Senin, 13 Mei 2013

bukek sian su - 12

Dengan hati berat namun karena tidak ada orang lain yang mereka pandang setelah ayah mereka meninggal, dua orang muda itu terpaksa mengikuti The Kwat Lin bersama Han Bu Ong pergi meninggalkan Hen-san.
***************

Bu-tong-pai adalah sebuah perkumpulan silat yang besar, merupakan sebuah di antara "partaipartai" persilatan yang terkenal. Akan tetapi pada saat itu,Bu-tong-pai sedang berkabung. Di markas perkumpulan itu yang letaknya di lereng pegunungan Bu-tong-san, dari
pintu gerbang sampai rumah-rumah para tokoh dan murid kepala, tampak kibaran kain-kain putih menghias pintu,
tanda bahwa Bu-tong-pai sedang berkabung.

Siapakah yang meninggal dunia? Bukan lain adalah ketua Bu-tong-pai
yang sudah berusia lanjut, yaitu Kiu Bhok San-jin yang meninggal dunia dalam usia delapan puluh tahun.

Baru saja upacara penguburan selesai dilakukan oleh para anak murid Bu-tong-pai, para tamu telah meninggalkan
Pegunungan Bu-tong-san, akan tetapi semua anak buah murid Bu-tong-pai masih berkumpul di sekitar kuburan baru
itu.

Suasana penuh pergabungan dan masih tampak beberapa orang murid yang mengusap air mata. Kui Bhok San-jin
terkenal sebagai seorang ketua dan guru yang baik dan yang dicintai oleh para anak murid Bu-tong-pai.

"Suhu...!" Seruan ini membuat semua orang menengok dan tampaklah seoang wanita cantik berlari mendatangi,
diikuti oleh seorang muda-mudi remaja dan seorang anak laki-laki. Wanita itu tidak menoleh ke kanan kiri,
melainkan langsung berlari menghampiri kuburan baru dan menjatuhkan diri berlutut di depan batu nisan sambil
menangis. "Ahh, bukankah dia Sumoi The Kwat Lin....?" Seorang murid Kui Bhok San-jin yang usianya lima puluhan
berseru.

Semua orang memandang dan kini mereka pun mengenal wanita yang berpakaian indah seperti seorang nyonya
bangsawan itu. The Kwat Lin! Tentu saja mereka semua kini teringat. Bukankah The Kwat Lin merupakan seorang
anak murid Bu-tong-pai yang amat terkenal, sebagai orang termuda dari Cap-sha Sin-hiap yang sudah
bertahun-tahun lenyap tanpa meninggalkan jejak?

"Benar, dia orang termuda dari Cap-Sha Sin-hiap!" terdengar
seruan-seruan setelah mereka mengenal wanita cantik itu. Mendengar suara-suara itu, wanita ini lalu bangkit
berdiri, menyusuti air matanya, kemudian memandang kepada mereka sambil berkata, "Benar, aku adalah The Kwat
Lin, orang termuda dari Cap-Sha Sin-hiap. Masih baik kalian mengenalku! Sekarang suhu telah meninggal dunia,
siapakah yang akan menggantikannya sebagai ketua Bu-tong-pai?"

Para tokoh Bu-tong-pai terkejut menyaksikan
sikap angkuh ini. Di antara mereka, terdapat delapan orang yang terhitung suheng-suheng dari The Kwat Lin, dan
orang tertua di antara mereka adalah seorang kakek berpakaian seperti pendeta tosu. Sejak tadi kakek tosu ini
mengerutkan alisnya setelah mendengar bahwa wanita itu adalah seorang muda dari Cap-sha Sin-hiap, maka kini
mendengar pertanyaan Kwat Lin, dia melangkah maju dan berkata, "Sian-cai..., tak pernah pinto sangka bahwa
anggauta termuda dari Cap-sha Sin-hiap akan muncul hari ini. Berarti engkau adalah murid termuda dari mendiang
suheng, dan kalau engkau ingin mengetahi, pinto yang dipilih oleh anak murid Bu-tong-pai, juga telah ditunjuk
oleh mendiang suheng menjadi ketua di Bu-tong-pai."

Kwat Lin mengangkat mukanya memandang. Tosu itu bertubuh
kecil sedang, dan biarpun mukanya penuh keriput, namun matanya bersinar terang dan jenggotnya yang terpelihara
baik mengitari mulutnya itu masih hitam semua, demikian pula rambutnya yang diikat dan diberi tusuk konde dari
perak. Pakaiannya sederhana saja, pakaian seorang pendeta To yang longgar. "Siapakah Totiang?" "Ha-ha-ha-ha,
sungguh lucu kalau seorang murid keponakan tidak mengenal susioknya sendiri. Ketahuilah bahwa pinto adalah Kui
Tek Tojin, satu-satunya saudara seperguruan dari mendiang Kui Bhok San-jin."

Kwat Lin sudah pernah mendengar
nama susioknya (paman gurunya) ini, seorang tosu perantau, sute termuda dan satu-satunya yang masih hidup dari
mendiang suhunya. Dia mencibirkan bibirnya yang merah dengan gaya mengejek, kemudian berkata dengan suara
lantang, "Ah, kiranya Susiok Kui Tek Tojin yang menggantikan Suhu menjadi ketua Bu-tong-pai? Sungguh keputusan
yang sama sekali tidak tepat! Aku tidak setuju sama sekali kalau Susiok yang menjadi ketua!"

Tosu itu membelalakan matanya dan memandang kaget, heran dan penasaran. Akan tetapi sebelum dia mengeluarkan kata-kata,
seorang tosu lain yang bernama Souw Cin Cu, murid tertua dari Kui Bhok San-jin, melangkah maju dan berkata,
"Sumoi, apa yang kaukatakan ini? Betapa beraninya engkau mengatakan demikian! Keputusan ini tidak saja sesuai
dengan petunjuk suhu, juga telah menjadi keputusan kami semua. Pula, Susiok merupakan satu-satunya saudara
seperguruan mendiang Suhu, sehingga kedudukannya paling tinggi dan usianya paling tua di antara kita. Siapa
lagi kalau bukan Beliau yang menggantikan Suhu menjadi ketua kita?" "Siancai, kedatangan yang mendadak dan tak
tersangka-sangka, juga pendapat yang mengejutkan. Betapapun juga, sebagai murid mendiang Suheng, dia berhak
berbicara untuk kepentingan dan kebaikan Bu-tong-pai. The Kwat Lin, bukankah demikian namamu tadi? Kalau
menurut pendapatmu, siapa gerangan yang patut dijadikan ketua Bu-tong-pai menggantikan Suheng yang telah tidak
ada?" "Harap maafkan aku, Susiok.

Bukan sekali-kali aku memandang rendah kepada Susiok, akan tetapi penolakanku
itu berdasarkan perhitungan yang matang." Kwat Lin berkata kepada calon ketua Bu-tong-pai itu, mengejutkan dan
mengherankan semua orang yang mendengar dan melihat sikap tidak menghormat dari wanita itu. "Pertama-tama sejak
dahulu Susiok selalu merantau, tidak pernah memperdulikan keadaan Bu-tong-pai, apalagi Susiok adalah seorang
tosu sehingga kalau Susiok yang menjadi ketua Bu-tong-pai, ada bahayanya Bu-tong-pai akan berubah menjadi
perkumpulan Agama To! Berbeda sekali dengan pendirian mendiang Suhu yang bebas sehingga murid suhu pun terdiri
dari bermacam-macam golongan. Selain itu, selama ini Bu-tong-pai makin kehilangan sinarnya, menjadi bahan
ejekan dan bahan penghinaan orang lain."

"Ahhhh...!" terdengar suara memprotes dari sana-sini dan Souw Cin Cu
kembali berkata penasaran, "Sumoi aku benar-benar merasa heran mendengar kata-katamu dan melihat sikapmu.
Sepuluh tahun engkau dan para suhengmu menghilang dan kini engkau muncul seperti seorang yang lain. Seperti
langit dengan bumi bedanya antara engkau dahulu dan engkau sekarang! Sumoi, kau mengatakan bahwa Bu-tong-pai
menjadi lemah dan menjadi bahan ejekan dan penghinaan orang lain. Apa artinya ini?"

"Souw Cin Cu Suheng, selama bertahun-tahun ini Cap-sha Sin-hiap telah lenyap, tahukah engkau apa yang terjadi dengan mereka?" "Kami telah berusaha menyelidiki namun tidak dapat menemukan kalian."

"Hemm, itulah tandanya bahwa Bu-tong-pai amat lemah,
sehingga semua suhengku, tokoh-tokoh Cap-sha Sin-hiap, dibunuh orang tanpa diketahui oleh Bu-tong-pai!" Semua
orang terkejut sekali mendengar bahwa dua belas orang dari Cap-sha Sin-hiap telah dibunuh orang! "Siapa yang
membunuh mereka?" Souw Cin Cu bertanya dengan suara marah sekali.

Hati siapa yang takkan menjadi panas dan
marah mendengar bahwa dua belas orang saudara seperguruannya dibunuh orang? "Hemm, terlambat sudah! Dua belas
orang Suheng dibunuh oleh Pat-jiu Kai-ong ketua Pat-jiu Kai-pang di Heng-san." "Ohhh...!" kini Kui Tek Tojin
berseru kaget, "Pat-jiu Kai-ong...?? Mengapa...??"

Kwat Lin tersenyum mengejek. "Ahhh, tentu Susiok pernah
mendengar nama besarnya dan menjadi gentar, bukan? Memang dialah datuk sesat yang terkenal itu, yang telah
membunuh dua belas orang Suhengnya. dan peristiwa itu berlalu begitu saja! Tiga belas orang tokoh Bu-tong-pai
mengalami penghinaan, dan Butong- pai sendiri diam saja. Apalagi berusaha membalas dendam, bahkan tahupun tidak
akan peristiwa itu! Ini tandanya bahwa Bu-tong-pai lemah! Kini Bu-tong-pai hendak diketahui oleh Susiok, apakah
akan dijadikan markas kaum pendeta Tosu dan menjadi makin lemah lagi? Aku sendirilah yang harus turun tangan
membunuh musuh-musuh besar kami, membunuh Pat-jiu Kai-ong dan membasmi Pat-jiu Kai-pang di Heng-san. Melihat
kelemahan Bu-tong-pai, aku tidak setuju kalau mendiang Suhu digantikan kedudukannya oleh Susiok Kui Tek To-jin
harus diganti oleh orang yang memiliki kepandaian tinggi dan dapat memajukan dan memperkuat Bu-tong-pai,
barulah tepat!"

Kwat Lin bicara penuh semangat, mukanya yang cantik dan berkulit halus itu kemerahan, sepasang
matanya bersinar-sinar dan dengan tajamnya menyapu wajah semua anak murid Bu-tong-pai yang hadir di situ.
Pandang mata bekas orang termuda Cap-sha Sin-hiap ini membuat banyak anak murid Butong- pai merasa gentar dan
mereka hanya menunduk untuk menghindarkan pandang mata Kwat Lin. Akan tetapi, delapan orang suheng dari Kwat
Lin memandang dengan marah dan penasaran. Adapun Kui Tek Tojin hanya tersenyum dan mengelus jenggotnya sambil
mengangguk-angguk, matanya memandang wajah wanita itu penuh selidik.

"The Kwat Lin, omonganmu penuh semangat
terhadap kedudukan Bu-tong-pai. Andaikata benar semua kata-katamu itu, habis siapakah yang kaupandang tepat
untuk menjadi ketua Bu-tong-pai?" Kui Tek Tojin berkata lagi dengan sikap tenang. "Untuk waktu ini, kiranya
tidak ada orang lain lagi dari Bu-tong-pai kecuali aku sendiri!"

Kini benar-benar terkejut dan
terheran-heranlah semua anak murid Bu-tong-pai yang berada di situ. Begitu beraninya wanita ini. Biarpun tak
dapat disangkal lagi bahwa The Kwat Lin merupakan murid utama pula dari mendiang Bhok Sanjin dan orang termuda
Cap-sha Sin-hiap, akan tetapi pada waktu itu dia bukanlah orang yang memiliki tingkat tertinggi di Bu-tong-pai.
Sama sekali bukan! Di atas dia masih ada delapan orang suhengnya, murid-murid Kui Bhok San-jin yang lebih tua,
dan lebih lagi di situ masih ada Kui Tek Tojin yang tentu saja memiliki tingkat jauh lebih tinggi karen tosu
ini adalah paman gurunya! "Murid Murtad!!" Tiba-tiba Souw Cin Cu membentak garang dan meloncat maju, diikuti
pula oleh sute sutenya. Telunjuk kirinya menuding ke arah muka The Kwat Lin. "The Kwat Lin, engkau sungguh tidak
patut menjadi murid Bu-tong-pai! Kiranya engkau menghilang sepuluh tahun hanya untuk pulang sebagai iblis
wanita yang murtad terhadap perguruanya sendiri. Dan kami berkewajiban untuk mengajar seorang murid murtad!"

Sambil berkata demikian, Souw Cin Cu menerjang ke depan dengan dahsyat. Souw Cin Cu merupakan murid pertama
atau paling tua dari Kui Bhok San-jin. sungguhpun tidak dapat dikatakan bahwa dia memiliki tingkat ilmu silat
paling tinggi, akan tetapi setidaknya tingkatnya sejajar dengan orang-orang tertua dari Cap-sha Sin-hiap dan
sebenarnya masih lebih tinggi setingkat jika dibandingkan dengan ilmu kepandaian The Kwat Lin ketika masih
menjadi orang termuda Cap-sha Sin-hiap dahulu.

Akan tetapi, Kwat Lin sekarang sama sekali tidak bisa disamakan
dengan Kwat Lin sepuluh tahun yang lalu. Dia telah mewarisi ilmu, silat ilmu silat tinggi dan mujijat dari
Pulau Es! Tingkatnya sudah tinggi sekali dan dengan tenang saja dia memandang ketika suhengnya itu
menerjangnya. Apalagi karena dia mengenal benar jurus yang dipergunakan oleh suhengnya, jurus dari ilmu silat
Ngo-heng-kun. Ketika tangan kiri Souw Cin Cu mencengkeram ke arah lehernya dan tangan kanan tosu itu menampar
pelipis, dia diam saja seolah-olah dia hendak menerima dua serangan ini tanpa melawan. Akan tetapi setelah hawa
sambaran pukulan itu sudah terasa olehnya, tiba-tiba tangan kirinya bergerak dari bawah ke atas.
"Plak-plak-plak!!" Kedua lengan Souw Cin Cu telah terpental, bahkan tubuh tosu ini terpelanting ketika tangan
Kwat Lin yang tadi sekaligus menangkis kedua lengan itu melanjutkan gerakannya dengan tamparan pada pundaknya.
Tamparan yang perlahan saja, akan tetapi sudah cukup murid pertama mendiang Kui Bhok San-jin terpelanting!

Diam-diam Kui Tek Tojin terkejut heran menyaksikan gerakan tangan wanita itu, gerakan yang amat cepat dan aneh,
gerakan yang sama sekali tidak dikenalnya dan tentu saja bukan jurus ilmu silat Butong- pai! Akan tetapi tujuh
orang sute dari Suow Cin Cu sudah menjadi marah dan tanpa dikomando lagi mereka menerjang maju. Akan tetapi The
Kwat Lin tertawa, tubuhnya bergerak sedemikian cepatnya dan berturut-turut tujuh orang ini pun terguling roboh
di dekat Suow Cin Cu! Mereka sendiri tidak tahu bagaimana mereka dirobohkan, akan tetapi tahu-tahu terpelanting
dan bagian yang tertampar tangan Kwat Lin, biarpun tidak sampai patah tulang, akan tetapi amat nyeri. Padahal
tamparan itu perlahan saja. Bagaimana andaikata wanita itu menampar dengan pengerahan tenaga sekuatnya, sukar
dibayangkan akibatnya. Betapapun juga, delapan orang murid utama dari Bu-tong-pai ini tentu saja tidak sudi
menyerah begitu mudah dan mereka sudah meloncat bangun dan mencabut senjata masing-masing!

"Ibu, mengapa tidak dibunuh saja tikus-tikus menjemukan ini?" Tiba-tiba Bu Ong berteriak. Anak ini sudah bertolak pinggang dan
memandang marah kepada para pengeroyok ibunya. Kalau saja tangannya tidak dipegang erat-erat oleh Swi Liang dan
Swi Nio, suheng dan sucinya, tentu dia sudah menerjang maju membantu ibunya. Akan tetapi memang sebelumnya, Swi
Liang dan Swi Nio sudah dipesan oleh subo mereka untuk menjaga Bu Ong, dan terutama sekali mencegah bocah ini
mencampuri urusannya dengan orang-orang Bu-tong-pai.

Kwat Lin tersenyum mengejek melihat delapan orang
suhengnya itu mengeluarkan senjata. "Hemmm, apakah kalian ini sudah buta? Apakah para suheng tidak melihat
bahwa tingkat kepandaianku jauh melebihi kalian, dan bahkan andaikata Suhu masih hidup, beliau sendiri tidak
akan mampu menandingi aku."

"Keparat...!" Souw Cin Cu dan tujuh orang sutenya menerjang maju, akan tetapi
tiba-tiba Kui Tek Tojin berseru, "Tahan senjata! Mundur kalian!" Mendengar teriakan ini, delapan orang ini
serentak mundur mentaati perintah calon ketua mereka. Kui Tek Tojin melangkah maju menghampiri wanita yang
tersenyum-senyum itu. "Siancai... kiranya engkau telah memiliki kepandaian tinggi maka berani menentang
Bu-tong-pai! The kwat Lin, selama ini engkau telah mempelajari ilmu silat dari luar Bu-tong-pai, tidak tahu
dari perguruan manakah?"

"Memang benar dugaanmu, Susiok, akan tetapi tidak perlu aku menceritakan kepada
siapapun juga."

"Hei, tosu bau! Ibu adalah Ratu dari Pulau Es, tahukah engkau?" "Bu Ong...!" Kwat Lin membentak
puteranya, akan tetapi anak itu sudah terlanjur bicara dan bukan main kagetnya Kui Tek Tojin dan para anak
murid Bu-tong-pai mendengar ini.

Pulau Es hanya disebut-sebut dalam dongeng saja, dan memang nama besar tokoh
Pangeran Han Ti Ong dari Pulau Es amat terkenal di dunia kang-ouw. Timbul keraguan di dalam hati Kui Tek Tojin,
akan tetapi karena wanita di hadapannya itu juga merupakan anak murid Bu-tong-pai, maka dia menekan perasaannya
dan berkata, "The Kwat Lin, kalau engkau masih mengaku sebagai murid Bu-tong-pai, betapapun tinggi ilmu
kepandaianmu, engkau harus tunduk kepada pimpinan Bu-tong-pai.

Sebaliknya, kalau engkau sudah mempelajari ilmu
silat dari golongan lain dan tidak lagi merasa sebagai orang Bu-tong-pai, engkau tidak berhak mencampuri urusan
dalam dari Bu-tong-pai." Kwat Lin tersenyum mengejek.

" Susiok, tidak perlu kupungkiri lagi bahwa aku telah
membelajari ilmu silat dari golongan lain dan tingkat kepandaianku menjadi jauh lebih tinggi daripada semua
tokoh Butong- pai. Akan tetapi aku bukan saja masih mengaku orang Bu-tong-pai, bahkan ingin memimpin Bu-tongpai
menjadi perkumpulan terkuat di dunia. Akan kuperbaiki dan kupertinggi mutu ilmu silat Bu-tong-pai agar tidak
ada lagi golongan lain yang berani memandang rendah Bu-tong-pai, apalagi menghina anak murid Bu-tong-pai
seperti yang terjadi kepada Cap-sha Sin-hiap sepuluh tahun yang lalu." "Hemm, kalau begitu, pinto sebagai calon
ketua Bu-tong-pai, terpaksa melarang dan menentang kehendakmu, The Kwat Lin." "Dengan cara bagaimana kau hendak
menentangku, Susiok?"

"Dengan mempertaruhkan nyawaku. Kehormatan Bu-tong-pai lebih penting dari pada nyawa
seorang ketuanya. Majulah dan mari kita putuskan persoalan ini dengan kepandaian kita ." The Kwat Lin
tersenyum. "Susiok, betapapun mudahnya bagiku membunuhmu, membunuh para suheng dan membunuh semua orang yang
menentangku. Akan tetapi, aku bahkan ingin menolong kalian, ingin mengangkat nama Bu-tong-pai, maka biarlah aku
hanya akan mengalahkan Susiok tanpa membunuhmu."

Ucapan ini malah merupakan penghinaan yang luar biasa sekali,
karena mengalahkan lawan tanpa membunuhnya merupakan hal yang amat sukar dan hanya dapat dilakukan oleh orang
yang memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi dari lawannya! Merah muka tosu tua itu. Dia dipandang
rendah oleh murid keponakannya sendiri! Bukan hanya itu saja. Dia sebagai orang tertua dari Bu-tong-pai,
sebagai calon ketua Bu-tong-pai, dihina oleh seorang anggauta muda Bu-tong-pai! Oleh karena itu, tosu tua ini
mengambil keputusan untuk mengadu nyawa dengan wanita yang kini dipandangnya bukan sebagai anggauta Bu-tong-pai
lagi, melainkan sebagai seorang musuh yang hendak mengacau Bu-tong-pai.

"The Kwat Lin sebagai seorang ketua
Bu-tong-pai, pinto menyediakan nyawa untuk mempertahankan kehormatan Bu-tong-pai terhadap siapapun juga , dan
saat ini pinto akan mempertahankannya terhadap engkau! Majulah!" sambil berkata demikian tosu tua berjenggot
lebat ini meloncat ke depan, tongkatnya di tangan kanan dan ujung lengan bajunya melambai panjang. Kwat Lin
mengenal tongkat itu. Tongkat kayu cendana yang harum dan menghitam saking tuanya, tongkat yang menjadi tongkat
pusaka para ketua Bu-tong-pai sejak dahulu. Dia maklum pula bahwa tongkat itu hanya sebagai lambang kedudukan
ketua belaka, namun dalam hal ilmu silat bersenjata, ujung lengan baju kakek itu jauh lebih barbahaya dari pada
tongkatnya. Dia dapat menduga bahwa tentu kakek ini sudah memiliki tingkat tertinggi dari Bu-tong-pai, dan
telah memiliki sinkang yang amat kuat sehingga kedua ujung lengan bajunya dapat dipergunakan sebagai senjata
ampuh yang dapat menghadapi senjata apapun juga dari lawan, dapat dibikin kaku keras seperti besi dan lemas
seperti ujung cambuk yang dapat melakukan totokan-totokan maut keseluruh jalan darah di tubuh lawan! Karena
itu, dia tidak berani memandang rendah, cepat dia mengeluarkan pekik melengking, dan tubuhnya sudah bergerak
maju, tangan kananya melakukan pukulan dorongan dengan telapak tangan sambil mengerahkan tenaga sinkang Swat-im
Sin-jiu. Hawa yang amat dingin menghembus ke depan menyerang kakek itu.

Swat-im Sin-jiu adalah tenaga dalam
inti salju yang dilatihnya di Pulau Es, kekuatannya dahsyat bukan main karena hawa yang menyambar ini
mengandung tenaga sakti yang mendatangkan rasa dingin. "Siancai...!!" Tosu itu berseru kaget ketika merasa
betapa hawa yang menyambar dari depan amat dinginnya, membuat tangannya ketika mendorong kembali terasa
membeku. Maka dia lalu mengerakan tongkat di tangan kanannya, mengambil keuntungan dari ukuran tongkat yang
panjang, menghantam ke arah kepala wanita itu dari samping. "Wuuuuttt... plakkkk!" Dengan berani sekali Swat
Lin menggunakan tangan kiri yang dibuka untuk memapaki sambaran tongkat dari samping, terus mencengkram tongkat
itu dan mengerahkan sinkang, menyalurkannya lewat getaran tongkat dan kembali tosu itu berseru kaget ketika
merasa betapa lengan kanannya yang memegang tongkat terasa dingin dan lumpuh! Kesempatan baik ini, dalam satu
detik pada saat lawan masih terkejut dan belum sempat mengerahkan sinkang, dipergunakan oleh Kwat Lin dengan
jalan menarik ke bawah, bergulingan ke depan dan menghantam ke arah lawan dengan tangan kananya, kini
menggerakan tenaga sinkang yang berhawa panas!

"Ouhhh...!" Kui Tek Tojin berteriak, cepat meloncat ke belakang
dan tentu saja tongkatnya dapat dirampas. Dia tadi sudah mengerahkan sinkang melawan getaran melalui tongkat,
dengan niat merampasnya kembali, akan tetapi pukulan lawannya dari bawah yang ditangkis dengan tangan kanan,
ternyata luar biasa kuat dan panasnya, mengejutkannya karena perubahan sinkang yang berlawanan itu tidak
disangka-sangkanya, maka untuk menyelamatkan diri, terpaksa dia meloncat ke belakang dan mengorbankan
tongkatnya.

Kwat Lin sudah melompat kebelakang pula, memegang tongkat itu dengan kedua tangan di atas kepala
sambil tertawa dan berkata, "Hi-hik, tongkat pusaka telah berada di tanganku, berarti akulah ketua Bu-tong-pai!
"Kembalikan tongkat!" Kui Tek Tojin berteriak marah dan kedua lengannya bergerak ketika tubuhnya menerjang
maju. Dengan amat cepatnya kedua ujung lengan bajunya bergerak seperti kilat menyambar-nyambar dan dalam
segebrakan itu, Kwat Lin telah dihujani sembilan kali totokan yang amat berbahaya! Sukarlah membebaskan diri
dari ancaman totokan yang hebat ini dan andaikata Kwat lin bukan seorang pewaris ilmu-ilmu dari Pulau Es, tidak
mungkin dia dapat menghindarkan diri lagi. Dia menggunakan ginkangnya berloncatan menghindar, akan tetapi
sebuah totokan yang meleset masih mengenai pergelangan tangannya, membuat tongkat pusaka itu terlepas dari
peganganya! Kwat Lin menjerit marah, pedangnya sudah dicabutnya, yaitu pedang Ang-bwe-kiam dan tampak sinar
merah berkeredepan dan menyambar-nyambar dahsyat.

"Bret-brettttt...!!" Kui Tek Tojin berteriak kaget, meloncat
mundur dan ternyata bahwa ujung lengan bajunya telah terbabat buntung oleh pedang di tangan Kwat Lin, dan
sekarang wanita itu telah mengambil lagi tongkat pusaka yang tadi terpaksa dilepaskan oleh tangannya yang
tertotok. "Susiok! Dan kalian para suheng semua! Kalau kalian mendesak, terpaksa aku akan mematahkan tongkat
pusaka ini kemudian membunuh kalian dan merampas Bu-tong-pai dengan kekerasan!" Dia mengangkat tongkat itu
tinggi-tinggi.

"Aku hanya menuntut hak seorang murid Bu-tong-pai yang memiliki tingkat tinggi dan memegang
tongkat wasiat itu, hak menjadi ketua dengan niat untuk mempertinggi tingkat Butong- pai!" Delapan orang suheng
itu masih penasaran dan mereka hendak menyerbu ke depan, akan tetapi Kui Tek Tojin mengangkat tangan ke atas
dan berkata, "Mundurlah kalian. Dia benar, kita tidak boleh melawan pemegang tongkat pusaka!" Kemudian dia
berkata kepada Kwat Lin, "Baiklah, melihat tongkat pusaka di tanganmu, kami tidak akan melawan. Akan tetapi,
betapapun juga kami tidak dapat menerima engkau menjadi ketua kami dan kami harap engkau tidak memaksa anak
murid Bu-tong-pai yang tidak mau tunduk kepadamu dan meninggalkan tempat ini." Kwat Lin tersenyum. Memang bukan
kehendaknya untuk memusuhi anak murid Bu-tong-pai. Dia tidak membenci Bu-tong-pai, melainkan hendak mencarikan
kemuliaan bagi puteranya dengan perantaraan sebuah perkumpulan besar dan dia akan mengusahakan agar Bu-tong-pai
menjadi sebuah perkumpulan yang paling kuat dan paling besar.

"Terserah kepadamu, Susiok." dia lalu memandang
ke sekeliling, kepada para anak murid Bu-tong-pai, "Haiii, semua anggauta dan murid Bu-tong-pai, dengar lah
baik-baik! Betapapun juga aku adalah murid Bu-tong-pai sejak kecil, dan di dalam sepak terjang Cap-sha
Sin-hiap, kalian juga sudah tahu betapa aku dan para suheng telah menjunjung tinggi nama Bu-tong-pai dan aku
ingin menyebarkan ilmuku kepada kalian semua agar kalian menjadi orang-orang yang lihai dan Bu-tong-pai menjadi
perkumpulan yang paling kuat di dunia ini. Terserah kepada kalian apakah hendak besetia kepada nama Bu-tong-pai
dan menjadi murid-muridku, ataukah hendak bersetia kepada tosu Kui Tek Tojin dan delapan orang suhengku ini
yang hendak membelakangi Bu-tong-pai!" Berisiklah keadaan di situ setelah Kwat Lin mengeluarkan kata-kata ini.
Para anak murid Bu-tong-pai saling bicara sendiri, saling berbantahan dan akhirnya hanya ada dua puluh orang
termasuk Kui Tek Tojin yang meninggalkan tempat itu, menuruni bukit dan memasuki sebuah hutan di kaki bukit
yang dipilih oleh Kui Tek Tojin untuk menjadi tempat tinggal mereka sementara waktu sambil menanti perkembangan
selanjutnya. Sisanya semua suka mengangkat Kwat Lin menjadi ketua mereka setelah mereka tadi menyaksikan betapa
lihainya Kwat Lin dan mereka semua ingin memperoleh bagian pelajaran ilmu silat yang tinggi.

Demikianlah, mulai
hari itu, The Kwat Lin menjadi ketua yang baru dari Bu-tong-pai yang dipimpinnya dengan gaya dan bentuk yang
baru pula. Dengan harta benda berupa emas permata yang amat mahal, yang didapatkan dan dilarikannya dari Pulau
Es, dia membangun markas Bu-tong-pai menjadi bangunan yang megah, mewah dan kuat. Bahkan dalam keinginan
hatinya untuk lekas-lekas melihat Butong- pai menjadi perkumpulan yang kuat dan banyak anggautanya, dia
menerima anggauta-anggauta baru. Anggauta baru diterima dari golongan apapun juga, syaratnya hanya satu bahwa
mereka itu haruslah memiliki kepandaian yang sampai pada tingkat tertentu, dan bersumpah setia sampai mati
kepada Bu-tongpai.

Karena mendengar bahwa ketua Bu-tong-pai yang baru adalah seorang wanita yang cantik yang
memiliki kesaktian hebat, juga amat kaya raya, maka banyaklah orang-orang kang-ouw dan golongan kaum sesat yang
tadinya hidup sebagai perampok dan bajak-bajak yang tidak tertentu penghasilanya, berdatanganlah dan masuk
menjadi anggauta Bu-tong-pai!

Mulai pulalah The Kwat Lin mengatur dan merencanakan cita-citanya untuk
puteranya. Dengan kerja sama antara dia dan para anggauta baru yang berpengalaman mulailah dia diam-diam
mengadakan kontak dan mencari kesempatan untuk menghubungi para pembesar tinggi yang merupakan kekuatan rahasia
untuk membrontak terhadap kaisar. Inilah cita-cita The Kwat Lin. Dia pernah menjadi ratu, menjadi istri seorang
raja, biarpun hanya raja kecil yang menguasai Kerajaan Pulau Es, karena itu, dia menganggap bahwa puteranya,
Han Bu-ong, adalah seorang pangeran! Seorang pangeran haruslah bercita-cita menjadi raja. Bukan raja kecil yang
hanya menguasai sebuah pulau, melainkan raja besar! Dan satu-satunya jalan untuk dapat mencapai ini, hanyalah
menggulingkan kaisar sehingga kelak ada kesempatan bagi puteranya untuk menjadi kaisar!

Tentu saja untuk membrontak sendiri dengan mengandalkan kekuatanBu-tong-pai merupakan hal yang tak masuk diakal dan hanya
merupakan bunuh diri, maka dia mencari kesempatan mengadakan kontak dengan para pembesar tinggi yang berambisi
seperti dia sehingga mungkin bagi mereka untuk menggunakan bala tentara yang dapat dikuasai untuk mencapai
cita-cita mereka itu.

Memang sesungguhnyalah bahwa kemuliaan duniawai atau alam benda merupakan keadaan yang
amat berbahaya. Tak dapat disangkal pula bahwa hidup memang memerlukan kebendaan sebagai pelengkap dan
pelangsung hidup, dan amat baiklah kalau orang dapat menggunakan keduniawian itu pada tempat sebenarnya. Akan
tetapi, akan celakalah dan hanya akan menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri dan bagi orang lain kalau
manusia sudah dikuasai oleh duniawi yang merupakan harta benda, kedudukan, nama besar, kepandaian dan lain-lain
sebagainya. Alam kebendaan ini mempunyai sifat seperti arak. Diminum dengan kesadaran dan pengertian akan
menjadi obat, tapi di lain saat dalam keadaan lalai akan menjadi minuman yang memabokan. Dan sekali orang mabok
oleh duniawi, akan timbullah perbuatan sombong, sewenang-wenang, dan lupa segala. yang ada hanyalah keinginan
memenuhi segala kehendaknya dengan cara apapun juga tanpa mengharamkan dengan segala cara.

Demikian pula terjadi dengan The Kwat lin. Dahulu, belasan tahun yang lalu, The Kwat Lin merupaka seorang pendekar wanita
yang gagah perkasa menentang kejahatan yang gigih sehingga namanya bersama dua belas orang suhengnya sebagai
Cap-sha Sin-hiap amatlah terkenal. Akan tetapi setelah malapetaka menimpa Cap-sha Sin-hiap, dendam menaburkan
bibit yang merobah seluruh pandangan hidupnya. Setelah dia berhasil membalas dendam secara keji dan kejam
sekali, bibit itu masih berkembang biak dan merobah sifat, dari dendam kepada pengejaran kemuliaan yang tanpa
batas.

**********

Sudah terlalu lama kita meninggalkan Han Swat Hong. puteri dari Raja Han Ti Ong dan sebaiknya kita
mengikuti pengalamanya agar tidak tertinggal terlampau jauh.

Seperti kita ketahui, Swat Hong yang berwatak
keras itu marah-marah ketika melihat betapa Sin Liong menolong seekor biruang dan tidak mempedulikan
dia.Dianggapnya Sin Liong sengaja mencari-cari alasan untuk menghambat perjalanan, padahal dia ingin sekali
segera mencari dan menemukan ibunya yang tidak ia diketahui kemana perginya dan bagaimana nasibnya setelah
badai yang amat dahsyat mengamuk disekitar lautan itu. Akan tetapi tentu saja bukan dengan hati yang
sesungguhnya dia hendak meninggalkan Sin Liong di pulau kosong itu, melainkan hanya untuk sekedar menunjukan
kemarahan hatinya saja. Karena itu setelah perahunya jauh meninggalkan pulau itu sehingga pulau dimana Sin
Liong mengobati biruang itu tidak nampak lagi, dara itu memutar lagi perahunya dan hendak kembali kepada Sin
Liong. Sudah dibayangkannya betapa Sin Liong yang selalu sabar dan selalu mengalah kepadanya itu akan minta
maaf dan menyatakan penyesalan hatinya, dan dia yang akan memaafkannya!

Saat - saat seperti itu mendatangkan
keharuan, kebanggan dan kemenangan di dalam hatinya. Betapa bingung dan kagetnya ketika kemudian dia mendapat
kenyataan bahwa dia tersesat jalan dan tidak tahu lagi dimana dia meninggalkan Sin Liong tadi! Demikian
banyaknya pulau yang sama bentuknya di lautan itu, banyak sekali bongkahan es yang datang dan pergi seperti
hidup saja! Setelah berputar putar tanpa hasil dan yakin bahwa dia berada makin jauh dari tempat dimana Sin
Liong berada, setelah berteriak - teriak memanggil dengan pengerahan khikang tanpa ada jawabannya dan memutar
perahu keluar dari daerah penuh pulau kecil yang membingungkan itu.

Biarlah, dia akan pergi saja melanjutkan
perjalanan seorang diri mencari ibunya. Dia merasa yakin bahwa suhengnya itu tentu akan dapat menyelamatkan
diri. Suhengnya memiliki ilmu kepandaian yg amat tinggi. Swat Hong tidak tahu bahwa perahunya menuju ke
selatan, bukan menuju ke daerah Pulau Es lagi. Namun karena maksudnya untuk mencari ibunya, dara ini seolah -
olah berlayar tanpa tujuan dan membiarkan saja kemana perahu yang terdorong angin itu membawanya.

Pada suatu hari , tampaklah olehnya garis hitam di sebelah kanan, masih jauh sekali, akan tetapi dengan girang dia dapat
mengenal bahwa garis hitam yang amat panjang membujur dari kanan kiri itu adalah sebuah daratan yang agaknya
tiada bertepi. Itulah daratan besar, pikirnya dengan girang dan dia segera membelokan perahunya menuju ke garis
hitam itu. Ketika perahunya sudah tiba di dekat pantai yang sunyi, dia melihat ada sebuah perahu lain yang
meluncur cepat dari sebelah kirinya. Perahu kecil dan yang berada di perahu itu seorang laki-laki muda yang
kelihatannya gagah dan tampan. Pemuda itu pun memandang kepadanya sehingga dua pasang mata saling pandang
sejenak.

Akan tetapi Swat Hong membuang muka dan tidak mempedulikan orang yang tidak dikenalnya itu, terus saja
mendayung perahunya ke tepi. Begitu perahunya mendekati daratan, dia lalu meloncat ke daratan, tidak
menghiraukan perahunya lagi. Memang dia tidak berpikir untuk kembali ke tempat itu dan berperahu lagi. Untuk
apa berlayar? Pulau Es sudah kosong. Dia akan mencari ibunya di daratan besar, karena kalau ibunya berada di
suatu pulau, agaknya tentu tidak akan dapat terlepas dari amukan badai yang dahsyat itu. Kalau ibu berada di
daratan besar , dan ini mungkin saja terjadi, barulah ada harapan bahwa ibunya masih hidup dapat bertemu
dengannya. Andaikata tidak, dia pun akan merantau di daratan besar, tidak kembali kelaut. Dan dia tahu bahwa
demikian pula agaknya pendapat suhengnya karena sebelum berpisah mereka sudah membicarakan hal ini
berkali-kali.

Nenek moyangnya yang selama ini menjadi raja di Pulau Es juga berhasal dari daratan besar!
Setelah kini Kerajaan Pulau Es terbasmi badai dan tidak ada lagi, sepatutnya kalau dia sebagai ahli waris
satu-satunya kembali pula ke daratan besar!

"Heiii... Nona! Tunggu...!!" Swat Hong mengerutkan alisnya dan
berhenti melangkahkan kakinya, membalik dan melihat betapa pemuda yang berada di dalam perahu tadi sudah
menambatkan perahunya dan juga perahu yang ditinggalkanya meloncat tadi, di pantai. Kini pemuda itu berlari
mengejarnya. "Mau apa engkau mengejar dan memanggil aku?" Swat Hong bertanya, matanya memandang penuh selidik.
Pemuda itu usianya tentu hanya lebih tua dua tiga tahun darinya, seorang pemuda yang berwajah tampan dan gagah,
yang perawakanya tinggi besar dan matanya menyorotkan kejujuran dan membayangkan kekerasan dan keberanian.
Kedua lengan yang tampak tersembul keluar dari lengan baju pendek itu kekar berotot membayangkan tenaga yang
hebat, juga bajunya yang terbuat dari kain tipis membayangkan dada yang bidang, terhias sedikit rambut, berotot
dan kuat sekali.

Melihat bahan pakaiannya dapat di duga bahwa pemuda ini seorang yang beruang, namun melihat
dari keadaan tubuhnya dan kaki tangannya, agaknya dia biasa dengan pekerjaan berat. Seorang petani atau seorang
nelayan, pikir Swat Hong, kagum juga memandang tubuh yang kokoh kuat itu.

Pemuda itu tersenyum. Senyumnya lebar
memperlihatkan deretan gigi yang kokoh kuat pula, senyum terbuka seorang yang berwatak jujur dan bersahaja.
Akan tetapi sikapnya ketika mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan, membuktikan bahwa dia
pernah"makan sekolahan" alias terpelajar, terbukti pula dari kata-katanya yang biarpun ringkas dan singkat akan
tetapi tetap sopan.

"Maafkanlah, Nona meninggalkan perahu begitu saja, aku merasa sayang dan membantu
meminggirkannya. Melihat gerakan Nona ketika meloncat, jelas bahwa Nona berkepandaian tinggi. Aku ingin sekali
belajar kenal."

Swat Hong mengerutkan alisnya. Hatinya sedang tidak senang, karena selain kegagalannya mencari
ibu, juga perpisahanya dengan Sin Liong setidaknya mendatangkan rasa gelisah di hatinya. Kini ada pemuda yang
amat lancang ingin "belajar kenal", sungguh menggemaskan. "Aku tidak membutuhkan perahu itu lagi, dan aku tidak
peduli apakah kau meminggirkannya atau hendak memilikinya, aku tidak minta bantuanmu. Tentang belajar kenal
biasanya hanya pedang, kepalan tangan dan tendangan kaki saja yang mau belajar kenal dengan orang asing
lancang!"

Sepasang mata lebar itu terbelalak seolah-olah memandang sesuatu yang amat aneh, namun membayangkan
kekaguman yang luar biasa. Dan memang, di luar dugaan Swat Hong sendiri, sikap dan kata-katanya tadi
mendatangkan rasa kagum yang amat besar di dalam hati pemuda ini.

Telah menjadi ciri khas pemuda ini yang
mengagumi sikap orang yang terbuka, jujur, kasar dan tanpa pura-pura seperti sikap Swat Hong yang baru saja
diperlihatkan. "Ha-ha-ha-ha!" Pemuda itu tertawa bergelak dan kedua matanya menjadi basah oleh air mata. Ini
pun ciri khasnya. Kalau dia tertawa, air matanya keluar seperti orang menangis.

Dengan punggung tangannya yang
besar dan berotot dia menghapus air matanya. "Nona hebat sekali! Ha-ha-ha , aku Kwee Lun selama hidupku baru
sekarang ini bertemu dengan seorang nona yang begini hebat! Diantara seribu orang gadis, belum tentu ada satu!
Nona, kalau sudi, perkenalkanlah aku Swee Lin, biarpun jelek dan kasar bukanlah tidak terkenal. Ayahku adalah
seorang pelaut biasa dan sudah meninggal, demikian pula Ibuku. Aku anak pelaut akan tetapi sejak kecil aku
sudah ikut kepada guruku. Guruku inilah yang terkenal. Guruku adalah Lam Hai Sen-jin, pertapa yang amat
terkenal di dunia kang-ouw, dan kami berdua tinggal di Pulau Kura-kura di laut selatan." Melihat sikap terbuka
ini, geli juga hati Swat Hong. Kini dia melihat jelas bahwa pemuda ini sama sekali tidak kurang ajar. Kasar
memang, akan tetapi kekasaran yang memang menjadi wataknya yang terbuka. Orang macam ini baik dijadikan
sahabat, pikirnya. Akan tetapi harus dibuktikan dulu apakah pemuda ini pantas menjadi sahabatnya, sungguhpun
menurut pengakuannya dia murid seorang pertapa yang namanya terkenal di dunia kang-ouw! Swat Hong tersenyum.

"Aihh, engkau lebih pantas menjadi seorang penjual jamu! Setelah engkau memperkenalkan semua nenek moyangmu
kepadaku, dengan maksud apakah engkau seorang pria minta perkenalan dengan seorang wanita?" Kwee Lun
mengerutkan alisnya yang sangat lebat seperti dua buah sikat ditaruh melintang di dahinya itu, dan dia
menggeleng-geleng kepalanya. "Memang, sebelum aku berangkat merantau, suhu berpesan dengan sungguh bahwa aku
tidak boleh mendekati wanita cantik yang katanya amat berbahaya melebihi ular berbisa! Akan tetapi, biarpun
Nona cantik sukar dicari cacatnya, namun kepandaian Nona tinggi dan sikap Nona jujur menyenangkan. Aku ingin
bersahabat, karena sekarang ini baru pertama kali aku merantau seorang diri, aku membutuhkan seorang sahabat
yang pandai seperti Nona untuk memberi petunjuk kepadaku. Untuk budi Nona ini, tentu aku akan berusaha
menyenangkan hatimu.

" Swat Hong makin terheran. Dia tidak tahu apakah pemuda ini pintar atau bodoh. Sikapnya
terbuka akan tetapi biarpun kata-katanya teratur, ada bayangan ketololan. "Hemm, kau bisa apa sih? Bagaimana
engkau bisa menyenangkan hatiku?" Dia menyelidik. "Aku? Wah, aku bodoh akan tetapi kalau ada orang-orang kurang
ajar kepadamu, tanpa Nona turun tangan sendiri, aku sanggup menghajar mereka! Dia melonjorkan kedua lengannya
yang kekar berotot itu. "Dan jangan Nona sangsi lagi, biar ada lima puluh orang, aku masih sanggup menghadapi
mereka, kalau perlu dibantu sengan senjataku kipas dan pedang. Kalau Nona senang sajak, aku banyak mengenal
sajak kuno yang indah dan di waktu Nona kesepian, aku dapat menghibur Nona dengan nyanyian! Aku suka sekali
bernyanyi.

" Hampir saja Swat Hong tertawa geli orang yang kekar seperti seekor singa buas ini membaca sajak,
bernyanyi dan senjatanya kipas? Benar-benar seorang pemuda yang aneh, akan tetapi tentu saja dia belum mau
percaya begitu saja. Sambil memandang tajam dia berkata, "Hemm, kau bicara tentang pedang dan kipas sebagai
senjata, akan tetapi aku tidak melihat engkau membawa senjata apa-apa." Ahh, tunggu dulu, Nona. Aku memang
sengaja meninggalkanya di perahu!" Setelah berkata demikian, Kwee Lun membalikan tubuhnya dan berlari cepat
sekali ke perahunya dan ketika dia sudah kembali ke depan Swat Hong, benar saja dia telah membawa sebatang
pedang yang sarungnya terukir indah dan sebuah kipas bergagang perak yang diselipkan di ikat pinggangnya!

"Mengapa baru sekarang kau memperlihatkan senjata-senjatamu?" "Aih, kalau tadi aku membawa senjata, tentu akan
menimbulkan dugaan yang bukan-bukan dan untuk berkenalan dengan seorang gadis, bagaimana aku berani membawa
senjata? Tentu disangka perampok atau bajak!" Mau atau tidak, Swat Hong tersenyum. Timbul rasa sukanya kepada
pemuda kasar yang aneh ini. "Betapapun juga, aku adalah seorang wanita dan engkau seorang pria, mana mungkin
menjadi sahabat? Tidak patut dilihat orang." Mata yang lebar itu kembali terbelalak penuh penasaran dan tangan
kirinya dikepalkan.

"Apa peduli katakata orang? Kalau ada yang berani mengatakan yang bukan-bukan tentu akan
kuhancurkan mulutnya! Wanita adalah seorang manusia, pria pun seorang manusia. Apa salahnya berkenalan dan
bersahabat? Nona, aku Kwee Lun bukan seorang yang berpikiran kotor, juga aku tidak akan sembarangan memilih
kawan! Aku kagum melihat Nona, maka kalau Nona sudi, harap memperkenalkan diri." Swat Hong makin tertarik, akan
tetapi dia masih ragu-ragu apakah orang ini patut dijadikan seorang teman. Biarpun lagaknya seperti jagoan,
siapa tahu kalau kosong belaka?

"Kau bilang tadi murid seorang tosu yang terkenal?" "Ya, Suhu Lam Hai Seng-jin
merupakan tokoh yang paling terkenal di daerah selatan!" "Kalau begitu, ilmu silatmu tentu lebih lihai daripada
bicaramu sepeti penjual jamu?"

"Ihhh, harap jangan mentertawakan! Biarpun tidak selihai Nona yang dapat kulihat
dari gerakan meloncat dari perahu tadi, akan tetapi masih tidak terlalu orang di dunia ini yang akan sanggup
mengalahkan Kwee Lun!"

"Tidak ada artinya kalau hanya disombongkan dan dibanggakan tanpa ada buktinya! Aku juga
tidak sembarangan memperkenalkan diri kepada orang lain. Untuk membuktikan apakah kau patut menjadi kenalanku,
cabut kedua senjatamu, dan coba kau hadapi pedangku!" Sambil berkata demikian, Swat Hong sudah mencabut
pedangnya perlahan-lahan dan tampaklah sinar pedang ketika sinar matahari menimpanya.

"Akan tetapi, Nona...."
Kwee Lun meragu. Biarpun dia tadi menyaksikan betapa gesit dan ringannya tubuh nona itu melayang ke daratan,
namun dia tidak percaya apakah nona ini mampu menandingi pedang dan kipasnya!

"Tidak usah banyak ragu. Kalau
kau tidak mau, pergilah dan jangan menggangguku lebih lama lagi!"

"Srat...!!" Pedang terhunus sudah berada di
tangan kanan Kwee Liu dan sarung pedangnya dilempar ke atas tanah, sedangkan tangan kirinya sudah mencabut
kipas gagang perak yang telah dikembangkan dan melindungi dadanya, adapun pedang itu dilonjorkan ke depan.

"Aku telah siap, Nona." Swat Hong memang ingin sekali melihat sampai di mana kepandaian pemuda yang aneh ini, maka


bersambung 13 .............

0 komentar:

Posting Komentar