Sabtu, 25 Mei 2013

pedang kayu harum [ 21 ]

Adapun orang ke tiga, sungguhpun tidak tinggi besar menyeramkan, namun cukup
mengerikan karena bentuknya yang tidak lumrah. Tubuhnya kecil kate, akan tetapi kepalanya
besar sekali berbentuk lonjong seperti buah labu, mukanya sempit dengan sepasang mata yang
hanya merupakan dua buah garis kecil, sikapnya pendiam dan alim. Tangan kanannya
memegang sebatang hudtim (kebutan dewa) yang gagangnya hitam namun bulu kebutannya
putih. Kedua lengannya bersedakap dan bibirnya selalu bergerak-gerak seperti orang
membaca doa!

Yang tertawa-tawa adalah nenek dan kakek tinggi besar itu. Kini pun kakek tinggi besar
masih tertawa sehingga dua buah tengkorak kecil yang tergantung di pinggangnya bergerak-
gerak dan saling beradu menimbulkan suara seolah-olah dua buah tengkorak itu ikut pula
tertawa. Sembilan oran tokoh kang-ouw, yang tadinya terpelanting ke kanan kiri, setelah
dapat memandang tiga orang ini, tampak kaget sekali, tercengang dan gentar. Tiga orang
manusia iblis ini memang jarang muncul di dunia ramai, namun mereka sebagai tokoh-tokoh
kang-ouw kenamaan tentu saja mengenal siapa adanya tiga datuk persilatan, raja-raja dari
golongan sesat ini. Nenek itu bukan lain adalah Ang-bin Kwi-bo (Nenek Iblis Muka Merah)
yang seolah-olah merajai kaum sesat di sepanjang pantai laut timur. Kakek tinggi besar
berkulit hitam dengan senjata dua buah tengkorak itu adalah Pak-san Kwi-ong (Raja Setan
Gunung Utara) yang merajai kaum sesat di sepanjang tembok besar di utara, bahkan terkenal
sekali dan ditakuti oleh bangsa-bangsa Mongol, Mancu dan lain-lain. Orang ketiga yang kate
dan bersikap seperti dewa itu dikenal dengan nama julukan Pat-jiu Sian-ong (Raja Dewa
Lengan Delapan), karena Pat-jiu Sian-ong ini selalu merantau ke barat dan tidak pernah ada
tokoh yang dapat menandinginya. Inilah tiga orang di antara empat datuk kaum sesat yang
pada masaitu merupakan tokoh-tokoh tertinggi ilmunya dan yang tersebar merajai empat
penjuru.

"Ha-ha-ha!” Pak-san Kwi-ong tertawa mengejek dan menyapu sembilan orang itu dengan
pandang mata. Biji matanya yang putih itu bergerak-gerak lliar ke kanan kiri, amat
menyeramkan. "Kiranya tikus-tikus ini pun kepingin mendapatkan Siang-bhok-kiam! Ha-ha-
ha! Memang benar sekali, sebelum berhak mendapatkan pedang pusaka, harus menjadi
pemenang lebih dulu. Kalian ini tikus-tikus pelbagai golongan, setelah kami bertiga datang,
tidak lekas menggelinding pergi, apakah ingin kami turun tangan menjadikan kalian sebagai
setan-setan tanpa kepala?"

"Kwi-ong, usir saja anjing-anjing itu. Kalau dibunuh, teman-temannya akan mengonggong,
kelak akan membikin repot saja!" kata Ang-bin Kwi-bo sambil menyeringai.

Sembilan orang itu adalah tokoh-tokoh dunia kang-ouw golongan bersih. Sungguhpun pada
saat itu mereka saling bertentangan dalam memperebutkan Siang-bhok-kiam, namun mereka
tetap merasa diri mereka bersih. Kini menghadapi tiga orang tokoh yang menjadi datuk kaum
sesat, tentu saja mereka merasa bertemu dengan lawan dan otomatis mereka itu melupakan
pertentangan sendiri, di dalam hati telah bersatu untuk menghadapi tiga lawan yang mereka
tahu memiliki kesaktian hebat itu. Namun sebagai tokoh-tokoh besar dunia persilatan, mereka
tidak menjadi gentar.

"Bagus! kalau kami tidak salah kira kalian bertiga ini tentulah tiga orang di antara Bu-tek Su-
kwi (Empat Iblis Tanpa Tanding)! Memang, siapa yang paling kuat di antara kami berhak
memiliki Siang-bhok-kiam, akan tetapi kalian ini iblis-iblis berwajah manusia tidak masuk
hitungan, dan sudah menjadi kewajiban kami semua pendekar golongan bersih untuk
membasmi iblis-iblis kaum sesat macam kalian bertiga!"

Terdengar suara kekeh ketawa melengking tinggi dan Ang-bin Kwi-bo sudah menerjang maju
menyerang Sin-to Gihiap yang bicara tadi. Pendekar ahli golok yang sudah berusia delapan
puluh tahun, sudah banyak pengalamannya bertanding dan pada masa itu sukar dicari
tandingannya dalam permainan golok, menjadi kaget bukan main karena nenek itu

0 komentar:

Posting Komentar