jalan dan anggauta-anggauta pasukan pemberontak yang
menang perang itu berpesta pora mengangkuti harta benda dan wanita dari pihak yang kalah. Jerit tangis
wanita-wanita yang dipaksa dan diperkosa, membumbung tinggi ke angkasa, bercampur baur dengan sorak dan tawa
kemenangan. Dan An Lu Shan, seorang yang ahli dalam hal memimpin pasukan,


bersambung 22..........

0 komentar:

Posting Komentar