Jumat, 31 Mei 2013

pedang kayu harum [ 34 ]

yang kasar, dibuat pakaian secara kasar pula. Warna kuning adalah warna kesukaannya.
Akan tetapi, selama lima tahun itu, kalau muridnya menjadi makin sehat dan kuat, adalah si
guru makin lemah dan tua. Kalau orang yang lima tahun lalu bertemu dengan Sin-jiu Kiam-
ong kini melihatnya tentu akan menjadi kaget. Kakek ini sudah kelihatan tua sekali, tubuhnya
kurus kering dan hanya sepasang matanya saja yang kadang-kadang tampak berseri penuh
semangat, itupun hanya kalau dia sedang melatih muridnya.

Pada hari itu, sinar matahari telah menembus awan tipis menerangi permukaan puncak batu
pedang. Seperti biasa, Keng Hong bersila dan berlatih, memusatkan panca indera menerima
sinar matahari pagi yang mengandung daya kekuatan muzijat untuk meningkatkan tenaga
sinkang di tubuhnya. Seperti biasa pula, gurunya duduk bersila tak jauh dari tempat dia
duduk.

"Keng Hong.....!"
Suara gurunya merupakan satu-satunya suara yang akan menyadarkan Keng Hong setiap saat,
karena selama lima tahun ini hanya suara gurunya inilah yang menjadi pusat perhatiannya. Ia
cepat sadar dari latihannya dan membuka mata, memandang gurunya.

Hati pemuda remaja ini berdebar. Wajah gurunya tampak berbeda dari biasanya, sungguhpun
wajah itu masih membayangkan seri dan gembira, namun ada sesuatu yang menonjol, sesuatu
pada wajah pucat dan kurus itu yang membuat jantungnya berdebar, wajah gurunya hari ini
seperti matahari tertutup awan tebal, suram-muram kehilangan cahayanya.
"Suhu memanggil teecu? Ada perintah apakah, Suhu?"

Sin-jiu Kiam-ong tersenyum dan mengangkat lengannya yang kiri, gerakannya lemah ketika
dia menggapai, "Mendekatlah, Keng Hong dan bersilalah di depanku sini, aku ingin bicara
denganmu.”

Keng Hong menjadi makin heran. Sikap gurunya inipun tidak seperti biasanya. Tentu ada
sesuatu yang amat penting. Ia cepat bangkit dan menghampiri suhunya, lalu duduk bersila di
depan suhunya. Karena baru sekali ini selama lima tahun dia berdekatan dengan gurunya
dalam keadaan tidak sedang berlatih, maka dia mendapat kesempatan untuk memandang
penuh perhatian dan kini ternyatalah olehnya betapa suhunya amat kurus, tinggal kulit
membungkus tulang dan bahwa hanya oleh daya tahan yang luar biasa saja suhunya dapat
bertahan selama ini. Ia kini sudah mengerti bahwa suhunya menderita luka-luka parah di
sebelah dalam tubuh yang akan merenggut nyawa setiap orang dalam waktu beberapa bulan
saja. Namun suhunya dapat bertahan sampai lima tahun!

"Keng Hong, tahukah engkau sudah berapa lama kau berada di tempat ini?"
"Teecu tidak terlalu memperhatikan, akan tetapi melihat banyaknya perubahan musim, tentu
kurang lebih lima tahun.”

"Benar, memang sudah lima tahun, muridku. Dan sudah banyak kau belajar dariku. Sayang
waktunya amat tergesa-gesa sehingga terpaksa aku hanya memperbanyak latihan ginkang dan
Iweekang kepadamu. Mengenai gerak cepatmu dan tenaga dalam, kurasa sudah cukup sebagai
landasan dan aku tidak khawatir kau akan mudah terkalahkan orang lain. Akan tetapi ilmu
silatmu..... ah, tidak ada waktu bagi kita sehingga hanya dasar-dasarnya saja kaukuasai.
Padahal ilmu silat di dunia ini amatlah banyaknya Keng Hong. Dan selain dasar-dasar ilmu
silat tinggi, engkau baru menguasai ilmu silat dengan tangan kosong yang sederhana dan juga
ilmu pedang Siang-bhok Kiam-sut belum kau kuasai seluruhnya. Hal inilah yang
memberatkan hatiku, karena kalau engkau bertemu dengan orang-orang sakti seperti sembilan
orang tokoh yang pada lima tahun yang lalu menyerbu ke sini, apalagi bertemu dengan Bu-tek
su-kwi (Empat Iblis Tanpa Tanding), kepandaianmu masih belum dapat diandalkan.”
Keng Hong mengerutkan alisnya yang hitam panjang dan tebal. "Akan tetapi, Suhu, apa
hubungannya kesaktian mereka dengan teecu? Suhu sudah tahu pendirian teecu, yaitu belajar
ilmu kepada suhu untuk memperkuat diri lahir bathin, ilmu dipelajari untuk menjaga diri

0 komentar:

Posting Komentar