Minggu, 12 Mei 2013

bukek sian su - 8


Tiba-tiba muncul Soan Cu yang berkata kepada kakeknya, suaranya nyaring sehingga terdengar oleh semua orang.
"Kong-kong, apa yang dikatakan Sin Liong memang benar! Dia beriktikad baik terhadap kita, Kong-kong. Malam tadi aku datang kepadanya untuk mengejeknya, akan tetapi dia sebaliknya malah menunjukkan bahaya maut yang mengancam diriku.
" Kakek itu terkejut. "Bahaya maut? Apa maksudmu?"
"Sin Liong ternyata memiliki ilmu pengobatan yang lihai sekali. begitu melihat aku, dia mengatakan bahwa aku terserang hawa beracun dari sebelah dalam dan jika tidak diobati dengan tepat, dalam waktu kurang dari setahun aku tentu akan mati." "Hahh...??" Kakek itu dan semua pembantunya terbelalak kaget memandang dara itu yang bersikap sungguh-sungguh.
"Dan dia memang benar. Dia mengantakan bahwa setiap tengah malam aku tentu merasa pening dan dibagian punggung seperti ditusuk-tusuk jarum, kalau pagi kedua kaki pegal-pegal dan sehabis makan tentu merasa mual hendak muntah. Semua yang dikatakanya itu ternyata tepat sekali, Kong-kong."


Berubah wajah kakek itu. Soan Cu adalah seorang yang amat disayangnya, bahkan disayang oleh pembantunya karena dara inilah yang akan mewarisi seluruh ilmu kepandaiannya dan yang akan menggantikannya menjadi Ketua Pulau Neraka. Tentu saja mendengar bahwa usia Soan Cu hanya tinggal setahun, dia terkejut bukan main dan cepat memandang kepada Sin Liong.

Sin Liong sendiri bengong dan terheran-heran. Akan tetapi ketika dia memandang Soan Cu ketika kakek itu membalik dan menghadapinya, dia melihat dara itu secara lucu telah mengejapkan mata kirinya, maka mengertilah dia bahwa dara itu kembali membohong! Membohong dengan cerdik bukan main dalam usahanya untuk menolongnya!

"Kwa Sin Liong, benarkah cucuku diancam hawa beracun? Benarkah??" Melihat sikap Sin Liong meragu, agaknya sukar bagi pemuda itu untuk membohong maka Soan Cu cepat berkata lagi,

"Kong-kong, dia mengatakan bahwa dia dapat memberikan obatnya, akan tetapi dia hanya mau memberi obat kalau dia dan sumoinya dibebaskan dari sini. Terserah kepada Kong-kong berat aku atau berat mereka itu.

" Swat Hong sudah hampir membuka mulutnya memaki dara itu yang dia tahu telah membohong. Dia sendiri mendengar percakapan mereka
dan dara itu sama sekali tidak sakit, bahkan telah memberi obat penolak binatang beracun kepada Sin Liong, dan menyatakan betapa dara tak tahu malu itu amat suka dan kagum kepada Sin Liong, maka datang menolongnya. Sekarang dara itu mengatakan hal yang bukan-bukan! Akan tetapi, ketika mendengar ucapan terakhir dari Soan Cu, tahulah dia bahwa dara itu kini membohong untuk menolong Sin Liong dan dia terbebas dari Pulau Neraka!

Kenyataan ini membuat dia bungkam kembali. Betapa baiknya dara itu dan betapa akan buruknya dia kalau dia membongkar rahasia gadis itu. Tentu Sin Liong akan makin kagum kepada Soan Cu dan makin benci kepadanya. Pikiran inilah yang membuat dia membungkam dan tidak melanjutkan niatnya untuk membantah Soan Cu.

Hati kakek itu makin bingung. Lenyaplah semua nafsunya untuk menawan Sin Liong dan Swat Hong. Dia memandang Sin Liong dan
bertanya, "Orang muda, benarkah engkau dapat menyelamatkan cucuku?"

Kini Sin Liong yang menjadi bingung. Pemuda ini sama sekali tidak pernah membohong dan hatinya tidak akan dapat membohong, namun dia tahu bahwa kalau dia menyangkal kata-kata Soan Cu, sama saja mencelakakan gadis yang berniat baik kepadanya itu. Maka dia lalu menjawab dengan suara ragu-ragu dan perlahan, "Aku dapat memberi obat pembersih darah dan penguat tulang kepadanya, Tocu." "Dan kau menjamin bahwa cucuku tentu akan sembuh dan terhindar dari ancaman maut hawa beracun di tubuhnya itu?" Kakek itu mendesak.

"Kong-kong mengapa tidak percaya kepadanya? lekas minta obatnya dan engkau yang harus menjamin bahwa dia dan sumoinya tidak akan diganggu," kata Soan Cu. Kakek berkepala besar itu meraba-raba jenggotnya. "Hemmm,harus ada buktinya dulu. Kwat Sin Liong, mulai saat ini engkau dan Sumoimu puteri Han Ti Ong harus tinggal di pulau ini sebagai tamu sambil menanti hasil pengobatanmu kepada cucuku. Kalau kau gagal mengobatinya, hemmm, aku tidak akan mengampuni kalian berdua. Kalau cucuku sembuh, barulah kita bicara lagi."

Sin Liong mengerutkan alisnya hendak membantah peraturan yang berat sebelah ini, akan tetapi dia melihat Soan Cu mengedipkan mata kirinya maka dia menarik napas panjang dan mengangguk lalu berkata, "Harap sediakan alat tulis, biar kulukiskan bentuk daun yang harus dicari." Sin Liong lalu melukiskan beberapa macam daun yang mudah dicari dan yang mempunyai khasiat biasa saja, yaitu sekedar penambah kekuatan tubuh.

Ouw Kong Ek lalu menyuruh seorang pembantunya untuk mencari daun-daun yang dilukis itu di pulau sebelah Pulau Neraka di mana terdapat banyak tetumbuhan. Adapun Sin Liong dan Swat Hong lalu diperlakukan sebagai tamu terhormat, bahkan disediakan dua kamar yang bersih untuk mereka, dilayani baik-baik dan tentu saja di samping pelayanan ini, para pelayan yang terdiri dari pembantu-pembantu ketua, bertugas pula sebagai penjaga!


"Kuperingatkan kepada kalian agar menanti sampai cucuku sembuh. Lari pun tidak akan ada gunanya bagi kalian karena perahu-perahu kalian telah kami simpan dan di sekeliling Pulau Neraka tidak akan ada perahu sebuah pun. Tanpa perahu, bagaimana kalian akan dapat meninggalkan pulau ini?" Demikian pesan Ouw Kong Ek sebelum dia meninggalkan dua orang itu sehingga Swat Hong menjadi mendongkol sekali dan hampir saja dia memaki-maki ketua itu kalau tidak ditahan oleh Sin Liong yang memegang lengannya.

Setelah ketua itu meninggalkan mereka berdua di dalam pondok di mana mereka untuk sementara tinggal, Sin Liong menegur sumoinya , "Sumoi, mengapa kau bersikap seperti itu?" "Suheng, aku tidak nyangka sama sekali akan menyaksikan engkau yang terkenal alim kini bermain gila dengan gadis puteri ketua Pulau Neraka. Huhh!"

Sin Liong mengerutkan alisnya dan memandang tajam kepada sumoinya,hatinya bertanya mengapa sumoinya memperhatikan soal begitu, padahal sama sekali tidak ada sangkut paut dengan sumoinya. "Sumoi, engkau tahu betul bahwa Nona Ouw Soan Cu melakukan hal itu demi menolong kita. Siapakah yang main-main dengan dia?" "Hemm, apa kaukira aku tidak tahu betapa dia suka kepadamu dan sengaja
mendatangi kamar tahananmu untuk merayumu?" "Sumoi! jadi sudah selama ini kau berada di sini? Dan aku diam saja? Sumoi, mengapa kau menyangka yang bukan-bukan? Kalau kau sudah tahu akan kunjungannya itu, tentu kau tahu juga bahwa dia datang untuk memberi obat penolak binatang-binatang berbisa.

Sumoi, kita semestinya berterima kasih kepadanya, dia bermaksud baik bahkan tidak segan-segan membohong kepada Kong-kongnya demi keselamatan kita." "Ya, ya, memang dia baik sekali dan cantik sekali. Siapa yang tidak tahu?" "Sumoi..., harap jangan marah. Dia adalah seorang gadis yang bernasib buruk sekali, ibunya meninggal ketika melahirkan dia, ayahnya pergi entah kemana dan sampai kini belum kembali..." "Memang, dia seorang gadis bernasib buruk yang patut dikasihani, tidak seperti aku..." dan Swat Hong lalu menelungkupkan muka di atas meja dan menangis!

Sin Liong terkejut, beberapa kali hendak memegang lengan sumoinya akan tetapi ditahannya tangannya. "Aihh... Sumoi, engkau pun bernasib buruk, dan aku merasa kasihan sekali kepadamu. Karena aku merasa kasihan aku menyusulmu. Sumoi, diamlah jangan menangis. Apakah Sumoi telah bertemu dengan Ibumu?" Swat Hong seketika berhenti menangis, mengangkat mukanya yang basah air mata dan memandang kepada Sin Liong.

Pemuda itu merasa kasihan sekali, lalu mengeluarkan saputangannya dan mengapus air mata yang membasahi muka gadis itu. "Suheng...apa maksudmu? Apa yang terjadi dengan dia? Bukankah ibu berada di Pulau Es dan aku sudah mewakilinya?"Mendengar tentang ibunya, seketika lupalah Swat Hong akan kemarahan dan kedukaan hatinya sendiri. "Ibumu juga telah pergi meninggalkan
Pulau Es..."

dengan singkat Sin Liong lalu menceritakan apa yang terjadi setelah gadis itu lari pergi dari Pulau Es, betapa ibunya juga pergi, tidak mau disuruh tinggal di Pulau Es setelah puterinya membuang diri ke Pulau Neraka. "Aku tadinya mengharapkan engkau dapat bertemu dengan ibu maka aku tidak melihatmu di sini,Sumoi. Jadi engkau belum bertemu dengan ibumu?" Gadis itu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala, kelihatan muram wajahnya mendengar akan kepergian ibunya. "Ah, kalau begitu ke manakah perginya ibumu?" Sin Liong termenung dan diam-diam dia pun merasa prihatin sekali akan nasib wanita itu.

Tiba-tiba Swat Hong berdiri dan mengepal tinju, mukanya agak pucat ketika dia berkata, "Aku mau pergi dari sini sekarang juga! Aku harus mencari ibu sampai ketemu, dan aku tidak akan kembali ke Pulau Es! Aku tidak akan sudi menggantikan ibu di Pulau Neraka ini pula. Bukankah ibu sudah meninggalkan Pulau Es sehingga percuma saja aku mewakilinya?" "Nanti dulu, Sumoi, kau tidak bisa pergi begitu saja. Tentu mereka akan menghalangimu!" "Aku tidak takut! Yang menghalangi aku akan kubunuh!" "Sabarlah, Sumoi. Perlu apa kita mencari permusuhan dengan mereka yang berjumlah banyak? Bukan soal takut atau tidak takut, akan tetapi mereka adalah manusia-manusia yang bernasib buruk sekali, dipaksa tinggal di tempat seperti neraka ini. Bahkan mereka boleh dibilang senasib dengan ibumu dan denganmu sendiri. Selain itu ke manakah kita harus mencari ibumu? Kalau kita berbaik dengan mereka, bukankah kemudian mereka dapat membantu kita mencari? Dengan tenaga banyak orang kukira akan lebih mudah mencari Ibumu yang tidak jelas ke mana perginya itu."

Swat Hong dapat dibujuk dan akhirnya dia duduk di atas bangku sambil mengerutkan alisnya dengan wajah muram. Betapapun juga, setelah dia sadar bahwa cemburunya terhadap suhengnya dan Soan Cu tidak berdasar, kini terasalah olehnya betapa hatinya sesungguhnya merasa lega dan senang karena dapat bertemu dan berkumpul dengan suhengnya, apalagi di tempat yang berbahaya ini.

Beberapa hari telah lewat dan Soan Cu setiap hari minum "Obat" yang terbuat dair daun-daun seperti yang dilukiskan oleh Sin Liong. Setiap hari kakenya bertanya dan dia menjawab bahwa penyakitnya yang dideritanya, rasa nyeri seperti yang dinyatakan Sin Liong itu berangsur-angsur sembuh! Girang bukan main hati kakek itu, akan tetapi hati Swat Hong yang mendongkol melihat betapa Soan Cu seolah-olah mengulur waktu "penyembuhannya"!

Pada hari ke tujuh, Ouw Kong Ek dan Soan Cu mendatangi pondok tempat tinggal Sin Liong dan Swat Hong. Dua orang muda dari Pulau Es ini memang sudah menunggu di depan pondok dengan hati tidak sabar, menanti berita kesembuhan total Soan Cu. Maka mereka menyambut ketua Pulau Neraka dan cucunya itu dengan penuh harapan itu, melihat betapa wajah kedua orang pendatang itu berseri.

Setelah tiba di depan mereka, Soan Cu segera berkata, "Sin Liong, Kakek merasa berterima kasih sekali kepadamu dan menyetujui
kau melanjutkan pengobatan dengan menggunakan sinkang!" "Apa...?" Akan tetapi kata-kata Sin Liong yang bingung dan tidak mengerti itu segera diputus oleh Soan Cu, "Bukankah dulu kaukatakan setelah beberapa hari minum obat penawar racun, kau akan melenyapkan sama sekali hawa beracun itu dengan menggunakan sinkang menyedot keluar hawa itu dari punggungku?" Ouw Kong Ek tertawa. "Orang muda she Kwa. Kalau bukan engkau yang sudah kupercaya penuh, tentu aku tidak mengijinkan pengobatan ini. Akan tetapi aku sudah percaya kepadamu, maka silahkan. Mudah mudahan saja dalam waktu singkat cucuku akan sembuh sama sekali." Setelah berkata demikian, kakek itu membungkuk ke arah Sin liong dan Swat Hong, lalu meninggalkan cucunya.

"Soan Cu, apa maksudmu?" Sin Liong segera berbisik menegur. "Huh, tentu ingin berduaan denganmu di dalam kamar, apa lagi?" Swat Hong mengejek. "Husshhh, harap kalian jangan ribut-ribut, "bisik Soan Cu. "Mari kita masuk ke kamar dan bicara. "Dia menggandeng tangan Sin Liong dan diajaknya masuk. Melihat Swat Hong cemberut, Sin Liong berkata, "Sumoi, marilah." "Aku tidak sudi menggangu kalian!" "Aih Enci Hong, mengapa begitu? Yang hendak kubicarakan adalah kepentingan kalian berdua. Marilah." Soan Cu berkata dan agaknya memang dara Pulau Neraka ini tidak pernah mengerti apa yang diejekan oleh Swat Hong.

Agaknya cara hidup di Pulau Neraka membuat dia kurang mengerti akan tata susila sehingga tak pernah merasa melanggar sesuatu biarpun dia memasuki kamar berdua dengan seorang pemuda. Sambil bersungut-sunggut menyembunyikan rasa malunya bahwa dia telah menduga yang bukan-bukan, Swat Hong ikut masuk. "Aku memang berpura-pura, mengulur panjang waktu penyembuhan. Semua ini karena aku mendengar bahwa Kong-kong dan para pembantunya tidak membebaskan kalian setelah aku sembuh." "Keparat! Kong-kongmu memang
bukan manusia baik-baik! pantas menjadi ketua di Pulau Neraka! Aku akan menemuinya!" "Hushhh, Sumoi, Bersabarlah, dan mari kita dengar kata-kata Soan Cu." Dengan muka muram Swat Hong duduk lagi dan memandang wajah Soan Cu. Wajah yang manis sekali, pikirnya, manis dan polos. Pantaslah kalau andaikata Sin Liong jatuh cinta kepada gadis ini, pikirnya lagi dan hatinya merasa berdebar penuh khawatir.

"Kong-kong telah berjaga-jaga dan mempersiapkan anak buahnya, menjaga kalau-kalau kalian melarikan diri. Berbahaya sekali." "Habis bagaimana baiknya,Soan Cu?" "Ada jalan," kata dara yang lincah dan cerdik itu. "Menurut pendengaranku ketika Kong-kong merundingkan di kamar rahasia bersama para pembantunya yang paling dipercaya, Kong-kong tidak berniat buruk kepada kalian. Setelah kau dapat menyembuhkan aku, maka Kong-kong membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di pulau ini. Dia hendak menahanmu agar kau dapat mengobati setiap penghuni yang terserang penyakit. Adapun Enci Hong ditahan di sini sebagai sandera, untuk menahan kekuasaan Pulau Es." "Keparat....!" "Jangan marah, Enci Hong. kurasa kita harus menghadapi Kong-kong yang berwatak kasar dengan sikap dan akal halus. Kalau aku sudah sembuh, yaitu kalau kunyatakan bahwa aku sudah sembuh sama sekali, sedikit banyak Kong-kong tentu akan berterima kasih.

Kemudian Liong-ko...heh, Sin Liong mengajarkan Kong-kong mengenal daun obat-obatan dengan janji akan membebaskan kalian. Kurasa Kong-kong akan mau menerimanya karena sebenarnya yang dibutuhkan adalah pengetahuan tentang ilmu pengobatan itu. Dengan demikian, kalau kalian meninggalkan pulau ini, kalian akan dianggap sebagai sahabat dan penolong. Bagaimana?" "Kurasa baik juga akal ini," kata Sin Liong. "Hemm, terserahlah,. Akan tetapi jangan ada akal bulus di balik semua ini!" Swat Hong mengancam. Soan Cu menarik napas panjang. "Enci Hong, harap jangan mencurigai aku. Aku sudah menyesal sekali menjadi seorang yang terlahir di
tempat ini, dan aku ingin melanjutkan cita-cita Ayah bundaku yang kabarnya dahulu juga selalu berusaha agar
penghuni Pulau Neraka tidak menjadi orang liar yang tidak mengenal prikemanusiaan." Setelah berkata demikian,
Soan Cu pergi meninggalkan pondok itu dengan muka tunduk.

"Seorang anak yang baik...." Sin Liong memuji sambil
memandang tubuh dara itu yang melangkah pergi meninggalkan pondok. "Maksudmu, seorang dara yang cantik dan
berbudi!" Tanpa menoleh Sin Liong mengangguk. "Memang, dia cantik dan berbudi." Huh! Sudah kusangka demikian!"
Sin Liong menoleh kaget dan memandang wajah sumoinya, "Sumoi, apa maksudmu?" Swat Hong membuang muka. "Hemm,
tidak apa-apa. "Begitulah!" lalu dia lari memasuki kamarnya, membanting daun pintu keras-keras.

Sin Liong menggeleng kepalanya, makin tidak mengerti dia akan sikap wanita pada umumnya dan saat itu, sikap Swat Hong
khususnya, juga sikap Soan Cu yang amat aneh kalau diingat bahwa dia adalah cucu ketua Pulau Neraka yang
berwatak aneh dan kejam. Semua terjadi seperti direncanakan oleh Soan Cu. Setelah dara itu mengaku sembuh sama
sekali dan Sin Liong bersama Swat Hong menghadap ketua untuk minta pembebasan, Ouw Kong Ek menggeleng kepalanya
dan berkata, "Kwa Sin Liong, kami berterima kasih sekali atas penyembuhan penyakit cucuku, dan untuk jasamu
itu, kami tidak akan menggangu kalian, bahkan menganggap kalian sebagai orang-orang berjasa. Akan tetapi,
terpaksa kami tidak dapat membebaskan kalian karena kami amat membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di
pulau ini. Maka, harap kalian suka mengerti akan kebutuhan kami ini. Tinggallah di sini dan menjadi orang-orang
terhormat menjadi pembantuku yang paling baik."

"Tocu, aku mengerti akan kebutuhan Tocu dan para penghuni Pulau Neraka. Akan tetapi sungguh tidak adil kalau menyuruh kami tinggal di sini selamanya, apa lagi amat tidak adil bagi Sumoi. Betapapun juga, karena aku mengerti akan kebutuhan kalian semua, biarlah sekarang diatur begini saja. Aku akan sementara waktu tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan kepada Tocu, akan tetapi kuminta agar Sumoi sekarang juga dibebaskan, diberi sebuah perahu agar sumoi dapat pergi lebih dahulu meninggalkan
Pulau Neraka. Adapun aku sendiri, kalau Tocu sudah mengenal semua daun dan bahan pengobatan, baru aku akan pergi dari sini. Bagaimana?"

Ketua Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu melirik kearah cucunya yang duduk
di sebelahnya dan menundukan kepala saja. "Hemmm, boleh juga sumoimu pergi. Biarpun dia puteri Han Ti Ong, akan
tetapi mengingat akan jasamu, biarlah dia kami bebaskan. Akan tetapi kau....ah, aku sangat mengharapkan agar
engkau menjadi.... keluarga kami, orang muda." Kembali dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin
menundukan mukanya yang menjadi merah sekali. "Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh Nona Ouw!" beberapa
orang membantu berkata sambil tertawa-tawa, sikap mereka bebas terbuka. "Aku tidak mau pergi!" tiba-tiba Swat
Hong berkata lantang. "Kalau Suheng tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan, aku akan tinggal di sini juga
sampai pelajaran itu selesai. Dan kalau....kalau ada pengantin di sini, kalau suheng diambil mantu, aku pun
harus menjadi saksinya!"

Ucapan itu sebetulnya dikeluarkan dengan gejolak kemarahan dan kepanasan hatinya, akan
tetapi para pembantu Ouw Kong Ek menyambutnya dengan suara ketawa. Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar
ucapan Sumoinya itu. Ada kesempatan yang amat baik terbuka bagi Swat Hong untuk membebaskan diri dari pulau
berbahaya itu, dan kesempatan itu dibuang begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat Hong.
Sekali bilang tidak mau, dipaksa pun sampai mati tidak akan mau tunduk! Maka dia menjadi bingung sekali.

"Tocu, karena Sumoi tidak mau pergi sendiri lebih dulu, maka biarlah perjanjian kita diubah. Akan memberi pelajaran
ilmu pengebatan kepada Tocu, setelah Tocu mengenal bahan obat untuk melindungi penghuni pulau ini, aku dan Sumoi boleh pergi dengan bebas."

Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dan alisnya berkerut,
berkali-kali dia melirik ke arah cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua, biarpun tidak pernah terjun ke
dunia ramai, namun dia tahu bahwa cucunya jatuh hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat
seorang pemuda lain di Pulau Neraka yang kiranya patut menjadi suami cucunya! Tentu saja hatinya tidak rela
kalau pemuda itu pergi meninggalkan pulau karena dia tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya.
Maka dia hanya menggeleng-geleng kepala, tanpa dapat menjawab.

Melihat keraguan ketuanya, seorang kakek berusia
lima puluh tahun lebih melaju maju. Orang ini kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok, tubuhnya
kurus kecil dan di lehernya ada seekor ular merah melingkar. Dia adalah pembantu utama dari Ouw Kong Ek, seorang
yang lihai ilmu kepandaiannya dan bernama Lo Thong. Berbeda dengan Majikan Pulau Neraka itu yang merupakan
keturunan orang buangan, maka Lo Thong sendiri adalah seorang buangan dari Pulau Es, tiga puluh tahun yang lalu
dia dibuang dariPulau Es karena sebagai seorang pemuda dia banyak melakukan kejahatan. Setelah berada di Pulau
Neraka dia memperdalam ilmi-ilmunya dan menjadi orang ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah
putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila dan meninggalkan pulau. Maka dia
diangkat sebagai pembantu utama oleh Ouw Kong Ek.

"Twako(Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain
penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak, "mengapa Twako
bingung menghadapi urusan dua orang anak-anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya
mereka tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan
sendiri, boleh saja akan tetapi mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!" Ouw Kong Ek memandang
pembantunya dengan muka berseri, seolah-olah dia terlepas dari keadaan yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana
baiknya, Lo-tee?" "Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang pemuda She Kwa ini dan Twako.
Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia dan Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi
penghuni pulau ini seperti kita semua."

"He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku kalah oleh
ketua kalian? Habis, kalau kemudian ketua kalian yang kalah, bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring. "Twako
kalah? Ha-ha, mana mungkin?" Lo Thong menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah pemuda She Kwa ini
mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan
bebas." "Usul yang bagus sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di dunia
ramai, di daratan sana, orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang ruwet.
Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita membereskan urusan ini dengan mengukur
kepandaian masing-masing seperti yang diusulkan oleh pembantuku Lo Thong."

Sin Liong menggeleng kepalanya.
"Tocu, aku tidak suka menggunakan ilmu yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara
kekerasan untuk menahan kami berdua selamanya di pulau ini? Aku sudah besedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka
sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya dengan membebaskan kami. "Tidak kita harus saling mengukur kepandaian
dulu!" ketua itu berkeras.

Tiba-tiba Swat Hong melompat ketengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan
kepalanya. "Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada orang Pulau
Neraka? Aku yang memasuki pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka kalain!"

"Sumoi...!!" Sin Liong menegur. "Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah. Ouw Kong Ek mengerutkan
alisnya. "Soan Cu, kau layani bocah liar yang sombong ini!" katanya. "Baik Kong-kong." Soan Cu bangkit berdiri
dan melangkah maju, akan tetapi segera berhenti ketika mendengar suara Sin Liong, "Soan Cu harap jangan
bertanding. Di antara kita tidak ada permusuhan, bukan?" Soan Cu meragu, memandang kepada Kong-kongnya,
kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya yang tadi. "Soan Cu...." Kakeknya
menegur. "Kong-kong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku.

" Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi
dia tidak marah bahkan lalu tertawa bergelak. "Kau...kau lebih taat kepadanya? Ha-ha-ha-ha!" Dia tertawa karena
sikap cucunya itu jelas membuktikan betapa cucunya benarbenar telah jatuh cinta kepada Sin Liong! Sampai-sampai
berani membangkang terhadap perintahnya hanya karena Sin Liong menghendaki demikian. Makin panaslah hati Swat
Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang
pertandingan juga hendak memperlihatkan kepada Suhengnya bahwa dia lebih pandai dari pada Soan Cu. Akan tetapi,
ternyata Suhengnya melarang Soan Cu dan dan putri Pulau Neraka itu begitu taat!

"Ouw Kong Ek, kalau cucumu
tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!" Dia
menantang-nantang dengan suara penuh kemarahan. Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali
bagaimana harus mencegah sumoinya.

Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong
membuat mukanya merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi seorang
bocah perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya sendiri! "Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah
bermulut lancang ini" Lo Thong berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan. "Akan
tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia terbunuh." "Baik saya mengerti, Twako." Lo Thong menjawab
lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat ke depan Swat Hong.

Menyaksikan ginkang yang hebat ini
diam-diam Sin Liong khawatir sekali, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum kalau dia
melarang, Sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia hanya bangkit berdiri dan memandang dengan
jantung berdebar tegang. Swat Hong memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya
mengejek. "Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh
pergi dari sini?" "Tidak", jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau menang kau boleh
pergi, kalau kau kalah, kau harus tinggal di sini selamanya dan menjadi muridku." "Setan alas! Siapa takut
padamu?" Swat Hong yang sudah kena dibakar hantinya itu membentak.

"Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh
pergi sekarang juga!" Sin Liong berteriak. "Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu saja.
Aku tidak sudi menerima kebaikan orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan
kepandaian aku sendiri, bukan karena kebaikan hati mereka. Hayo, kakek botak, boleh kaukeluarkan segala
ilmumu!" "Bocah sombong, sambutlah ini!" Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang
memandang redah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki kepandaian tinggi
sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan jurus
yang ampuh dan mengerahkan tenaga sinkangnya.

"Wuuuuuttt... sirrr...desss!" Mula-mula Lo Thong menggerakan
tubuhnya rendah kebawah, seolah-olah lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan
tetapi tiba-tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkram ke arah pinggang dara itu.
Namun Swat Hong yang usianya masih muda sekali itu belum lima belas tahun, telah mewarisi inti kepandaian dari
ilmu-ilmu kesaktian Pulau Es.

Dengan tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan
tangan kanannya, maka dia cepat menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang
mengenai lengan lawan. LoThong mencelat ke belakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya bukanlah
langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana-sini dengan amat cepatnya dan sama
sekali tidak terduga-duga lawan. "Sumoi awasilah gerakannya. Ginkangnya lihai!" Sin Liong berseru dan diam-diam
Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja sudah mengenal dimana letak
keampuhannya. Maka dia lalu menggereng dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi-tubi.
Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main.
Setiap gerakan tangannya mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening karena harus
menggerakan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan.

namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar.
Sejak kecil dara remaja ini tidak pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandaiannya untuk
membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh
perhatian. Diam-diam Soan Cu merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa
andaikata tadi dia yang maju, dia akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin
bersyukur kepada Sin Liong yang tadi mencegahnya maju melawan Swat Hong.

Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia
akan kalah kalau melawan Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah pemuda yang
tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali menyaksikan pertandingan yang hebat itu. Tubuh mereka berdua
yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan
kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia
berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat
mengimbangi kecepatan lawan, bahkan dapat mendesak dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkangnya
yang berdasarkan hawa murni dari im-kang yang dingin.

Ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah ilmu
silat tangan kosong Jit-cap-jiseng (Jutuh Puluh Dua Bintang ) yang mempunyai tuluh puluh dua jurus-jurus ampuh.
Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu
silatnya sediri pun bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih berada di
Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja
kalah murni oleh ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong.Pula, Lo Thong dahulu belum mempelajari
Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal yang jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja.

Mulailah Lo
Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan
senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi. Kalau dia
menggunakan senjata itu dan sekali lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat marah besar. Maka dia lalu
berteriak keras dan mengerahkan seluruh ilmunya meringankan tubuh. "Aihhh...!" Swat Hong terkejut ketika
melihat betapa tubuh lawan dapat bergerak lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan yang tak terduga
saking cepatnya, hampir saja pundaknya kena dicengkeram. Dia berseru sambil meloncat keatas, tinggi sekali
kemudian bagaikan seekor burung walet, tubuhnya sudah membalik di udara, menukik kebawah dan dia sudah
melancarkan serangan dengan jurus Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang paling
ampuh dan yang dulu dilatihnya dengan ibu dan ayahnya sehingga dia mahir sekali mainkan jurus ini.

Hebat bukan
main daya serang jurus ini karena selagi tubuh meluncur turun dengan menukik kebawah, kedua tangannya sudah
bergerak mencengkram kearah ubun-ubun kepala lawan yang botak itu! "Hayaaa...!" kini Lo Thong yang kaget ketika
merasa ada hawa dingin menyentuh ubun-ubun kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman
maut bagi dirinya, dia tidak berani lengah, cepat membuang diri kebelakang sehingga dia terjengkang, kemudian
menggunakan ginkangnya untuk berguling di atas lantai. Dengan gerakan ini, biarpun pakainnya kotor terkena
debu, namun dia selamat dan dapat menghindarkan diri dari serangan jurus Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi,
betapa terkejutnya melihat dara itu sudah meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah
menghantamnya dengan kedua tangan didorongkan ke depan. "Haiiiiiiittt!!" Swat Hong berseru nyaring dan
mengerahkan tenaga sinkangnya.

"Sumoi, jangan....!" Sin Hong berteriak, kaget ketika melihat betapa sumoinya
itu menggunakan tenaga Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang merupakan sinkang paling ampuh dari
Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa menguasai tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di
atas salju, tanpa pakaian, dan melewati malam-malam yang dinginya menyusup tulang! Dan sebagai puteri Raja Han
Ti Ong, tentu saja Swat Hong telah menguasai sinkang itu yang kini dipergunakan untuk menyerang selagi lawan
terdesak. "Ciaaaattt...!!" Lo Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolak hawa serangan itu dengan
dorongan kedua tangannya. Dua tenaga sinkang bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan itu bersentuhan dan
akibatnya, Lo Thong terhuyung kebelakang dan dari ujung bibirnya mengucur darah! Sambil menggereng keras, Lo
Thong yang merasa penasaran itu melompat ke depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang sudah siap menyambutnya
dengan sebuah tendangan dari samping yang tepat mengenai pantat Lo Thong dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke
arah tempat duduk Ouw Kong Ek!

Ketua Pulau Neraka ini marah sekali, tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan
tahu-tahu tubuh Lo Thong sudah melayang lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika menyambut
tadi, Ouw Kong Ek yang lihai telah menotok dua jalan darah di pungung pembantunya yang seketika merasa dadanya
lega kembali, begitu dia dilontarkan ke arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang dengan kedua lengan
dikembangkan, kedua tangan hendak mencengkram tubuh gadis itu. Swat Hong terkejut sekali, tidak nyangka bahwa
tubuh lawan akan secepat itu melayang kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan maklum akan bahaya yang
mengancam karena dia tidak sempat mengelak lagi! Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu
Sin Liong telah berada di dekat sumoinya. dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoinya dan dengan tangan kanan
dia menyapok ke atas dan kedua tangan Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan
cepat dia meloncat ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum akan kehebatan tenaga pemuda itu.

Maklum bahwa dia tak mampu menang, dia lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Han Ti Ong lumayan juga kepandaiannya, boleh coba-coba dengan aku sendiri!" Ouw Kong Ek turun
dari kursinya dan melangkah ke tengah lapangan. "Baik, majulah! Aku tidak takut menghadapimu!" Swat Hong
menantang. "Sumoi, mundurlah! Biar aku menghadapi Ouw Tocu." Sin Liong mencegah sumoinya. "Tidak, aku akan
menghadapi sendiri!"

Sin Liong melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata, "Ouw-tocu, benarkah Tocu
menantang sumoiku ini? Harap Tocu suka melihat baik-baik. Sumoiku adalah seorang anak perempuan yang usianya
sebaya dengan cucumu, sehingga kalau Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang seorang cucu! Kalau
Tocu tidak malu bertanding dengan seorang anak perempuan yang sepatutnya menjadi cucumu, silahkan. Kalau Tocu,
cukup gagah biarlah aku menerima tantanganmu tadi. mari kita bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku kalah,
terserah kepada Tocu. kalau aku menang, setelah aku mengajarkan ilmu pengobatan, Tocu akan membiarkan kami
berdua pergi dari pulau ini dengan aman. Bagaimana?"

"Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku tidak
takut!" Swat Hong berteriak-teriak. Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah merah. Memang
tidak keliru omongan Sin Liong tadi. Bocah itu masih amat muda, masih kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang
anak-anak dan perempuan lagi! Tentu saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang seorang anak
perempuan kecil!

"Baiklah, mari kita mengadu kepandaian Kwa Sin Liong," katanya. Sin Liong menoleh kepada
sumoinya. "Nah, kau dengar. Yang ditantang adalah aku, buka kau, Sumoi. Mundurlah." Swat Hong
membanting-banting kaki, terpaksa dia mundur akan tetapi lebih dulu dia berkata kepada Ouw Kong Ek, "Aku selalu
masih siap untuk melayani jago Pulau Neraka yang manapun juga."

Ouw Kong Ek dan Sin Liong sidah saling
berhadapan dan keduanya saling pandang tanpa bergerak, seolaholah hendak mengukur dan menilai keadaan lawan
dengan pandangan matanya. Melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, juga pancaran sinar matanya lembut dan
bebas dari rasa takut maupun kebencian dan kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda
ini, sukar untuk dipercaya bahwa pemuda ini adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang sakti. Kelihatannya
hanya seperti seorang pemuda yang lemah, pantasnya seorang sastrawan yang biasanya hanya membaca sajak dan
menulis huruf indah atau meniup suling.

"Orang muda, mulailah!" Ouw Kong Ek berkata ragu-ragu untuk menggunakan
kepandaiannya menyerang orang yang kelihatannya lemah ini. "Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu kepandaian
ini, maka biarlah aku hanya menjaga diri saja." Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu
setidaknya memanaskan hati Ouw Kong Ek karena kedengarannya seolah-olah pemuda itu memandang rendah kepadanya.
Pemuda ini sama sekali tidak gentar menghadapinya, hal itu sama saja memandang rendah! "Kwa Sin Liong,
sambutlah seranganku!" bentaknya dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, gerakannya perlahan saja namun
didahului sambaran angin pukulan dari kedua telapak tangannya.

"Wuuuuuttt... wuuuuttt!!" hawa pukulan yang dahsyat dua kali menyambar ke arah leher dan pusar Sin Liong ketika kakek itu menggerakan kedua tangannya memukul. Dengan tubuh ringan sekali Sin Liong menggeser kaki dan berhasil mengelah sampai berturut-turut enam kali karena ternyata bahwa pukulan kakek itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan
berikutnya tanpa berhenti sedikit pun, sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya menyambar dahsyat dari
segala jurusan! barulah Sin Liong dapat membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu ketika dia meloncat
jauh ke belakang, dan siap lagi menghadapi serangan berikutnya.

"Bagus!" Ouw Kong Ek berseru kagum melihat betapa pemuda itu dengan enak saja sudah berasil menghindarkan diri dari serangan pukulan yang dinamakan Jurus Pukulan Badai Mengamuk. Kemudian dia menerjang lagi, kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat sekali. Kaki tangannya bergerak dengan cepatnya, gerakan yang aneh namun setiap gerakan mengandung daya serang
yang amat berbahaya. Kembali Sin Liong menyambut serangan-serangannya itu dengan tenang dan hati-hati, mengelak
ke sana sini dan hanya kalau terpaksa dia menggunakan kedua tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan
saja pemuda itu menangkis, namun selalu tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu berhasil menghalau
tangan lawan! Sampai tiga puluh jurus lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu kalipun membalas
serangan lawan! Tentu saja hal ini membuat Ouw Kong Ek kagum sekali.

Pemuda ini sudah diserangnya dengan hebat, didesaknya sampai keadaannya berbahaya, namun tetap tidak mau membalas. "Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa kau merasa phai-seng-gi (sungkan) kepada orang yang hendak memunggut mantu kepadamu?" Swat Hong
berteriak-teriak penuh penasaran ketika melihat suhengnya bertempur seperti orang mengalah saja.

Merah muka Sin Liong. Memang dia tidak mau membalas karena dia selamanya belum pernah memukul orang! Dia memang mempelajari
silat yang tinggi sekali tingkatannya, bahkan dari kitab-kitab lama yang rahasia dan tak pernah dibaca orang di
dalam perpustakaan Pulau Es, dia menemukan ilmu-ilmu mujijat, di antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua
ilmu silat.

Akan tetapi dia merasa sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi kepada kakek yang
sama sekali tidak ada permusuhan apa apa dengannya itu. Kini mendengar ejekan Swar Hong, dia merasa tidak enak
dan hatinya terguncang. Guncangan ini memperlambat gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan,
tangkisannya meleset dan pukulan tangan kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat dan dia
terhuyung ke belakang. Ouw Kong Ek yang merasa penasaran sekali kini maklum bahwa kalau pemuda itu membalas
serangannya, mungkin dia akan kalah! maka melihat hasil pukulannya yang membuat Sin Liong terhuyung dia cepat
mendesak maju. Dia harus mengalahkan pemuda ini karena dia ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau
Neraka, dan kalau mungkin menjadi suami Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu merobohkannya. Maka dia
cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong terhuyung ke belakang itu.

"Wuuut-plak-plak! Wuuu-plak-plak!!" Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek hebat sekali dan setiap kali Sin Liong yang masih terhuyung itu mengelak, pukulan itu berubah menjadi cengkraman yang amat lihai namun selalu tangan Sin Liong masih dapat menyapoknya! Bahkan pemuda itu berseru keras, tubuhnya melayang keatas, berjungkir balik dua kali dan sudah turun lagi ke
atas lantai dengan tubuh tegak dan sudah siap lagi! Ouw Kong Ek makin penasaran. Cepat dia menerjang maju,
kedua kakinya bergerak cepat dengan tendangan berantai yang cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti
kitiran saja sehingga kelihatannya kakek ini berkaki lebih dari dua yang bergerak susul menyusul melakukan
tendangan ke arah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Sin Liong. "Siuut-siutt...dess!!" Setelah berhasil
mengelak ke kanan kiri, Sin Liong terdesak ke sudut dan terpaksa dia menggunakan kedua lengannya menangkis
sambil mengerahkan tenaga inti salju. Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa dingin
yang menjalar melalui kaki yang tertangkis. Dia menggoyang tubuhnya beberapa kali dan ras dingin sudah terusir.

Dia memandang lawannya dengan mata terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring
dan tubuhnya sudah melayang ke atas kemudian menukik kearah Sin Liong. Sin Liong terkejut sekali, dia maklum
bahwa serangan terakhir ini bukan main hebatnya, maka dia pun lalu berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat
ke atas menyambut tubuh lawannya, kedua lengannya digerakkan di depan tubuhnya. "Plak-plak... bruukkk!!" tubuh
Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai, dan hanya setelah dia bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun
dengan agak pening. Bukan main, pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang akan sukar
disambut oleh lawan yang sakti, akan tetapi pemuda itu menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan
sehingga kedua telapak tangan mereka bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang terbanting keras!

"Belum cukupkah, Tocu?" Sin Liong bertanya dengan suara penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur , hal yang
sama sekali tidak disukainya. "Hmm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini kakek itu menyerang lagi
dengan ilmu silat yang gerakannya cepat sekali, akan tetapi juga aneh. Swat Hong yang menonton di pinggir,
memandang penuh perhatian dengan alis berkerut. Dia merasa heran sekali. Ilmu silat yang dimainkan oleh kakek
itu seperti pernah dilihatnya, seperti bukan gerakan asing, namun mengapa begitu aneh dan sama sekali tidak
dikenalnya?

Memang tidak mengherankan hal ini terjadi pada Swat Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu
memang bersumber pada ilmu silat Pulau Es, hanya sudah diubah banyak sekali menjadi ilmu silat ciptaan nenek
moyang Pulau Neraka! Bahkan kini dari kedua telapak tangan kakek itu mengepul uap hitam, dari mulutnya juga
menyembur uap hitam yang kadang-kadang menyambar ke arah muka Sin Liong. Sebagai seorang hali pengobatan Sin
Liong segera mengenal hawa beracun keluar dari uap hitam itu, maka dia bersikap hati-hati, setiap kali ada uap
hitam menyambar. Sementara itu, sambil mengelak dan menangkis dia mencurahkan seluruh perhatiannya dan dengan
ilmu mujijat yang didapatnya dari kitab, yaitu mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat
mencatat dan hafal akan jurus-jurus yang dimainkan oleh lawannya.

"Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau takut?" Swat Hong berteriak lagi. Ouw Kong Ek yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang rendah dan dipermainkan, membentak, "Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga
tidak mau balas menyerang?" Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang
mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah oleh kakek itu dan dianggap takut
oleh Swat Hon! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek
itu keras kepala dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu, tidak ada
pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan hati karena menyerang orang merupakan hal yang
berlawanan dengan hatinya, lalu kaki tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruan-seruan kaget dari
mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak
dan menangis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya terguling.

"Heiiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini ?" Kakek yang sudah terguling karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua
lututnya tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu
pemuda itu dapat menyusulkan serangan maut yang dapat menewaskannya!

Sin Liong menjura dan melangkah mundur. "Aku hanya meniru-niru dari Tocu sendiri...." Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang kedua tangan pemuda itu. "Kwa Sin Liong ...engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu
silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekar besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!" Semua penghuni
Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan
mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil berkata tersipu-sipu, "Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan
berlebihan..." "Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu
pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham,
kami akan mempersilahkan Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan aman."


"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan obat
penawanya." Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dan berkata, "Sin Liong, kau hebat sekali! Aku sungguh kagum
kepadamu ." Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang
wajah Sin Liong penuh kekaguman. "Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang
sengaja mengalah kepadaku," kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah. Dia maklum bahwa Soan Cu seorang dara
remaja yang berhati polos dan wajar, maka di depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan
memegang kedua tangannya begitu saja. Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah
melihat betapa Swat Hong membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu
membalikan tubuh dan berlari pergi!

Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan
teliti dan hati-hati Sin Liong melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu,
kemudian dia mencarikan obat penawarnya dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga, atau
buah yang berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu. Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya
mencarikan bahan-bahan obat itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.


Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau Neraka merasa berterima kasih sekali kepada Sin Liong, apalagi setelah
terbukti banyak penghuni yang sembuh dari penderitaan penyakit akibat keracunan setelah menggunakan obat-obat
seperti yang ditunjuk oleh pemuda itu. Dia dianggap sebagai seorang dewa penolong mereka dan diperlakukan
dengan sikap penuh hormat. Setelah "terpaksa" tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat Hong
mendapatkan kenyataan bahwa Soan Cu adalah seorang remaja yang benar-benar tulus, jujur dan wajar sehingga
mudah saja di antara mereka terjalin persahabatan yang akrab. bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan
terangterangan tanpa dibuat-buat dan tanpa usaha menarik hati Sin Liong menyatakan suka dan cintanya kepada Sin
Liong,

Swat Hong menyambut pernyataan itu dengan hati terharu. Diam-diam menaruh hati kasihan kepada dara Pulau
Neraka ini karena dia tahu bahwa hati suhengnya itu jauh daripada cinta! Suhengnya belum pernah mengacuhkan
tentang hubungan di antara mereka, juga suhengnya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu.
Dianggapnya suhengnya itu terlalu "dingin" dan sudah seringkali dia sendiri merasa kecewa melihat suhengnya
sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat! Padahal dia sendiri belum yakin apakah dia mencintai suhengnya,
sungguhpun dia merasa suka sekali kepada pemuda itu namun sebagai seorang dara remaja, tentu saja dia merasa
tidak puas menyaksikan sikap pemuda yang "dingin" saja terhadapnya. Sebagai seorang wanita muda yang sehat dan
normal, tentu saja Swat Hong juga ingin agar semua orang, terutama kaum pria, memandangnya dengan kagum dan
suka, bahkan dia pun seperti semua wanita di dunia ini agaknya, akan merasa bangga kalau semua orang laki-laki
jatuh cinta kepadanya!

Hari keberangkatan mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan Swat Hong
diantar oleh semua penghuni Pulau Neraka sampai ke pantai, dimana telah tersedia sebuah perahu yang lengkap
dengan layar, dayung,dan bekal makanan. Soan Cu mengantar dengan mata berlinang air mata. Semenjak tadi dara
ini menangis, bahkan rewel kepada kakeknya hendak ikut pergi bersama Sin Liong dan Swat Hong. "Hushhh, apakah
kau gila?" demikian kakeknya menjawab. "Kau hendak ikut ke Pulau Es? tidak tahukah kau bahwa semua penghuni
Pulau Neraka dilarang menginjakan kaki ke Pulau Es? Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai
seorang pelanggar hukum!" Juga Sin Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri sedang
menghadapi malapetaka, bahkan dia bersama suhengnya sedang berusaha mencari ibunya.

Selama tiga bulan ini, Ouw Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau kosong di sekitar Pulau Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni Pulau Neraka yang
mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es.

Setelah perahu yang ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong pergi Jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya menangis. "Kong-kong, akupun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang pergi mencari ibunya!" Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng cucunya yang tercinta itu kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir sekali karena dia
tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa dan telah tergoda oleh cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal
lebih lama di Pulau Neraka. Dia maklum bahwa agaknya takan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan
pulau dan kalau hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apalagi artinya hidup baginya di pulau itu? Puteranya telah
lenyap dan satu-satunya orang yang selamanya ini membuat hidupnya berarti hanyalah Soan Cu.

Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es, Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka sudah
menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong, namun sia-sia belaka. Akhirnya
mereka mengambil keputusan untuk kembali ke Pulau Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali
ke Pulau Es. "Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku telah melanggar janjiku
untuk mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?" Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah mendekati
Pulau Es. "Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun marahnya, aku percaya bahwa suhu
akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...." "Tapi
dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali lebih kejam daripada racun yang paling jahat di
pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan mulut wanita jahat itu..." "Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan
dengan menyangka yang bukan-bukan. Sudalah, kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal
yang belum terjadi. Singkirkan saja kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun
yang akan terjadi, aku tidak akan membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa
kita berdua." "Suheng... betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?" "Tentu saja, Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekalipun?" "Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai kesalahan apa
pun." "Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. mari kita mendarat."

Makin tegang hatinya dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa beberapa orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera berlari pergi menuju ke tengah pulau, bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya memanggil mereka. Makin
tidak enak mereka, namun dengan tenang Sin Liong mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah
pulau itu, menemui Raja Han Ti Ong dan bertanya tentang Liu Bwee. Tak lama kemudian, keduanya berhenti
tiba-tiba ketika melihat raja itu sendiri berlari-laridatang bersama permaisuri dan pembantu-pembantu yang
terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang
menyambutnya dengan girang melihat di pulang.

Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba di depan
mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan telujuknya ke arah mereka sambil membentak, "Manusia-manusia
rendah! kalian masih berani menginjakan kaki di Pulau Es? Membikin kotor pulau ini? keparat!" "Ayah...!!"
"Suhu...!!" "Plak! Plak!!" Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan kecepatan
kilat telah menampar mereka. Dengan alis berdiri Raja Han Ti Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah
muka dua orang muda yang menjadi kaget setengah mati dan merangkak bangun itu. "Jangan sebut aku Ayah dan Suhu!
Kalian berdua telah minggat dengan diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga Han!
Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku? Huh!!" "Ayahhhh....apa...apa yang terjadi....? Mana
Ibuku...?" "Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!" "Ayah...!" "Diam! Dan
minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!" "Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!" Swat Hong
yang berlutut itu menangis sesungguhnya. "Bagus! Kau minta mati?" "Suhu...!" Suara Sin Liong ini mengandung
wibawa sedemikian hebatnya sehingga Han Ti Ong sendiri sampai terkejut menghentikan langkahnya yang hendak
menghampiri puterinya.

Sepasang mata Sin Liong mengeluarkan sinar yang luar biasa dan sejenak Ha Ti Ong
ragu-ragu. Teringatlah dia akan keadaan dahulu ketika anak ajaib ini menyuruhnya menolong The Kwat lin,
menyuruhnya berhenti untuk menguburkan mayat-mayat. Seperti itu pula kekuatan mujijat yang keluar dari sepasang
mata itu. Sepasang mata yang sedikitpun tidak membayangkan takut, atau marah, atau kekerasan, hanya
membayangkan kelembutan yang mengharukan. "Suhu, harap suhu bersabar dulu. Menjatuhkan hukuman tanpa
memberitahu kesalahan orang, sungguh tidak adil sekali, sungguhpun Sumoi adalah puteri Suhu sendiri."

Bangkitkembali marah Han Ti Ong. "Sin Liong, bagus perbuatanmu, ya? Kau masih berpura-pura lagi? Dia pergi tanpa
pamit, hal itu masih belum apa-apa, akan tetapi dia pergi lalu kau susul, bersamamu pergi sampai
berbulan-bulan, pantaskah itu? Kalian tidak tahu malu, dan menodakan nama baik keluarga Kerajaan Han!"

Diam-diam Sin Liong terheran. mengapa suhunya berubah seperti ini? Tentu saja dia tidak tahu betapa para keluarga yang
membenci Liu Bwee telah menggunakan kesempatan selagi terjadi peristiwa penghukuman atas diri Liu Bwee itu
untuk membakar hati raja ini, terutama sekali melalui mulut permaisuri! "Ayah, jangan menuduh yang bukan-bukan.
Aku memang pergi dan bertemu dengan suheng, akan tetapi apakah salahnya dengan itu?" "Hemm, apa, salahnya, ya?
Tidak salahkah kalau seorang pemuda dan seorang dara berdua saja sampai hampir setengah tahun lamanya?
Mingkinkah tidak akan terjadi apa-apa antara kalian, di tempat sunyi, hanya berdua saja! Hem...hemmm... siapa
percaya tidak akan terjadi apa-apa yang kotor?" ucapan ini keluar dari mulut permaisuri, The Kwat Lin yang
tersenyum mengejek. "Ibu, kalau Enci Hong dan Suheng melakukan hubungan gelap, kawinkan saja mereka, mengapa
ribut ribut?" Tiba-tiba Bu Ong, putera raja yang baru berusia kurang lebih delapan tahun itu, berkata dengan
suara nyaring.

"Hussshhh! Tutup mulutmu!" Kwat Lin membentak puteranya yang segera cemberut, tapi memandang kepada Swat Hong dan Sin Liong dengan pandang mata mengejek. Hampit saja Swat Hong tak dapat percaya akan apa yang didengarnya. Ayah dan ibu tirinya menuduh dia berjinah dengan Sin Liong! Dengan dada sesak dan kemarahan yang meluap-luap, Swat Hong lupa diri dan meloncat bangun, menjerit dengan kata-kata yang seperti dilontarkan kepada ayahnya, "Ayah! Mengapa ada fitnah sekeji ini? Ayah, insyaflah, Ayah telah dikelabui, Ayah telah mabuk oleh rayuan..." "Plak! Desss!!" Tubuh Swat Hong terlempar dan terguling-guling ketika terkena tamparan dan pukulan tangan ayahnya sendiri. "Suhu, ini tidak adil sama sekali!" "Plak! Desss!!!" Tubuh Sin Liong juga terjungkal, Akan teapi pemuda ini sudah meloncat bangun kembali. Sedikit pun tidak merasa takut, bahkan kini dia memandang tajam kepada Han Ti Ong.

"Suhu, andaikata Suhu memukul tee-cu sampai mati sekalipun, sudah sepatutnya karena karena tee-cu hanyalah seorang murid yang telah menerima banyak kebaikan dari Suhu dan tee-cu rela membalasnya dengan nyawa. Akan tetap, Sumoi adalah puteri Suhu sendiri, darah daging suhu sendiri! Mengapa Suhu begitu tega? Di manakah rasa kasih di hati Suhu?"

"Keparat!" Han Ti Ong memaki dengan suara gemetar saking marahnya. Melihat betapa Sin Liong berani menantangnya untuk membela Swat Hong makin besar kepercayaannya akan desas-desus bahwa puterinya main gila dengan muridnya ini. "Kau mau memberi kuliah kepadaku? Kalau dia orang lain, aku tidak akan perduli apa yang dilakukannya. Justru karena dia anaku dan aku cinta kepada anakku, maka aku perlu mengajarnya!"

"Hemmm, begitulah cinta di hati Suhu? Cinta suhu siap untuk berubah menjadi kemarahan, kebencian yang meluap karena Suhu merasa bahwa puteri Suhu tidak menyenangkan hati suhu? itu bukan cinta, Suhu! Suhu hanya mementingkan diri sendiri, kalau disenangkan hati Suhu, biar orang lain sekalipun akan Suhu perlakukan dengan baik, akan tetapi kalau hati Suhu dikecewakan, biar anak sendiri akan dibunuh!" "Plak-plak! Dess...!" Kembali tubuh Sin Liong terjungkal dan kini darah mengucur dari mulut dan hidungnya.

"Suheng...! Ahhh, Ayah... Jangan...!" Swat Hong sudah meloncat ke depan dan menubruk suhengnya. "Anak durhaka, murid
murtad! Dess!" kini Swat Hong yang mengeluh dan terjungkal terkena tendangan ayahnya yang sedang marah itu. Masih untung bagi mereka berdua bahwa Han Ti Ong hanya berniat mengajar dan menghukum, kalau berniat membunuh, tentu mereka sudah tak benyawa lagi. Saking marahnya, biarpun melihat murid dan puterinya sudah beberapa kali dihantam dan ditendangnya sampai mulut dan hidung mengeluarkan darah dan muka mereka bengkak-bengkak, Han Ti Ong masih saja menghajar mereka.

"Ongya, harap ampunkan mereka...." Tiba-tiba beberapa orang pembantu utama berlutut di depan Raja yang marah ini dan menyabarkan hatinya. Han Ti Ong berdiri dengan napas terengah-engah, mata terbelalak dan muka merah sekali. dia menjadi hampir putus napasnya saking marahnya. "Hemmm, mereka ini bocah-bocah kurang ajar yang layak dibunuh!" katanya.

"Ongya, sejak dahulu belum pernah ada hukuman dilaksanakan tanpa diadili lebih dulu, harap Ongya ingat akan keadilan Kerajaan Pulau Es yang sudah terkenal semenjak ratusan tahun," kata seorang pembantu yang sudah berusia lanjut.

Han Ti Ong menghela napas panjang dan dia teringat. Sebetulnya, dia sedang berada dalam keadaan duka dan kecewa. duka mengingat akan istrinya, Liu Bwee, yang kini menimbulkan penyesalan di dalam hatinya karena dia pun mulai meragukan kesalahan istrinya itu.
Kecewa karena serangkaian peristiwa yang tidak menyenangkan hatinya, mengganggu ketentraman hidupnya di Pulau Es.

"Anak durhaka, untung engkau belum kubunuh! Kau boleh membela diri, kalau memang masih ada yang akan kau katakan!" Dengan tubuh sakit-sakit dan hampir pingsan, Sin Liong masih dapat membantu Sumoinya, bangkit duduk, bahkan tidak memperdulikan keadaan dirinya sendiri, dia menyusuti peluh, air mata dan darah dari muka sumoinya, kemudian menarik sumoinya untuk berlutut di depan raja yang sedang marah itu. "Sumoi, laporkanlah semuanya kepada Suhu..." bisiknya. "Apa gunanya? Biarlah aku dibunuh! Biarlah, Ibu lenyap tak berbekas dan akan dibunuhnya... tentu akan puas hatinya...hu-hi-huuuuukkk...." Swat Hong menangis terisak-isak.

Melihat keadaan puterinya ini, tersentuh juga rasa hati Raja Han Ti Ong. "Sin Liong, hayo ceritakan apa yang terjadi! kami
semua menuduh kalian berdua selama berbulan-bulan dan tentu kalain telah melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Mengakulah! Awas, kalau kau membohong, akan kubunuh kau sekarang juga!"

"Suhu boleh membunuh teecu kalau teecu berbohong. Bahkan kalau teecu tidak membohong sekalipun, teecu menyerahkan nyawa teecu kepada suhu. Sebetulnya, ketika melihat sumoi pergi membuang diri ke Pulau Neraka dan melihat Subo juga pergi, teecu merasa
kasihan dan berkhawatir sekali. Maka teecu diam-diam lalu mengejar dan menyusul ke Pulau Neraka." kemudian dengan panjang lebar dan jelas Sin Liong menceritakan semua pengalaman mereka di Pulau Neraka dan mengapa mereka sampai berbulan-bulan berada di pulau itu. Berkerut Raja Han Ti Ong. Di lubuk hatinya, dia percaya kepada muridnya ini. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat membohong dengan sikap seperti yang diperlihatkan muridnya. Tidak, tentu muridnya tidak berbohong. Akan tetapi hatinya masih marah dan ia makin marah ketika mendengar betapa Pulau Neraka telah berani menahan puterinya sebagai sandera! "Swat Hong! Benarkah cerita Sin Liong?" bentaknya kepada dara yang masih menangis sesenggukan itu. "Apa gunanya Ayah bertanya kepadaku? Lebih baik Ayah menyelidiki sendiri ke Pulau Neraka. Kalau aku dan suheng berbohong, boleh bunuh seribu kali juga tidak apa." Memang sejak dahulu Swat Hong bersikap manja kepada ayah bundanya, pula dia memiliki watak keras, tidak takut mati, maka dalam keadaan seperti itu pun dia bersikap berani dan menantang!

"Siapkan pasukan, tiga puluh orang untuk ikut bersamaku ke Pulau Neraka!" Raja itu memerintah kepada pembantunya dengan suara marah dan pada hari itu juga dia berangkat bersama tiga puluh orang pasukan menuju ke Pulau Neraka! Dapat dibayangkan betapa gagetnya para penghuni Pulau Neraka ketika diserbu oleh pasukan Pulau Es yang dipimpin Oleh Raja Han Ti Ong sendiri! Ouw Kong Ek sendiri yang maju dan berusaha melawan, dalam belasan jurus saja telah dirobohkan dan dipaksa menceritakan apa yang terjadi ketika puteri Raja Pulau Es itu berada di Pulau Neraka. Dengan kebencian dan dendam yang makin mendalam, Ouw Kong Ek menceritakaan keadaan sebenarnya, tepat seperti yang telah didengar oleh Han Ti Ong dari mulut Sin Liong. Maka mulailah raja ini merasa menyesal mengapa dia telah terburu nafsu menghajar, bahkan hampir saja membunuh Sin Liong dan Swat Hong yang sebetulnya
tidak berdosa.

Mulailah dia teringat bahwa kemarahanya itu timbul karena bujukan dan kata-kata yang membakar dari permaisurinya. Dia menjadi marah sekali dan kemarahannya itu dilampiaskannya di Pulau Neraka. Pulau itu diobrak-abrik, sebagai hukuman telah berani menahan puterinya. Bahkan kitab catatan Sin Liong tentang racun dan pengobatanya, dihancurkan dan dibakarnya! Setelah puas melampiaskan kemarahanya, Han Ti Ong memimpin pasukannya meninggalkan Pulau Neraka, meninggalkan para penghuni yang banyak menderita luka lahir batin itu dan Raja ini telah menanamkan dendam yang makin menghebat di dalam hati para penghuni Pulau Neraka.

Sepekan kemudian, barulah rombongan Han Ti Ong tiba kembali di Pulau Es dan wajah Raja ini seketika pucat setelah dia mendengar
berita yang lebih hebat dan mengejutkan lagi, yaitu bahwa sehari setelah dia dan pasukanya berangkat, permaisuri dan pangeran telah pergi meninggalkan Pulau Es! Dan belum pulang . Makin terpukul lagi bathin Raja Han Ti Ong ketika dia mendapat kenyataan bahwa kitab-kitab pusaka Pulau Es telah lenyap, berikut banyak harta benda berupa mas dan permata yang disimpan didalam kamarnya! Hampir saja dia roboh pingsan mendapat kenyataan bahwa permaisurinya, The Kwat Lin, gadis yang ditolongnya itu, ternyata telah berkhianat!

"Mengapa tidak kalian larang mereka pergi? Mengapa? Sin Liong, engkau muridku, mengapa engkau mendiamkan saja pergi membawa
pusaka-pusaka kita?" dalam bingung dan marahnya dia menegur Sin Liong. "Suhu, Subo pergi hanya memberi tahu bahwa Subo bersama Sute hendak menyusul ke Pulau Neraka. Siapa yang berani menghalangi Subo? Kami semua tidak ada yang mengira bahwa Subo tak kan kembali, dan tidak ada yang tahu bahwa Subo membawa sesuatu, harap maafkan teecu."

Han Ti Ong membanting-banting kakinya, lalu berlari memasuki kembali istana setelah tadi dia memeriksa dan melihat kehilangan pusaka Pulau Es. Ketika dia memanggil dua orang muda menghadap, Sin Liong dan Swat Hong melihat perubahan hebat terjadi pada diri raja sakti ini. wajahnya menjadi suram dan gelap, sepasang mata yang biasanya bersinar dan berpengaruh itu, menjadi redup seperti lampu kekurangan minyak. Dan rambut yang tadinya hanya sedikit putihnya, mendadak berubah hampir seluruhnya, dan suaranya tidak bersemangat ketika berkata, "Sin Long..., Swat Hong..., kalian ampunkan aku..." "Suhu...!" Sin Liong berlutut dan menundukan muka. "Ayah... jangan berkata begitu Ayah...!" Swat Hong meloncat menubruknya.

Ayah dan anak itu saling rangkulan dan Sin Liong makin menundukan mukanya ketika mendengar suhunya menangis mengguguk seperti anak kecil ! Setelah Han Ti Ong dapat menguasai kembali hatinya dia mencium dahi puterinya dan menyuruhnya duduk kembali. Swat Hong menyusuti air matanya dan berlutut di dekat Sin Liong.

"Aku telah bedosa. Sekarang baru aku tahu...aku telah berdosa. Mungkin sekali... tidak, aku yakin sekarang, bahwa ibu Swat Hong tidak bersalah apa-apa, hanya terkena fitnah... aih, apa yang telah kulakukan? Dan aku hampir saja membunuhmu, Sin Liong, dan kau Swat Hong anaku. Orang macam apa aku ini? Dan aku mengaku cinta kepada anakku? Huh, huh, engkau benar, Sin Liong. Tidak ada
cinta di dalam hatiku yang kotor, yang ada hanya nafsu berahi sehingga mudah saja aku dipermainkan oleh wanita itu. Aihhhh....kalian maafkan aku. Swat Hong, hanya satu pesanku kepadamu, anakku. Kau... kau menjadilah jodoh Sin Liong. Jadilah kalian suami istri, baru akan terobati hatiku..." "Suhu...!"

bersambung - 9...............

0 komentar:

Posting Komentar