Kamis, 30 Mei 2013

pedang kayu harum [ 29 ]

perjalanan jauh, bahkan yang hampir saja membuat mereka binasa di tangan Bu-tek Sam-kwi.
“Bocah bermulut lancang, kau tahu apa? Hayo minggat dari sini!” Hek-how Tan Kai Sek
piauwsu tua itu melangkah maju hendak menyeret dan mendorong pergi Keng Hong, akan
tetapi tiba-tiba dia terhuyung mundur karena ada tenaga hebat mendorongnya. Kiranya Sin-jiu
Kiam-ong kini sudah bangkit dan berdiri di dekat Keng Hong. Wajah kakek ini masih pucat,
akan tetapi sinar matanya berseri dan mulutnya yang masih merah karena darah tersenyum.

“Tak seorangpun boleh mengganggu Cia Keng Hong! Dia ini muridku, dan dialah ahli
warisku. Perkenalkan, hei, para pendekar! Pandanglah baik-baik. Inilah dia muridku, orang
yang akan mewarisi semua milikku termasuk pedang Siang-bhok-kiam. Ha-ha-ha!”

Sembilan orang itu tercengang! Mereka bersusah payah, mengandalkan dendam mereka untuk
berusaha mendapatkan pedang pusaka dan warisan kitab-kitab dan ilmu si raja pedang, kini
begitu saja si raja pedang mengangkat murid dan hendak mewariskan Siang-bhok-kiam
kepada seorang bocah penggembala kerbau!

"Omitohud...! Kehendak Tuhan terjadi penuh mujisat!" Thian Ti Hwesio mengeluh panjang.
"Sin-jiu Kiam-ong! Engkau melanggar janji...!" bentak Sin-to Gi-hiap. Sin-jiu Kiam-ong
tertawa,

"Siapa melanggar janji? Bukankah kukatakan bahwa aku tidak akan melawan kalau kalian
hendak membunuhku di sin? Bukankah akupun tidak pernah melawan kalian tadi dan tidak
menghalangi kalau kalian hendak merampas pedang Siang-bhok-kiam? Bukankah kukatakan
sebulan yang lalu bahwa yang berhak memiliki Siang-bhok-kiam adalah orang yang berjodoh
dengannya? Nah, bocah inilah yang berjodoh dengan aku dan dengan pedang ini. Dan
ketahuilah, setelah aku mengangkat murid, tentu saja aku tidak mau mati sekarang. Aku ingin
hidup lebih lama lagi untuk mendidiknya, sesuai dengan tugas kewajiban seorang guru!
Pergilah kalian, pergilah....!”

Sembilan orang itu ragu-ragu dan mereka kecewa serta menyesal sekali. Biarpun Sin-jiu
Kiam-ong telah terluka, namun ilmu kepandaiannya yang hebat amat sukar dilawan. Selain
itu, mereka sendiripun telah terluka dan kehilangan senjata. Mereka ini adalah orang-orang
cerdik. Mereka tahu bahwa Sin-jiu Kiam-ong sudah amat tua, apalagi menderita luka hebat.
Kiranya takkan lama lagi usianya. Dan bocah itu jelas belum mengenal ilmu silat sama sekali.
Digembleng bagaimana hebatpun, hanya dalam beberapa tahun apa artinya? Akhirnya mereka
tentu akan dapat merampas pedang dan kitab-kitab itu, bukan dari tangan Sin-jiu Kiam-ong,
melainkan dari tangan ahli warisnya ini!

Pada saat itu, bersilir angin halus dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang tosu yang
berwajah gagah penuh wibawa. Dia ini bukan lain adalah Kiang Tojin, tokoh Kun-lun-pai
yang berilmu tinggi itu. Ketika semua orang yang memandang, ternyata bukan hanya Kiang
Tojin yang datang, melainkan banyak sekali tosu-tosu Kun-lun-pai, sedikitnya ada tiga puluh
orang, semuanya memegang pedang seperti Kiang Tojin, dan gerakan mereka begitu rapi,
tangkas dan ringan sehingga tahu-tahu tempat itu telah dikepung!

Kiang Tojin sejenak memandang kepada Keng Hong dengan heran, kemudian dia menjura
penuh hormat kepada Sian-jiu Kiam-ong dan berkata, "Mohon maaf kepada Sie-taihiap
(pendekar besar she Sie) kalau pinto dan saudara-saudara mengganggu. Akan tetapi,
kehadiran banyak sahabat Kang-ouw di Kun-lun-pai masih dapat kami biarkan mengingat
bahwa mereka itu adalah tamu-tamu Taihiap, hanya kehadiran tiga Bu-tek Sam-kwi benar-
benar tak dapat kami biarkan saja. Tokoh-tokoh datuk hitam macam mereka tidak berhak
mengotorkan bumi Kun-lun! Harap Taihiap maklum dan maafkan pinto yang hanya
memenuhi perintah suhu."

Sin-jiu Kiam-ong tertawa, dan menarik napas panjang. "Thian Seng Cinjin bersikap amat
sabar, sungguh patut dipuji." Kemudian dia menoleh ke arah sembilan orang tokoh yang
mengganggunya dan berkata, "Kalau kalian sembilan orang masih tidak hendak lekas pergi,
aku tidak akan menganggap kalian sebagai tamu lagi dan terserah kepada pihak Kun-lun-pai

0 komentar:

Posting Komentar