Rabu, 22 Mei 2013

pedang kayu harum [ 8 ]

yang kumaksudkan, melainkan ilmu ukirannya! Sayang begitu kasar! Tidak dapatkah
diperhalus lagi? Biar kubantu engkau." Setelah berkata demikian, Sin-jiu Kiam-ong
mengambil Siang-bhok-kiam yang masih menggeletak di depan kakinya, dan sekali dia
memutar pedang kayu itu terdengar suara bercuit nyaring.

Segulung sinar hijau menyambar ke depan, ke arah patung terus sinar itu mengelilingi arca
batu kemudian terbang kembali ke arah Sin-jiu Kiam-ong. Semua orang memandang dan....
arca batu yang tadinya kasar , kini telah menjadi halus seperti digosok pisau tajam dan agak
mengkilap indah!

"Kiam-sut (ilmu pedang) yang hebat, akan tetapi siapa takut? Lihat golok!" Sin-to Gi-hiap
yang sudah marah sekali menerjang maju dengan goloknya. Sin-jiu Kiam-ong tertawa dan
menggerakkan Siang-bhok-kiam, membuat gerakan berputar mengelilingi golok lawan. Yang
berputaran hanya sinar pedangnya, karena kakek itu sendiri hanya duduk bersila dan jarak
antara mereka masih jauh. Namun si Golok Sakti berteriak kaget dan cepat melompat mundur
memandang ujung lengan bajunya yang sudah buntung!

"Kiam-ong masih pantas menjadi Kiam-ong (Raja Pedang)!" Terdengar suara memuji dan
kini dua orang kakek yang berpakaian seperti petani, bersikap sabar tenang dan gagah, telah
maju. "Namun sayang Kiam-ong hanya memajukan lahir tanpa mengingat kemajuan batin,
sehingga kulitnya indah isinya busuk! Sin-jiu Kiam-ong, kami Hoa-san Siang-sin-
kiam(Sepasang Pedang Sakti Hoa-san) menjadi utusan Hoa-san-pai untuk minta
pertanggungan jawabmu terhadap dosa-dosamu. Engkau pernah mencuri seorang murid
perempuan Hoa-san-pai, mencuri pedang pusaka, dan mencuri ramuan obat yang dibuat oleh
Sucouw kami. Ketua kami akan berpikir untuk bersikap bijaksana melupakan dosa-dosamu
terhadap kami apabila engkau suka menyerahkan pedang Siang-bhok-kiam kepada kami!"

Kakek tua renta itu mengerutkan keningnya, akan tetapi senyumnya masih ramah ketika dia
menjawab. "Bermacam-macam alasan yang dikemukakan bermacam-macam pula yang
dipergunakan, namun sesungguhnya mengandung maksud yang sama.

Wahai Hoa-san Siang- sin-kiam, aku tidak menyangkal semua tuduhan Hoa-san-pai, memang aku telah mencuri murid perempuan, pedang pusaka dan ramuan obat. Akan tetapi semua tokoh Hoa-san-pai tahu belaka bahwa murid perempuan Hoa-san-pai, mendiang Cui Bi yang cantik manis, telah pergi mengikuti aku secara sukarela dan berdasarkan cinta kasih, bukan karena kupaksa!
Adapun pedang pusaka Hoa-san-pai, sampai sekarang pun masih kusimpan dengan koleksiku
yang lain, karena memang aku penyayang barang-barang pusaka. Tentang ramuan obat yang
dibuat mendiang Sucouw kalian, ha-ha-ha telah membuka rahasia sucouw kalian karena
ternyata obat itu adalah obat perangsang bagi pria tua agar dapat kembali bersemangat seperti
seekor kuda jantan yang muda. Ha-ha-ha!"

Dua orang pendekar itu sejenak saling pandang dan wajah mereka menjadi merah. Ucapan
Sin-jiu Kiam-ong itu merupakan penghinaan bagi Hoa-san-pai, apalagi yang terakhir. Setelah
memberi isyarat dengan pandang mata, kedua orang tokoh Hoa-san-pai itu menggerakkan
tangan dan "singgg!" tampak dua sinar berkelebat ketika mereka mencabut pedang mereka.
"Sin-jiu Kiam-ong, ucapanmu yang menghina telah menambah dosamu terhadap kami.
Biarpun engkau memakai sebutan Raja Pedang, jangan kira bahwa kami berdua saudara Coa
jerih terhadapmu. Hadapilah sepasang pedang sakti dari Hoa-san!" tantang Coa Kiu sambil
melintangkan pedang, sedangkan adiknya, Coa Bu juga sudah siap dengan pedangnya.
Mereka ini masing-masing hanya berpedang tunggal, akan tetapi karena mereka ini kalau
bermain pedang bersama merupakan pasangan yang amat kompak dan hebat, maka kedua
orang ini mendapat julukan Sepasang Pedang Sakti!

"Hemmm, aku selamanya tidak suka berbohong, dan ucapanku tadi hanya ucapan terus terang
dan apa adanya, sama sekali tidak menghina siapa-siapa. Kalau kalian hendak
memperlihatkan Siang-sin-kiam untuk menundukkan aku, kalian melamun yang bukan-bukan
karena aku tidak mudah ditundukkan oleh siapapun juga, termasuk kalian orang-orang Hoa-

0 komentar:

Posting Komentar