Senin, 13 Mei 2013

bukek sian su - 23 v

dia berhasil, tak pernah berhenti setiap malam dia berganti wanita mana saja yang dipilih dan ditunjuknya,
tidak peduli wanita itu masih gadis atau isteri orang lain sekalipun! pada suatu malam, dalam keadaan mabok dan
sedang gembiranya, An Lu Shan lupa diri dan dalam keadaan setengah sadar dia memasuki kamar mantu perempuannya
yang sudah lama sekali dia rindukan secara diam-diam. Kalau sadar dan tidak mabok, dia masih menahan hasrat
hatinya. Akan tetapi malam itu, dalam keadaan mabok, dia tidak mempedulikan apa-apa lagi dan memasuki kamar
mantunya! Tidak ada seorang pun manusia di dalam istana yang berani melarang, dan pada saat itu, putera An Lu
Shan sedang tidak berada di situ. Dengan penuh perasaan duka dan ketakutan, mantu yang muda dan cantik jelita
itu tidak kuasa menolak atau memberontak, sambil menangis dia terpaksa membiarkan dirinya dipeluk dan diciumi
mertua yang mabok itu. Dengan suara lirih dan membujuk dia masih berusaha mengingatkan An Lu Shan, namun
seorang laki-laki yang tidak hanya mabok arak, melainkan juga mabok cinta berahi, tidak mempedulikan apa pun.
wanita hanya dapat merintih dan menangis, diseling suara ketawa gembira dari An Lu Shan. Ketika pintu kamar itu
dengan paksa dibuka dari luar oleh pangeran, An Lu Shan telah tidur mendengkur kelelahan dengan muka merah
karena banyak arak, sedangkan isteri pangeran itu menangis terisak-isak, berlutut di atas lantai. Pangeran itu
menjadi mata gelap, pedang dicabut dan sekali meloncat dia telah menikam dada ayahnya sendiri. "Crappp....!"
"Auhhh.... haiii.... kau.... kau.....?" An Lu Shan yang bertubuh kuat itu, biarpun pedang telah menembus
dadanya, masih dapat meloncat dan memcengkeram ke arah puteranya. Akan tetapi pangeran yang sudah mata gelap
itu mengelak, kakinya menendang sehingga An Lu Shan terdorong jatuh, membuat pedang itu masuk makin dalam. Dia
berkelojotan dan tak bergerak lagi! "Tangkap pembunuh.....!!" teriakan ini keluar dari mulut Shi Su Beng yang
bersama dengan Han Bu Ong sudah lari ke dalam kamar. Shi Su Beng menggerakan pedangnya dan terdengar teriakan
mengerikan ketika pangeran itu roboh pula di dekat mayat ayahnya dalam keadaan tak bernyawa pula karena
lehernya hampir putus terbabat pedang Pangeran Shi Su Beng! Gegerlah seluruh istana. rapat kilat diadakan dan
Shi Su Beng yang dianggap membela Kaisar itu mempergunakan kesempatan ini untuk merampas kedudukan Kaisar!
Dalam keadaan kacau balau itu, Shi Su Beng mengangkat diri sendiri sebagai raja dan Han Bu Ong menjadi raja
muda pembantunya yang setia! Hanyalah mereka berdua saja yang tahu bahwa semua peristiwa itu memang digerakkan
oleh mereka berdua! Shi Su Beng yang membangkitkan berahi An Lu Shan terhadap mantu perempuannya, bahkan di
dalam mabok, Shi Su Beng yang membujuk supaya Kaisar baru itu memasuki kamar dengan mengatakan bahwa di dalam
kamar itu dia telah menyediakan seorang wanita cantik mirip mantunya itu untuk An Lu Shan! Dan selagi An Lu
Shan yang mabok itu menggagahi mantunya sendiri, diam-diam Han Bu Ong menghubungi pangeran dan membisikan bahwa
ada penjahat memasuki kamarnya. Maka terjadilah seperti apa yang telah direncanakan oleh mereka berdua, yaitu
kematian An Lu Shan di tangan puteranya sendiri dan kemudian kematian pangeran di tangan Shi Su Beng.
Terjadilah perubahan besar-besaran di kota raja, pergantian kekuasaan dan kembali Han Bu Ong berhasil
mengangkat dirinya sendiri seperti yang dicita-citakan ibunya, yaitu menjadi seorng pangeran yang berkuasa,
jauh lebih berkuasa dari pada di waktu ibunya masih hidup, yaitu menjadi tangan kanan penguasa baru yang
menjadi sekutunya! Akan tetapi, jatuhnya An Lu Shan dan berpindahnya kekuasaan di tangan Shi Su Beng, masih
saja belum meredakan ketegangan-ketegangan di kota raja akibat perebutan kekuasaan. Seperti biasa penguasa baru
mengangkat teman-temannya sendiri menduduki jabatan tinggi, melakukan penggeseran-penggeseran sehingga
menimbulkan dendam dari kawan-kawan yang berbalik menjadi lawan. Dalam keadaan seperti itu, kacau rencana
perebutan kekuasaan, kalau perlu dengan cara halus maupun kasar, para pemberontak yang kini memegang tampuk
kerajaan itu menjadi lalai. Mereka terlalu memandang rendah Kaisar yang telah melarikan diri ke Secuan,
menganggap keluarga Kaisar lama itu sudah jatuh benar-benar. Kesibukan untuk kepentingan ambisi pribadi membuat
mereka lengah dan kurang memperhatikan pertahanan sehingga mereka tidak tahu betapa Kaisar dan keluarganya di
Secuan telah membentuk kekuatan baru untuk melakukan pembalasan! Kaisar Tua Hian Tiong, yang hancur lahir
batinya karena bukan hanya mahkota kerajaan dirampas oleh pemberontak An Lu Shan, akan tetapi terutama sekali
karena selirnya tercinta, Yang Kui Hui, harus mati digantung oleh keputusannya sendiri, setibanya di Secuan,
menjadi seorang kakek yang patah semangat dan selalu tenggelam dalam duka cita. Dalam keadaan mengungsi itu, di
Secuan, keluarga kaisar dan para pengikutnya yang masih setia, menerima keputusan Kaisar Tua untuk mengangkat
Kaisar baru, yaitu putera mahkota yang bergelar Su Tiong. Pada waktu itu sisa pasukan pemerintah yang telah
kalah perang terhadap An Lu Shan, di bawah pimpinan Panglima Besar Kok Cu I, telah menyusul pula ke Secuan.
Kaisar Su Tiong lalu menghimpun kekuatan dari rakyatnya di daerah Secuan, dan minta bantuan kepada
negara-negara tetangga yang bersahabat. Maka terkumpullah pasukan-pasukan campuran yang terdiri dari bermacam
suku, bahkan terdapat pula bangsa Turki, Tibet, dan kemudian sekali datang pula bala bantuan dari pasukan Arab
yang dikirim sebagai tanda bersahabat oleh Kalipu. Pasukan-pasukan itu disusun menjadi barisan besar dan diberi
latihan-latihan berat dalam persiapa kaisar Su Tiong untuk merampas kembali kerajaannya, Kok Cu I. Tidak ada
hal penting terjadi selama perjalanan Swat Hong menuju ke Secuan. Gadis yang dahulu berwatak periang dan jenaka
itu, yang wajahnya selalu berseri dan gembira, kini menjadi pendiam dan ada garis-garis dan bayangan muram di
wajahnya yang tetap cantik jelita walaupun tidak pernah bersolek. Perantauan selama dua tahun mencari-cari
pusakanya yang hilang tanpa hasil itu membuat dia merasa berduka dan juga penasaran sekali. Di dalam hatinya di
berjanji bahwa dia takkan pernah berhenti mencari sebelum mendapatkan pusaka Pulau Es itu. Dalam perantauannya
itu dia mendengar pula tentang kematian An Lu Shan dan puteranya. Ketika dia tiba di Secuan, pada waktu itu
Kaisar yang baru, yaitu Kaisar Si Tiong, memang sedang menyusun tenaga di bawah pimpinan Panglima Besar Kok Cu
I sendiri. panglima Kok ini menyebar para pembantunya, yaitu panglima-panglima bawahan di seluruh daerah Secuan
untuk menerima dan mendaftar para sukarelawan yang hendak masuk menjadi tentara. Seorang di antara bawahannya
yang bertugas mengumpulkan bala bantuan bahkan menghubungi orang-orang asing dari barat ini adalah Panglima
Bouw Kiat. Panglima inilah yang telah berjasa menghubungi orang-orang Arab sehingga akhirnya Kaliphu (yang
kuasa di Arab) sendiri mengirim pasukan bala bantuan. Bouw Kiat berkedudukan di sebuah dusun daerah selatan dan
di sini dia menyusun pasukannya sambil menjamu pasukan dari Arab yang sebagian kecil sebagai pasukan pelopor
telah tiba di situ. panglimaKok Cu I yang cerdik memisah-misahkan para pasukan asing yang membantunya agar
menjauhkan terjadinya bentrokan. Pasukan bantuan dari Turki berada di utara, dari Tibet berada di selatan dan
dari timur adalah pasukan yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Pada suatu hari, Swat Hong tiba di
daerah yang dikuasai oleh Panglima Bouw Kiat inilah. Dara ini merasa heran ketika melihat ada banyak tentara
asing yang bertubuh jangkung, bersikap gagah dan berkulit coklat gelap, bermata tajam dan bercambang bauk
berkeliaran di daerah itu. Di tengah jalan, dia melihat seorang laki-laki asing yang tinggi besar dan gagah,
memegang gandewa dan akan panah dikelilingi prajurit-prajurit Han dan Arab sambil tertawa-tawa. Laki-laki
berusia tiga puluh tahun lebih yang gagah itu berkata dalam bahasa Han yang kaku, "Lihat burung-burung itu! Aku
akan menurunkannya sekaligus tiga ekor. Yang mana kalian pilih?" Swat Hong tertarik , berhenti dan memandang ke
atas. Diam-diam dia terkejut dan menganggap orang itu sombong. Mana bisa menjatuhkan burung-burung yang terbang
begitu tinggi sekaligus tiga ekor kalau orang ini bukan seorang ahli panah yang sakti? "Tiga ekor dari depan!"
terdengar teriakan. "Tidak, yang paling belakang adalah paling sukar!" kata orang lain. Perwira bangsa Arab itu
tersenyum dan tampaklah giginya yang rata dan putih berkilauan, kumisnya bergerak-gerak. "Biar kujatuhkan dua
terdepan dan burung terakhir!" Kelompok burung yang terbang tinggi sudah tiba tepat di atas mereka. Perwira itu
memasang tiga batang anak panah pada gendewanya, lalu menarik tali gendewa . Terdengar suara menjepret dan
meluncurlah tiga batang anak panah seperti tiga sinar berkilauan ke atas. Dari bawah tidak kelihatan bagaimana
burungburung itu terkena anak panah, namun jelas tampak betapa dua ekor burung terdepan dan seekor paling
belakang tiba-tiba runtuh ke bawah. Ketika tiga ekor burung itu jatuh ke tanah dan semua orang melihat bahwa
dada burung itu tertusuk anak panah, mereka bersorak dan bertepuk tangan memuji. "Boleh juga dia," pikir Swat
Hong sungguhpun dia maklum bahwa kepandaiannya memanah seperti itu hanyalah berguna untuk pertempuran jarak
jauh dan sama sekali tidak ada artinya untuk pertandingan berdepan. Tentu kalah cepat oleh am-gi (senjata
rahasia) seperti jarum, paku, piauw dan lain-lain. "Hai, Nona! Tepuk tangan untuk kelihaian Perwira Ahmed!"
Tiba-tiba ada seorang laki-laki menegur Swat Hong. Laki-laki ini adalah seorang perajurit Han dan sambil
menyeringai dia bertepuk tangan dan mendesak Swat Hong untuk ikut bertepuk tangan.


JILID 23


Akan tetapi Swat Hong tidak mau melayaninya, membuang muka dan melanjutkan langkahnya. Akan tetapi laki-laki
itu melompat dan menghadang didepannya sambil bertolak pinggang. "Eitt..... nanti dulu! Berani kau menghina
Perwira Ahmed? Dia bukan hanya lihai dan menembak tepat, juga banyak wanita tergila-gila kepadanya! Dan kau
berani memandang rendah?" Swat Hong memandang dengan mata melotot lalu mendengus, "Pergilah!" sambil melangkah
terus. "Dan kau laki-laki kurang ajar!" Swat Hong berkata dan sekali dia menggerakan lengannya yang terpegang,
dia berbalik sudah memegang pergelangan tangan laki-laki itu dan begitu dia membetot, laki-laki itu jatuh
tersungkur mencium tanah! "Aihhh, berani kau memukulku?" Prajurit itu marah sekali dan cepat melompat dan
menubruk. "Plakkk! Augghhh....!" Perajurit itu terlempar dan mengaduh-aduh, mukanya membengkak. Melihat ini,
lima orang perajurit kawan orang pertama itu menjadi marah dan menerjang maju. "Tangkap, dia tentu mata-mata!"
Swat Hong merasa muak sekali dan juga marah. Melihat lima orang itu menerjang dan hendak berlumba menangkap dan
merangkulnya, kaki tangannya bergerak dan dalam segebrakan saja, lima orang itu pun roboh tersungkur dan tidak
dapat berlagak lagi karena mengaduh-aduh kesakitan. Tentu saja keadaan menjadi ribut dan banyak anak buah
pasukan mengurung, akan tetapi tiba-tiba perwira yang ahli menggunakan anak panah tadi meloncat maju dan
menghadik. "Mundur semua!" Setelah orang-orang mundur tidak melanjutkan gerakan mereka untuk mengeroyok,
perwira itu membungkuk di depan Swat Hong sambil berkata, "Harap Nona maafkan. Sudah lazim bahwa anak buah
pasukan selalu bersikap kasar. Nona tentu bukan orang sini, kalau boleh bertanya hendak ke manakah?" "Hemm,
pikir Swat Hong. Pantas kalau banyak wanita tergila-gila. Memang perwira yang bernama Ahmed ini gagah sekali,
gagah dan tampan, amat keras daya tariknya terhadap wanita terutama sekali sepasang matanya yang tajam dengan
bulu mata panjang lentik dan alis yang tebal itu. Juga dagunya berlekuk dan menambah kejantanannya. Selain
tampan dan gagah, juga laki-laki ini pandai bersikap manis terhadap wanita. "Sudahlah," kata Swat Hong. Aku pun
tidak ingin mencari permusuhan, asal mereka jangan kurang ajar. Bahkan aku ingin menghadap Kaisar untuk
membantu perjuangannya. Di manakah aku dapat menghadap Kaisar?" Mendengar ucapan gadis yang cantik jelita dan
gagah itu, seketika lenyaplah kemarahan para prajurit. "Aih, kiranya seorang lihiap (pendekar wanita)!" "Tentu
tokoh kang-ouw kenamaan!" Perwira Ahmed menghentikan ribut-ribut itu dan kembali dia tersenyum, manis dan
menarik sekali. "Untuk membantu perjuangan, tidak perlu menghadap Sri Baginda, Nona. Tidak mudah menghadap Sri
Baginda yang sedang sibuk. Kebetulan di sini juga merupakan markas dan dipimpin Bouw-ciangkun. Banyak pula
orang-orang kang-ouw yang telah diterima menjadi sukarelawan. Akan tetapi baru sekarang datang seorang
sukarelawati seperti Nona. Ahh, terimalah hormat dan rasa kagumku, Nona. Engkau tentulah yang disebut pendekar
wanita dari dunia kang-ouw, bukan?" Swat Hong tidak peduli, yang penting adalah membantu perjuangan untuk
membasmi An Lu Shan dan keturunan atau penggantinya. "Dapatkah aku bertemu dengan Bouw-ciangkun?" "Tentu saja.
Akan tetapi, perkenankanlah aku memuaskan keinginan hatiku yang sudah terpendam bertahun-tahun untuk
menyaksikan kelihaian seorang pendekar wanita dari timur, Nona." Perwira Ahmed memperlihatkan gendewanya.
"Dapatkah Nona mainkan gendewa dan anak panah?" Swat Hong maklum bahwa dia hendak diuji, dan siapa tahu,
mungkin perwira ini termasuk seorang di antara para pengujinya. "Senjata ini kurang praktis untuk pertandingan
jarak dekat dan terang-terangan." Perwira Ahmed mengerutkan alisnya, akan tetapi bibirnya tetap tersenyum
manis. "Benarkah? Nona, dengan gendewa ini aku dapat merobohkan musuh dalam jarak seratus langkah, biarpun
musuh itu menggunakan senajta apa pn untuk melindungi dirinya. Aku dapat melepaskan anak panah terus-menerus
dan bertubi-tubi sampai puluhan batang!" "Hemm, mungkin berhasil merobohkan segala burung dan manusia yang
bodoh saja." "Wah....!" Ahmed membelalakkan matanya. "Apakan di dunia ini ada orang yang sanggup menyelamatkan
diri dalam jarak seratus langkah dari gendewaku?" "Boleh kaucoba. Aku bersedia." "Eiiiihhh, jangan, Nona! Aku
akan menyesal selama hidupku kalau sampai melukaimu, apalagi membunuhmu!" "Tidak perlu khawatir, aku malah akan
menghadapi hujan anak panahmu itu dengan tangan kosong!" "Mustahil!" Orang Han yang pertama kali dirobohkan
Swat Hong, kini mendekat dan karena dia maklum akan kelihaian dara itu, kini dia hendak mencari muka dan
berkata, "Saudara Ahmed, jangan memandang rendah seorang lihiap. Dia pasti akan sanggup memenuhi kata-katanya."
Atas dorongan dan desakan banyak orang, akhirnya Ahmed mau juga mencoba kepandaian wanita cantik jelita itu.
Dengan tenang Swat Hong melangkah sambil menghitung sampai seratus, langkah pendekpendek saja, kemudian
membalik dan menghadapi Ahmed dengan mata tak berkedip. "Wah, terlalu dekat....! Terlalu dekat sekali!
langkahmu begitu pendek-pendek, Nona. Ini hanyalah lima puluh langkah, tidak ada seratus!" Ahmed berteriak
sambil melangkah mundur sampai lima puluh langkah. Diam-diam Swat Hong memuji kejujuran dan niat baik di hati
perwira asing itu. "Terserah kepadamu. Nah, aku sudah siap." katanya. Ahmed ragu-ragu, mukanya agak pucat.
"Tapi...... tapi, setidaknya kau harus membawa pedang untuk menangkis atau sebuah perisai." "Tidak perlu.
Seranglah!" Didesak oleh orang banyak, dan memang di dalam hatinya dia juga merasa penasaran sekali, Ahmed lalu
memasang lima batang anak panah di gendewanya, dan masih ada puluhan batang di tempat anak panah yang siap
untuk disambar tangan kanan menyusul rombongan anak panah terdahulu. "Nona, siap dan hati-hatilah!" teriaknya
dan terdengar suara menjepret ketika tampak lima sinar berturutturut meluncur ke arah Swat Hong, diikuti oleh
puluhan pasang mata yang tidak berkedip dan dengan hati penuh ketegangan. Swat Hong melihat betapa lima batang
anak panah itu meluncur disekeliling tubuhnya. Tahulah dia bahwa orang itu memang amat hebat ilmu panahnya akan
tetapi juga amat lembut hatinya terhadap wanita sehingga sengaja membuat anak panah rombongan pertama
menyeleweng. Dia diam saja tidak bergerak membiarkan lima batang anak panah itu lewat, diikuti seruan menahan
napas dari semua orang yang sudah merasa ngeri melihat nona itu sama sekali tidak mengelak! Ahmed membelalakkan
matanya. hampir dia tidak percaya. Anak panahnya itu hanya sedikit saja selisihnya dari kulit tubuh wanita itu,
namun wanita itu dengan tenang saja berdiri diam tidak bergerak! "Tidak perlu sungkan, bidik yang tepat!" Swat
Hong berkata setelah dia merasa yakin bahwa luncuran anak panah itu dapat diikuti dengan pandang matanya
sehingga mudah bagi dia untuk menjaga diri. Lima batang lagi anak panah sudah berada di gendewa Ahmed dengan
cepat bukan main dan kembali terdengar suara menjepret ketika lima batang anak panah itu menyambar seperti
kilat ke arah Swat Hong. Dara itu melihat betapa lima batang ini menyambar ke arah kakinya semua, maka dia
mengerti bahwa Ahmed masih saja khawatir kalau-kalau mencelakainya, maka dia meloncat dan sekaligus menendang
ke bawah sehingga dia bukan hanya mengelak, bahkan berhasil menendang runtuh semua anak panah itu! Ahmed
mengeluarkan seruan kagum dan kini dia pun tidak ragu-ragu lagi akan kehebatan pendekar wanita itu. Anak
panahnya meluncur bertubi-tubi seperti hujan derasnya, susul menyusul ke arah tubuh Swat Hong dan dara ini pun
memperlihatkan kepandaiannya. Sambil mengelak berloncatan ke sana-sini, tangannya menyambar dan dua batang anak
panah ditangkapnya dengan kedua tangannya, lalu dia menggunakan dua batang anak panah itu untuk menangkis semua
anak panah yang datang menyambar, kemudian dengan cepat dan tak terduga-duga dia menyambitkan sebatang anak
panah yang meluncur cepat ke arah Ahmed. Auhhh....!" Ahmed berteriak kaget dan gendewanya terlepas dari tangan
kirinya karena tangan kirinya itu kena sambar sebatang anak panah. Gendewanya terlepas akan tetapi tangan
kirinya tidak terluka karena anak panah yang menyambar tangannya itu dilepas dengan cara dibalik sehingga bukan
ujung yang runcing yang mengenai tangannya, melainkan ujung belakang yang bulu-bulunya telah dibuang . Ahmed
segera lari menghampiri Swat Hong, memandang penuh kagum, kemudian dia membungkuk sampai dalam sambil berkata,
"Duhai....., Nona adalah setangkai bunga di tengah padang pasir! Satu di antara puluhan ribu wanita belum tentu
ada yang seperti Nona...... saya merasa kagum dan hormat sekali.......!" Wajah Swat Hong menadi merah. Bukan
main hebatnya pujian yang keluar dari mulut pria ini, pujian yang aneh dan istimewa. Akan tetapi sebelum dia
menjawab terdengar kaki kuda berderap dan muncullah seorang panglima sebangsa Ahmed naik kuda. Usianya tentu
sudah empat puluhan tahun, tinggi besar dan berwibawa, gagah dan juga tampan, akan tetapi begitu bertemu
pandang, Swat Hong merasa tidak suka kepada panglima ini karena pandang mata itu seolah-olah hendak
menelanjangi dan sinar mata orang itu seperti dapat menembus pakaiannya! Ahmed cepat berdiri dengan tegak
memberi hormat kepada atasannya. Panglima itu lalu bertanya kepada Ahmed dalam bahasa mereka sendiri yang tidak
dimengerti oleh Swat Hong, dijawab pula oleh Ahmed. Panglima itu mengangguk-angguk, bicara lagi lalu memutar
kudanya pergi dari tempat itu setelah melempar kerling penuh gairah dan kagum ke arah Swat Hong. "Nona,
Komandanku tadi bertanya tentang Nona dan menyuruh Nona langsung saja menghadap Bouw-ciangkun untuk melapor.
Tentu saja bantuan tenaga seorang yang berkepandaian tinggi seperti Nona amat dihargai dan dibutuhkan. Mari
Nona, saya antar." "kau baik sekali, terima kasih," jawab Swat Hong yang merasa memperoleh seorang sahabat
dalam diri perwira yang simpatik ini. "Nama saya Ahmed, Nona." Swat Hong tersenyum, mengerti bahwa itulah cara
yang sopan dari sahabat barunya untuk menanyakan namanya. "Dan namaku Han Swat Hong." Mereka memasuki sebuah
bangunan besar dan di ruangan dalam, Ahmed membawa Swat Hong ke dalam sebuah kamar di mana duduk seorang tua
berpakaian panglima perang. Orang ini berusia lima puluh tahun lebih, mukanya bulat dan matanya sipit menjadi
agak lebar ketika dia memandang Swat Hong yang datang bersama Ahmed. Setelah memberi hormat, Ahmed berkata
"Nona Han Swat Hong ini ingin menjadi sukarelawati." "Hemm, aku sudah mendengar dari komandanmu. Kau boleh
pergi meninggalkan Nona ini di sini," jawab Panglima Bouw dengan sikap angkuh. Menyaksikan sikapnya ini saja
Swat Hong sudah merasa kurang senang. Ahmed memberi hormat, melirik kepada Swat Hong lalu melangkah keluar
dengan tegap. Setelah derap kaki Ahmed tidak terdengar lagi, kamar itu menjadi sunyi sekali biarpun di situ,
selain Bouwciangkun dan Swat Hong, masih terdapat empat orang pengawal yang berdiri di sudut kamar seperti
arca. "Silahkan duduk, Nona." Suara Bouw-ciangkun berubah, tidak singkat dan keras seperti tadi, melainkan
lunak dan manis. Hal ini membuat Swat Hong makin tidak senang lagi, akan tetapi karena kedatangannya hendak
membantu kerajaan melawan pemberontak, bukan hendak berhubungan dengan orang ini, dia tidak banyak cakap, lalu
duduk. "Kami telah mendengar akan kelihaian Nona yang mendemonstrasikan kepandaian di luar tadi. Kebetulan
sekali kedatangan Nona, karena Kaisar memang membutuhkan seorang pengawal wanita untuk menjaga keselamatan
keluarga Kaisar. Oleh karena itu, harap Nona menanti di dalam pesanggrahan, kalau kesempatan sudah terbuka,
kami akan mengantarkan Nona untuk menghadap Kaisar sendiri." Girang juga hati Swat Hong karena dia lebih senang
untuk bekerja dekat dengan keluarga Kaisar daripada bekerja sama dengan para prajurit Kaisar itu. Pula, memang
karena merasa bahwa ayahnya adalah masih sedarah dengan keluarga Kaisar maka dia berkeinginan membantu keluarga
Kaisar, maka pekerjaan menjadi pengawal untuk melindungi keselamatan keluarga Kaisar amatlah cocok baginya.
"Baik, saya akan menanti," jawabnya. Setelah mencatatkan nama Swat Hong, Bouw-ciangkun sendiri lalu
mengantarkan dara itu pergi ke pesanggrahan, yaitu sebuah bangunan yang terpencil, berada di pinggir gunung,
bangunan yang bentuknya indah dan mungil. Ketika menuju ke bangunan ini, Swat Hong melihat beberapa orang
penjaga yang jumlahnya hanya belasan orang akan tetapi senjata mereka aneh, yaitu sebatang pedang yang
bengkak-bengkok seperti ular dan memegang perisai yang bentuknya seperti batok kura-kura. "Mereka ini adalah
pasukan istimewa, pasukan pengawalku." kata Bouw-ciangkun menjelaskan dengan nada suara bangga ketika Swat Hong
memandang mereka itu yang berdiri tegak dan memebri hormat kepada Bouwciangkun dengan gagah. Setelah mereka
memasuki pesanggrahan, Bouw-ciangkun melanjutkan, "Mereka terdiri dari orang-orang pilihan, bermacam suku
bangsa di barat dan utara." Akan tetapi Swat Hong sudah tidak memperhatikan lagi cerita tentang pasukan
pengawal tadi, karena dia sedang memperhatikan keadaan pesanggrahan yang cukup mewah itu. "Rumah ini kosong?"
tanyanya. "Memang di kosongkan dan disediakan untuk tamu agung. Karena sekarang tidak ada tamu, maka Nona boleh
beristirahat di sini barang sehari dua hari untuk menanti kesempatan Kaisar dapat menerima Nona menghadap. saya
akan mengirim dua orang pelayan wanita untuk melayani segala keperluan Nona, dan sekarang juga saya akan
berusaha melaporkan kedatangan Nona kepada kaisar." Swat Hong hanya memangguk dan pembesar itu pergi
meninggalkannya. Ketika Swat Hong sedang memeriksa keadaan pesangrahan itu yang ternyata mewah dan lengkap
dengan kamar tidur yang indah, masuklah dua orang pelayan wanita membawa perlengkapan dan bahan masakan. "Kami
menerima perintah untuk melayani Nona di sini," kata mereka dan segera mereka sibuk di dapur. Swat Hong merasa
tidak enak hatinya. Dia melamar untuk menjadi pejuang membantu Kaisar, akan tetapi dia diterima seperti seorang
tamu agung, ditempatkan di rumah mungil dan dilayani dengan istimewa seperti dimanja! Apakah karena dia wanita?
Ataukah karena dia memperlihatkan kepandaiannya tadi dan dipilih menjadi pengawal keluarga Kaisar? Dia ingin
melihat-lihat keadaan di luar. Akan tetapi baru saja dia meninggalkan pondok itu sejauh belasan langkah,
tiba-tiba muncullah tiga orang mengawal istimewa yang bersenjata pedang berbentuk ular dan perisai kura-kura
tadi. "Harap Nona jangan meninggalkan pondok . Kami diperintah untuk menjaga pesanggrahan dan kalau Nona
memaksa pergi kami harus mengawal Nona." Swat Hong mengerutkan alisnya. Akan tetapi karena maksud itu baik,
biarpun dianggapnya tidak ada gunanya, aneh dan menyebalkan, dia tidak menjawab melainkan kembali memasuki
pondok, terus ke kamar dan merebahkan diri di atas pembaringan. Dia merasa seperti seorang asing di situ.
Tiba-tiba dia tersenyum teringat kepada Ahmed. Untung ada orang yang simpatik itu. Setidaknya, dia yakin bahwa
dia mempunyai seorang sahabat yang boleh dipercaya. Akan tetapi baru saja dia beristirahat di atas tempat tidur
yang lunak itu, terdengar suara hiruk pikuk di luar. Swat Hong yang memang selalu merasa tidak enak itu
meloncat dan berlari ke luar. Kagetlah dia ketika melihat bahwa yang datang adalah Bouw-ciangkun dan Panglima
Arab tinggi besar yang menjadi atasan Ahmed tadi, diiringkan oleh tujuh orang pelayan pria yang membawa baki
tertutup. Begitu berhadapan, Bouw-ciangkun menjura dengan hormat sambil berkata, "Kiong-hi (selamat), Nona Han.
Kami telah menghadap Kaisar dan karena Beliau masih sibuk, mulai besok lusa Nona boleh menghadap sendiri.
Sementara itu, Beliau mengirim kami berdua untuk menemani Nona menerima hidangan yang dikirim dari dapur
keluarga Kaisar!" Hati Swat Hong tidak senang dan curiga, akan tetapi karena nama Kaisar disebut-sebut, dia
tidak berani menolak. Dia tahu bahwa penolakan hadiah dari Kaisar dapat diartikan penghinaan dan pemberontakan!
Banyak dia mengerti tentang peraturan kerajaan, karena selain dia sendiri adalah puteri raja di Pulau Es juga
dia banyak membaca kitab-kitab ayahnya tentang penghidupan keluarga Raja di daratan besar. Terpaksa dia
membalas dengan menjura penuh hormat, kemudian bersama dua orang panglima itu dia memasuki pondok dan duduk
menghadapi meja besar bersama mereka berdua. Setelah hidangan yang lengkap dan masih panas diatur di atas meja
dan para pelayan mudur berdiri di sudut, dua orang pelayan wanita muncul melayani mereka makan minum.
Bouw-ciangkun memperkenalkan panglima itu sebagai panglima yang menjadi komandan dari pasukan Arab yang
membantu. "kami mengandalkan bantuan sahabat-sahabat dari barat ini untuk merampas kembali kota raja." antara
lain Bouw-ciangkun berkata, akan tetapi urusan itu hanya didengarkan sepintas lalu saja oleh Swat Hong yang
menghendaki agar pertemuan ini cepat selesai. Dengan tangannya sendiri Bouw-ciangkun lalu mengisi cawan-cawan
kosong di depan Swat Hong, Panglima Arab, dan dia sendiri, lalu mengangkat cawan arak sambil berkata, "mari
kita mulai makan minum bersama dengan mengucapkan terima kasih kepada Sri Baginda dengan mengangkat cawan
penghormatan untuk kejayaan Sri Baginda Kaisar!" Swat Hong mengangkat cawan dan minum bersama mereka, kemudian
Bouw-ciangkun mempersilahkan Swat Hong dan Panglima Arab itu untuk mulai makan. Sambil makan, Bouw-ciangkun
dengan gembira menceritakan keadaan mereka, kekuatan yang sedang mereka susun, juga menceritakan kekacauan di
kota raja sebagai akibat perebutan kekuasaan di antara para peberontak sendiri. Betapa An Lu Shan dan puteranya
tewas dan sekarang Shi Su Beng yang berkuasa juga menghadapi bersaingan dari bekas kawan-kawannya sendiri.
"Ha-ha-ha, seperti sekumpulan anjing memperebutkan tulang!" Dia menutup ceritanya sambil tertawatawa. Panglima
Arab itu yang diperkenalkan tadi bernama Hussin bin Siddik, mengeluarkan sebuah guci yang bentuknya seperti
tanduk kerbau, membuka tutupnya dan mencium bau harum yang aneh. Sambil tertawa dia mengacungkan guci tanduk
kerbau itu sambil berkata, "Nona adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi dan dipilih untuk menjadi pengawal
Sri Baginda. karena itu sudah sepatutnya menerima penghormatan kami dengan anggur padang pasir ini! Marilah
kita minum tiga cawan untuk pertama, demi keselamatan Sri Baginda sekeluarga!" Dia mengisi cawan arak di depan
Swat Hong dengan minum dari guci tanduk kerbau itu, tidak banyak, hanya setengah cawan kurang. karena dia
diajak minum demi keselamatan keluarga kaisar, tentu saja Swat Hong tidak menolak, apalagi karena dia melihar
betapa Bouwciangkun dan Panglima Hussin sendiri juga minum. Diminumnya cawannya dan ternyata anggur itu enak
dan tidak begitu keras, manis dan harum sungguhpun agak aneh harumnya. "Secawan lagi kita minum demi
persahabatan kita!" Kembali Swat Hong minum dari cawan araknya yang sudah diisi lagi setengahnya. "Dan cawan
terakhir kita minum untuk kemenangan perjuangan kita!" Sekali ini cawan itu dipenuhi dan karena anggur itu sama
sekali tidak mendatangkan pengaruh apa-apa, Swat Hong tidak khawatir dan minum anggur sampai habis. panglima
Hussin dan Bouw-ciangkun tertawa girang dan melanjutkan makan minum sepuas-puasnya. Setelah kenyang, kedua
orang panglima itu berpamit dan sambil tertawa Bouw-ciangkun berkata, "Harap Nona jangan pergi meninggalkan
pesanggrahan ini karena siapa tahu tiba-tiba saja Sri Baginda Kaisar telah siap menerima kunjungan Nona. hal
itu bisa saja terjadi di siang hari atau di malam hari. Sebaiknya kalau Nona mengaso saja dalam pesanggrahan
dan sewaktu-waktu, kalau Sri Baginda menghendaki, aku sendiri atau Panglima Hussin yang akan datang menjemput
Nona." Swat Hong mengangguk dan setelah dua orang panglima itu pergi dan meja dibersihkan lalu ditinggal pergi
oleh para pelayan, dia lalu minta kepada wanita pelayan untuk menyediakan air. Setelah mandi dan tukar pakaian,
Swat Hong kembali beristirahat di dalam kamar yang indah itu. Berada di dalam kamar ini teringatlah dia akan
kamarnya sendiri di Pulau Es, kamar yang lebih indah dan lebih menyenangkan lagi. Dia menutup mulut dengan
tangan dan menguap..... goyang-goyang kepalanya. Mengapa dia begini mengantuk? Dia menguap lagi. Bukan main!
Rasa kantuk sukar dipertahankannya lagi. Aneh sekali! Hari baru menjelang senja, belum malam. Pula habis makan
dan mandi, mana bisa mengantuk? Kembali dia menguap dan Swat hong meloncat bangun, duduk sambil memegangi kedua
pelipisnya. Ini tidak wajar, pikirnya! Rasa kantuk yang amat hebat dan terbayanglah wajah Panglima Hussin yang
mengajaknya minum sampai tiga kali, kemudian terbayanglah dan terdengar lagi kata-kata Bouw-ciangkun yang
menyatakan bahwa kalau Kaisar menghendaki, sewaktu-waktu dia atau Panglima Hussin akan datang menjenguknya.
Semua ini dilakukan sambil tertawa-tawa dan seakan-akan ada "main mata" di antara kedua orang panglima itu!
"Celaka....!" dia mengeluh, ingin dia turun membasahi muka denan air, akan tetapi dia tidak kuat, baru saja dia
turun, dia sudah terguling ke atas lantai karena kepalanya pening dan Swat Hong sudah tidur di atas lantai
dengan pulasnya! Tak lama kemudian, setelah matahari mulai condong ke barat, sesosok bayangn seorang pemuda
berkelebat dan mengintai pesangrahan itu dari balik batu-batu gunung. pemuda ini tinggi besar, gagah dan
tampan, dengan sebatang pedang di punggungnya, berpakaian sederhana dan matanya bersinar-sinar penuh kemarahan.
Pemuda ini adalah Kwee Lun! Bagaimana dia dapat datang di tempat jauh itu? Seperti telah dituturkan di bagian
depan, dua tahun yang lalu pemuda ini berpisah dari Swat Hong dan langsung dia pulang ke Pulau Kura-kura di
Lam-hai. Tepat seperti dugaannya semula, gurunya, Lam-hai Seng-jin, terheran-heran dan kagum mendengar
penuturan muridnya terutama pengalaman muridnya yang bertemu dan bersahabat dengan penghuni Pulau Es! Setelah
muridnya selesai menceritakan semua pengalamannya, juga tentang kematian Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka yang
dicintainya dengan suara berduka, kakek itu berkata, "Pengalamanmu sudah cukup, muridku. Sekarang biarlah aku
memperdalam ilmumu dan menerima sisa-sisa dari semua kepandaianku. Setelah itu, berangkatlah kau lagi ke
daratan besar. Negara sedang kacau balau dilanda oleh para pemberontak. Tenagamu dibutuhkan. Kabarnya kaisar
mengungsi ke Secuan, maka sebaiknya kalau kau kelak menyusul ke sana untuk membantu kaisar, jangan membiarkan
dirimu terbujuk oleh kaum pemberontak." Demikianlah, Kwee Lun berlatih silat untuk yang terakhir dari gurunya,
terutama sekali memperhebat ilmu pedang yang dimainkan bersama dengan kipas di tangan kirinya. Setahun kemudian
berangkatlah dia meninggalkan Pulau Kura-kura untuk kedua kalinya, mendarat di daratan besar dan langsung dia
pergi ke barat, ke Secuan! Kebetulan sekali dia tiba pada hari itu juga, berbareng dengan datangnya Swat Hong!
Hanya bedanya, kalau Swat Hong datang dari timur, adalah Kwee Lun datang dari selatan, akan tetapi mereka
memasuki daerah yang sama yaitu yang dikuasai oleh Bouw-ciangkun. Kwee Lun terus melaporkan diri dan langsung
diterima sebagai sukarelawan. Dia tidak tahu bahwa pada siang hari itu juga Swat Hong datang dan bertemu dengan
perwira Ahmed dari pasukan Arab yang diperbantukan. Tanpa disengaja, ketika Kwee Lun berjalan-jalan dan bertemu
dengan para perajurit Han, bertanya-tanya tentang keadaan, dia mendengar kelakar seorang di antara para
prajurit itu. "Wah, enak juga menjadi panglima tentara asing! Selain jaminannya lebih hebat, juga hiburannya
lebih luar biasa lagi. Bayangkan saja, dara perkasa yang mengebohkan siang tadi, kabarnya akan diserahkan
sebagai hadiah kepada Panglima Hussin!" "Ah, masa?" "Hem, jelita sekali dia!" "Dan masih perawan hijau lagi!"
"Akan tetapi ilmu silatnya hebat! jangan-jangan panglima itu akan mampus olehnya!" "Mudah-mudahan begitu!"
"tapi panglima itu terkenal pandai, dan lihat saja Perwira Ahmed itu, dimana-mana para wanita tergila-gila
kepadanya. Agaknya mereka memiliki jimat untuk menundukan hati wanita." Mendengar ini, Kwee Lun mengerutkan
alisnya. Tak disangkanya, di tempat seperti ini dia mendengarkan peristiwa yang sepantasnya terjadi di dunia
penjahat. Seorang dara dihadiahkan begitu saja! Mendengar bahwa dara itu lihai ilmu silatnya, dia tertarik.
"Kalau wanita itu lihai, mana bisa dia dihadiahkan begitu saja?" dia ikut bicara sambil tersenyum. "Aha, kau
tidak tahu, kawan. Banyak jalan yang dapat dilakukan oleh Bouw-ciangkun. Dan kabarnya, tidak pernah ada wanita
yang dapat melawan apabila dikehendaki oleh Panglima Hussin itu. Apalagi kalau Bouw-ciangkun sudah
mengijinkannya, dan dalam hal ini, agaknya Bouw-ciangkun selalu berusaha mengambil hati orang-orang berkulit
hitam itu!" Kwee Lun makin tak senang hatinya. Dia mendengarkan dengan teliti dan akhirnya memperoleh
keterangan bahwa dara yang hendak dihadiahkan itu kabarnya telah dikurung di dalam pesanggerahan, yaitu rumah
kecil terpencil yang oleh para perajurut diberi nama tempat penjagalan perawan! "Hem, semenjak kecil suhu
menanamkan sifat pendekar, membela keadilan dan kebenaran kepadaku." Kwee Lun berpikir, "Biarpun sekarang aku
menjadi seorang pejuang, tetap aku harus menentang kejahatan, dari siapapun juga datangnya! Dengan pikiran ini,
Kwee Lun mulai melakukan penyelidikan dan pada sore hari itu dia sudah mendekati rumah pesanggerahan itu dan
menyelinap untuk menyelidiki dari jarak dekat, kalau mungkin memasuki rumah itu dan menolong si gadis yang
hendak dijadikan korban. Melihat betapa di empat penjuru terdapat empat orang penjaga yang selalu melakukan
perondaan mengelilingi pesanggerahan itu, Kwee Lun bersembunyi dan mengintai. Penjaga-penjaga yang memegang
pedang ular dan perisai kura-kura itu kelihatanya bukan penjaga-penjaga sembarangan. Dia harus menanti sampai
malam tiba, barulah ada harapan baginya untuk dapat memasuki pesanggrahan itu tanpa diketahui orang. Asal saja
dia tdak terlambat, pikirnya. Akan tetapi, tiba-tiba dia melihat seorang perwira Arab yang berkumis rapi datang
menghampiri pesanggerahan itu. Empat orang penjaga menghadangnya, mereka bercakap-cakap dan perwira itu
dibiarkan oleh para penjaga memasuki pesanggrahan. Hemm, ini agaknya pembesar yang di "hadiahi" gadis itu,
pikir Kwee Lun dengan marah sekali. Kalau dia harus menanti lebih lama lagi , mungkin dia akan terlambat.
Kebetulan sekali terdapat seorang penjaga meronda di dekat tempat dia bersembunyi, "Keparat busuk!" Kwee Lun
berseru marah dan dia meloncat dari tempat sembunyinya. Penjaga itu terkejut cepat menarik perisai kura-kura di
depan dadanya dan mengangkat pedangnya, siap untuk menyerang. "Haaaaiiiiittttt!!!" Tubuh Kwee Lun yang meloncat
ke atas itu langsung menendang dengan tumit kaki kanan di depan. "Bresss....!!" Perisai kura-kura itu ternyata
kuat menahan tendangan Kwee Lun, akan tetapi pemegangnya terdorong dan terjengkang bergulingan. Mendengar suara
berisik ini, berdatanganlah para penjaga lain dan dalam waktu sebentar saja Kwee Lun terpaksa harus mencabut
pedang dan kipasnya, mengamuk dikepung oleh belasan orang penjaga yang bersenjata pedang ular dan perisai
kukra-kura itu. Sementara itu, perwira berkumis yang bukan lain adalah Perwira Ahmed tadi, setelah berhasil
meyakinkan para penjaga bahwa dia datang untuk memeriksa apakah dara itu masih berada di pesanggrahan, terkejut
mendengar ribut-ribut dan ketika dia menengok, dia melihat seorang pemuda perkasa sedang dikepung para penjaga.
Perwira yang cerdik ini menduga bahwa tentu pemuda itu datang untuk menolong Swat Hong, maka dia bergegas
memasuki rumah itu. Dua orang pelayan wanita dibentaknya untuk minggir. "Aku harus menjaga dia, ada orang jahat
datang! Didorongnya dau pintu kamar dan cepat ditutupnya dari dalam. Melihat Swat Hong rebah terlentang dan
tidur pulas di atas lantai, Ahmed cepat berlutut dan mengeluarkan sebuah botol hijau dari sakunya. "Huh, benar
jahat! Mengorbankan siapa saja tanpa pilih bulu!" gerutunya sambil membuka tutup botol hijau yang cepat dia
tempelkan di depan hidung Swat Hong. Tak lama kemudian dara itu terbangun, mengeluh dan merintih,
"Aduhh....pening kepalaku....." "Sttt..... Nona Swat Hong...... sadarlah...... aku datang menolongmu......"
Ahmed mengguncang-guncang dara itu. Swat Hong membuka matanya dan terkejut melihat Ahmed berlutut di dekatnya.
"Lekas kaucium ini....." Ahmed kembali mendekatkan botol di depan hidung Swat Hong. Gadis itu memang sudah
mempunyai kesan baik terhadap diri Ahmed, maka dia tidak membantah dan disedotnya botol itu. Tercium bau keras
dan dia tersedak lalu berbangkis. Apa.... apa yang terjadi......?" Swat Hong bertanya, kepalanya masih agak
pening. "Lekas kau telan ini...." Ahmed memberikan sebutir pil hitam. "Engkau telah terkena racun Hashish yang
dicampurkan di dalam anggur. Ini obat penawarnya." Teringatlah Swat Hong dan tahulah dia mengapa dia tertidur
di lantai. Tanpa bertanya lagi dia lalu menelan pel kecil itu dan benar saja, peningnya hilang dan pikirannya
terang kembali. "Nona, aku mendengar bahwa siang tadi kau dijamu oleh mereka. Tahulah aku bahwa kau tentu
diberi anggur bercampur hashish. Lekas kau keluar, di luar sedang terjadi pertempuran. Seorang pemuda agaknya
datang hendak menolongmu, dia bersenjata pedang dan kipas...." "Kwee Lun.....!" Swat Hong berseru kaget,
menyambar pedangnya di atas meja dan hendak lari keluar. "Nanti dulu, Nona." Swat Hong berhenti. "kau baik
sekali, Saudara Ahmed. Aku berterima kasih kepadamu." "Bukan itu. kau....kau harus lukai aku dengan pedang itu.
Kalau tidak, aku akan dihukum mati sebagai pengkhianat." Barulah sadar Swat Hong betapa perwira ini telah
menolongnya dengan taruhan nyawa sendiri. "Kau adalah seorang yang amat baik, bagaimana mungkin aku tega untuk
melukaimu? Kau sahabatku..... dan ternyata di segala bangasa, ada saja manusianya yang jahat dan baik, tidak
ada bedanya dengan bangsa lain. Aku mengerti maksudmu, saudara Ahmed, nah, biar kurobohkan kau dengan totokan!"
Swat Hong bergerak cepat sekali, dan tahu-tahu dua jalan darah di tubuh Ahmed telah di totoknya dan perwira itu
terguling roboh dan tak mampu bergerak karena kaki tangannya menjadi lumpuh, tubuhnya lemas tak mampu bergerak.
Swat Hong cepat menyambar botol dan sisa obat penawar, memasukannya di dalam sakunya, kemudian dia menendang
meja kursi sampai terpelanting ke kanan kiri sehingga menimbulkan kesan seolah-olah di kamar itu telah terjadi
pertempuran, mencabut pedang dari pinggang Ahmed dan melemparkan pedang di lantai, kemudian dia memegang tangan
Ahmed dan berkata, suaranya terharu, "Selamat tinggal!" Saudara Ahmed. Sekali lagi terima kasih dan kita takkan
bertemu kembali." Hanya dengan bibir dan pandang matanya saja Ahmed tersenyum penuh kagum, mulutnya hanya dapat
berkata," Kau..... setangkai bunga di padang pasir........" Swat Hong melompat dan berlari ke luar. Dua orang
pelayan wanita yang lari mendatangi dia tendang terguling dan menjerit-jerit, kemudian dia terus lari ke luar.
Heran juga ketika dia melihat bahwa dugaannya tadi benar ketika mendengar penuturan Ahmed tentang seorang
pemuda bersenjata kipas dan pedang. Kwee Lun telah datang dan mengamuk di luar pesanggrahan! Gerakan pemuda itu
hebat bukan main karena memang selama satu tahun dia berlatih dengan tekun. Akan tetapi ternyata para
pengeroyoknya juga merupakan pasukan yang terlatih dan memiliki keistimewaan. Bukan hanya senjata mereka yang
aneh, yaitu pedang ular dan perisai kura-kura, akan tetapi juga mereka itu membentuk barisan yang kokoh kuat,
saling membantu dan banyak menggunakan perisai untuk berlindung, kemudian pedang ular itu meluncur dari depan
perisai, persis gerakan seekor kura-kura menyerang dan menyembunyikan kepala di dalam batoknya. Menghadapi
kepungan yang ketat ini, Kwee Lun merasa kewalahan juga. Akan tetapi dia mengamuk dengan penuh keberanian dan
akhirnya dia dapat membobolkan kepungan dengan jalan berloncatan ke sana-sini, kemudian mendadak dia meloncat
melewati kepala pengepung yang berada di belakangnya dan begitu berada di luar kepungan dia berhasil merobohkan
dua orang pengeroyok dengan pedang dan kipasnya. Empat belas orang sisa pasukan itu sudah mengepung lagi, akan
tetapi mendadak terdengar lengking nyaring dan robohlah empat orang diserang oleh Swat Hong dari luar kepungan.
"Nona Han....!" "Kwee-toako, mari kita basmi mereka ini!" seru Swat Hong. Kwee Lun girang bukan main, tak
pernah disangkanya bahwa dara yang hendak dijadikan korban itu adalah Han Swat Hong. Dia merasa kecelik juga,
karena ternyata bahwa gadis yang akan ditolongnya itu berbalik malah menolongnya! "Kita lari saja, Nona. tidak
perlu melawan tentara yang amat banyak!" "Tidak aku harus bunuh dulu si keparat she Bouw....!" Pada saat itu
terdengar suara hiruk pikuk dan berbondong-bondong datanglah pasukan besar dipimpin oleh Bouw-ciangkun sendiri!
Melihat Bouw-ciangkun, Swat Hong menjadi marah sekali. Dari mulutnya terdengar suara melengking nayring dan
tubuhnya melesat seperti terbang cepatnya, pedangnya menyambar sebagai sinar kilat ke arah Bouw-ciangkun.
panglima ini terkejut, menggerakan pedang menangkis. Terdengar suara berdencing nyaring dan pedang di tangan
panglima itu patah disusul robohnya tubuhnya yang berkelojotan karena ternyata lehernya hampir putus terbabat
pedang di tangan Swat Hong! "Nona, jangan...." Kwee Lun lari mendekat dan mereka sudah dikepung oleh ratusan
orang perajurit yang menjadi bengong menyaksikan kematian komandan mereka secara yang sama sekali tidak
disangka-sangka itu. Semua orang menduga bahwa tentu nona yang tadinya melamar sebagai sukarelawati dan pemuda
yang menjadi sukarelawan ini tentulah mata-mata dari pihak pemberontak! "Tangkap mata-mata!" "Bunuh mereka!"
"Tahan semua senjata....!!" Kwee Lun berteriak dan suaranya mengatasi semua keributan itu, semua orang menahan
senjata dan memandang kepada pemuda itu dengan marah. Mau bicara apa lagi mata-mata yang sudah membunuh
komandan mereka ini? "Saudara-saudara sekalian! Kami berdua bukan mata-mata pemberontak, sama sekali bukan!
Bahkan kami adalah musuh-musuh pemberontak. Kami berdua adalah sungguh-sungguh hendak membantu gerakan Sri
Baginda Kaisar untuk menghalau pemberontak dari kota raja. Akan tetapi celakanya, Nona Han Swat Hong yang
beriktikad baik ini dicurangi oleh Bouw-ciangkun. Sukarelawati yang gagah perkasa ini, yang akan dapat membantu
banyak sekali kepada Sri Baginda, oleh Bouw-ciangkun hendak dikorbankan sebagai hadiah kepada panglima Arab,
untuk diperkosa! Tentu saja kami melawan kejahatan ini!" "Tangkap......!" "Bunuh.....! Dia telah membunuh
Bouw-ciangkun......!" "Jangan percaya hasutan mulut mata-mata pemberontak!" Kini tempat itu penuh dengan
perajurit, tidak hanya ratusan, bahkan ribuan banyaknya. Mereka sudah marah semua karena biarpun di antara
mereka ada yang dapat memaklumi kebenaran ucapan Kwee Lun, namun kenyataan dibunuhnya Bouw-ciangkun tentu saja
menggegerkan dan mengacaukan mereka. Dengan senjata di tangan mereka sudah mengeroyok dua orang itu. "Menyesal
tidak berhasil, Nona." "Tidak apa, Toako. Mati di sampingmu membesarkan hati." "Benarkah?" "Tentu saja, karena
engkau seorang yang baik sekali, Kwee-toako." "Kalau begitu, marilah mati bersama!" Pemuda itu dengan wajah
berseri sudah siap dengan sepasang senjatanya, mereka saling membelakangi dan saling melindungi. Para perajurit
sudah berdesak-desakan hendak menyerbu. Tiba-tiba terdengar suara yang halus dan tenang, namun penuh wibawa,
"Harap Cu-wi sekalian tidak menggerakkan senjata.......!" Sungguh ajaib sekali. Biarpun ada di antara mereka
yang tidak mempedulikan kata-kata ini dan hendak tetap menyerang, tiba-tiba saja merasa bahwa tangan mereka
tidak mampu bergerak! Terdengar seruanseruan kaget dan heran, dan kini semua mata memandang kepada seorang
pemuda yang dengan tenangnya berjalan memasuki kepungan itu, dengan membuka jalan di antara para perajurit.
Juga Kwee Lun dan Swat Hong mengeluarkan seruan tertahan. Mereka berdua pun merasa betapa tangan mereka tidak
dapat digerakkan! Otomatis mereka pun menoleh dan melihat pula seorang pemuda yang memasuki kepungan itu dengan
sikap tenang sekali. Seorang pemuda yang berpakaiannya sederhana, agak kurus, matanya memancarkan sinar yang
luar biasa, pemuda yang memandang kepada Swat Hong dengan senyum di bibir. "Su.... Suhenggggg.....!" Tiba-tiba
Swat Hong menjerit, pedangnya terlepas dari pegangan dan sambil terisak dia lari menghampiri lalu menubruk
pemuda itu yang bukan lain adalah Kwa Sin Liong! "Suheng..... aihhh, Suheng...... Ibuku....." "Tenanglah,
Sumoi, tenanglah........" Suara Sin Liong mengandung wibawa yang luar biasa sehingga Swat Hong yang dilanda
kekagetan dan keharuan hebat karena sama sekali tidak menyangka bahwa suhengnya masih hidup itu, dapat
menenangkan hatinya. "Suheng..... betapa bahagia rasa hatiku! Suheng, jangan kautinggalkan aku lagi....."
"Tidak, Sumoi. Tidak lagi." "Aku cinta padamu, Suheng! Aku cnta padamu!" Tanpa malu-malu Swat Hong meneriakkan
suara hatinya ini di tengah-tengah kepungan ratusan, bahkan ribuan orang perajurit! Kwee Lun memandang semua
itu dan dua titik air mata membasahi bulu matanya. Dia merasa terharu, juga girang sekali, girang melihat
kebahagian Swat Hong dan sekaligus dia teringat kepada Soan Cu. Dia pun sudah dapat bergerak, melangkah maju
dan berkata, "Kwa-taihiap, syukur bahwa engkau masih dalam keadaan selamat. Sungguh aku ikut merasa girang...."
Sin Liong tersenyum kepadanya. "Kwee-toako, engkau seorang sahabat yang baik. Simpanlah pedang dan kipasmu,
tidak perlu melanjutkan pembunuhan yang tidak ada gunanya ini." Kwee Lun menurut, akan tetapi matanya memandang
ragu dan sambil menyarungkan pedang dan menyimpan kipasnya, dia bertanya, "Akan tetapi.... mereka itu....?"
Terdengar teriakan-teriakan dari para pengepung. "Tangkap mata-mata musuh!" "Bunuh pemberontak!" "Tangkap
pembunuh Bouw-ciangkun!" Ribuan orang perajurit sudah bergerak lagi. Swat Hong memegang lengan suhengnya dan
Kwee Lun juga mendekati Sin Liong. Betapapun juga, gentar dia menghadapi ribuan orang yang berteriak itu,
apalagi dia tidak boleh melawan. Ketenangan Sin Liong membuat dia mencari perlindungan dekat pemuda ini. Sin
Liong memegang lengan sumoinya dan terdengarlah suaranya penuh kesabaran dan ketenangan yang wajar, "Cu-wi
sekalian tahu bahwa mereka berdua ini bukan mata-mata, dan Cu-wi tahu apa yang telah terjadi. Maka harap Cu-wi
perkenankan kami pergi, kemudian sebaiknya melaporkan kepada Sri Baginda apa yang telah terjadi sehingga dapat
diambil tidakan tepat, demi ketertiban." Suara ini demikian halus, akan tetapi mengatasi semua teriakan dan
anehnya orang-orang itu tidak berteriak-teriak lagi. "Kami hendak pergi sekarang!" Sin Liong memegang lengan
Swat Hong dengan tangan kanannya, memegang lengan Kwee Lun dengan tangan kiri, lalu menarik kedua orang itu
keluar dari kepungan. Swat Hong dan Kwee Lun melangkah dengan bengong, merasa seperti dalam mimpi saja karena
ketika mereka melangkah pergi melalui ribuan orang pasukan itu, tidak ada seorang pun di antara para perajurit
yang mencoba untuk menghalangi mereka, bahkan ajaibnya, tidak ada seorang pun yang memandang mereka,
seolah-olah para perajurit itu tidak melihat mereka! Dan memang begitulah. Para perajurit itu pun bengong
ketika secara tiba-tiba setelah pemuda tampan halus itu berpamit, tiga orang itu tiba-tiba saja lenyap dari
situ tanpa meninggalkan bekas! Setelah Sin Liong dan dua orang temannya pergi jauh, barulah gempar di tempat
itu dan akhirnya Kaisar memperoleh laporan tentang semua peristiwa yang terjadi. Panglima Hussin dikirim pulang
dan pimpinan pasukannya diserahkan kepada Ahmed! Sementara itu, Sin Liong, Kwee Lun dan Swat Hong pergi
meninggalkan Secuan. Ketika mereka tiba jauh dari daerah itu, mereka berhenti dan Swat Hong berkata, "Suheng,
mengapa kita meninggalkan Secuan? Aku ingin sekali menjadi sukarelawati, membantu Kaisar dan membasmi
pemberontak yang telah mengakibatkan kematian Ibu, kematian Soan Cu dan Ayahnya, bahkan kematian kakek
buyutku!" "Benar apa yang dikatakan Nona Swat Hong, Kwa-taihiap. Perjuangan menanti tenaga kita. Marilah kita
bertiga membantu kerajaan membasmi pemberontak." Sin Liong menarik napas panjang, memegang tangan sumoinya dan
diajak duduk di atas rumput. Swat Hong duduk dekat suhengnya dan memandang wajah suhengnya dengan penuh kagum
dan kasih sayang. "Kwee-toako, benarkah engkau tertarik dengan perang, dengan saling bunuh membunuh antara
manusia, antara bangsa sendiri itu? Betapa mengerikan, Toako. Menggunakan ilmu silat untuk membela yang lemah,
untuk menentang yang jahat masih dapat dimengerti dan masih mending. Akan tetapi bunuh-membunuh hanya untuk
membela sekelompok manusia lain saling memperebutkan kemuliaan duniawi, sungguh patut disesalkan. Mereka itu
hanya ingin mempergunakan orang lain demi mencapai cita-cita sendiri. "Aih, apa yang dikatakan Suheng memang
tepat, Kwee-toako. Ingat saja pengalamanku. Aku jauh-jauh datang untuk menjadi sukarelawati, membantu mereka,
akan tetapi belum apa-apa aku sudah akan dikorbankan demi untuk menyenangkan hati panglima asing itu." Swat
Hong berkata kemudian dia menceritakan pengalamannya kepada Sin Liong, semenjak mereka berpisah dan dia
ditolong oleh kakek buyutnya, sampai dia berpisah dari Kwee Lun meninggalkan ibunya yang menghadapi maut. "Aku
tidak berhasil mencari Swi Nio dan Toan Ki yang kutitipi pusaka-pusaka Pulau Es. Maka aku berniat membantu
Kaisar sekaligus mencari mereka yang kurasa melarikan diri membawa pusaka-pusaka itu untuk mereka sendiri.
Sungguh menggemaskan!" "Jangan tergesa-gesa berperasangka buruk terhadap orang lain, Sumoi. Kelak kita memang
harus mencari mereka dan meminta kembali pusaka-pusaka itu untuk kita bawa kembali ke Pulau Es." Kwee Lun juga
menceritakan riwayatnya semenjak dia berpisah dari Swat Hong. Kemudian mereka minta agar Sin Liong suka
menceritakan riwayatnya. "Bagaimana engkau yang menurut cerita Kakek buyut dilempar ke sumur ular dan ditutup
dengan reruntuhan guha, dapat menyelamatkan diri, Suheng?" dan selama ini engkau kemana saja?" Sin Liong
tersenyum. "Aku memang nyaris tewas di sumur itu, akan tetapi memang agaknya belum tiba saatnya aku mati, maka
batu mustika hijau kepunyaanmu ini telah menolongku, Sumoi." Sin Liong mengeluarkan mustika hijau itu. Swat
Hong menerima batu itu dan menciumnya. "Terima kasih, kau telah menyelamatkan Suheng!" katanya girang. Sin
Liong lalu menuturkan dengan singkat keadaannya selama dua tahun di dalam sumur ular sampai dia berhasil keluar
ketika sumur itu dibongkar oleh Han Bu Ong dan orang-orang kerdil. "Ahh, Ibunya yang mencelakanmu, anaknya yang
tanpa sengaja menolongmu!" Swat Hong berseru heran. "lalu bagaimana kau bisa datang ke Secuan dan menyelamatkan
aku dan Kwee-toako?" "Mula-mula aku pergi ke kota raja dan mendengar betapa Ibumu, juga Soan Cu telah tewas di
sana, akan tetapi juga bahwa ibu tirimu The Kwat Lin juga tewas pula. Karena aku menduga bahwa peristiwa itu
tentu membuat engkau dimusuhi oleh para pemberontak, maka aku yakin bahwa kau tentu membantu Kaisar di Secuan,
maka aku segera menyusul ke sini dan kebetulan sekali melihat engkau dan Kwee-toako dikeroyok para perajurit."
Sin Liong tidak memberitahukan bahwa sesungguhnya telah terjadi keajaiban pada dirinya sehingga seolah-olah dia
tahu bahwa sumoinya berada di Secuan. Seolah-olah apa yang terjadi bukan merupakan rahasia lagi baginya!
Tiba-tiba Kwee Lun bertanya nada suaranya hati-hati dan penuh sungkan, "Kwa-taihiap, sejak dulu saya tahu bahwa
Taihiap memiliki kepandaian luar biasa. Akan tetapi..... tadi di sana seruan taihiap membuat ribuan orang
berhenti bergerak, bahkan aku pun..... tidak mampu bergerak. Kemudian....... ketika kita pergi, terjadi
keajaiban, seolah-olah mereka itu sama sekali tidak melihat kita pergi....." Sin Ling hanya tersenyum dan
mengangkat pundak tanpa menjawab. "Benar! Apa yang telah kau lakukan tadi, Suheng?" Swat Hong juga bertanya.
"Tidak apa-apa, Sumoi. Engkau pun melihat sendiri. Kita pergi dari mereka, dan karena tidak ada permusuhan atau
kebencian di hatiku, tentu saja mereka pun tidak melakukan apa-apa." Swat Hong memang sejak dahulu sudah tahu
akan keanehan watak Suhengnya dan kadang-kadang ucapan suhengnya tidak dimengerti sama sekali, maka jawaban
sederhana ini cukup baginya. Tidak demikian dengan Kwee Lun. Pemuda ini menduga bahwa Pemuda Pulau Es itu
bukanlah manusia biasa, maka cepat dia berkata, "Kwa-taihaip, jika Taihiap berkenan, saya....... saya mohon
petunjuk......" Sin Liong menoleh, memandang. Mereka bertemu pandang dan Sin Liong tersenyum lagi. "Kau
sebaiknya pulang saja ke Pulau Kura-kura, Kwee-toako. Dan mengingat engkau suka sekali akan ilmu silat dan aku
yakin bahwa engkau tidak akan menggunakan ilmu itu untuk berbuat jahat, maka mungkin aku dapat menambahkan
sedikit tingkat ilmumu itu. Harap kau coba-coba mainkan pedang dan kipasmu itu sebaik mungkin." Bukan main
girangnya hati Kwee Lun. Dia menjura dengan hormat sambil mengucapkan terima kasih, kemudian dia mencabut
pedang dan kipasnya lalu bermain silat di depan Sin Ling dan Swat Hong. Seperti kita ketahui, dari kitab kuno
Sin Liong memperoleh ilmu luar biasa, yaitu mengenal semua inti ilmu silat dari gerakan pertama saja. Maka
setelah Kwee Lun mainkan jurus-jurus simpanan yang paling lihai dan menghentikan permainan silatnya, Swat Hong
bertepuk tangan memuji, sedangkan Sin Liong berkata, "Ada kelemahan-kelemahan di dalam beberapa jurusmu,
Toako." Pemuda luar biasa ini lalu memberi petunjuk kepada Kwee Lun yang menjadi terheran-heran, kagum dan
girang sekali. Petunjuk-petunjuk itu merupakan penyempurnaan dari semua ilmu silatnya.Dia menerima dan melatih
petunjuk-petunjuk ini dan demikianlah, sampai hampir sebulan lamanya, tiga orang ini melakukan perjalanan ke
timur dan disepanjang perjalanan, Kwee Lun menerima petunjuk-petunjuk dari Sin Liong, bahkan Kwee Lun menerima
pelajaran latihan untuk menghimpun tenaga sinkang. Selama sebulan itu, Kwee Lun memperoleh keyakinan bahwa
pemuda Pulau Es ini benar-benar bukan seorang manusia biasa. Tidak tanduknya, bicaranya, pandang matanya, dan
betapa pemuda itu dapat mengerti ilmu silatnya lebih sempurna daripada dia sendiri! Maka ketika tiba saatnya
berpisah, dia tanpa ragu-ragu menjatuhkan diri berlutut di depan Sin Liong! "Harap jangan berlebihan,
Kwee-toako," kata Sin Liong. "Wah, Toako. Apa-apaan ini?" Swat Hong juga mencela. "Kwa-taihiap, saya boleh
dibilang adalah murid Taihiap. Dan Han-lihiap, agaknya belum tentu selama hidupku akan dapat bertemu lagi
dengan Ji-wi (Kalian). Perkenankan saya, Kwee Lun, menghaturkan terima kasih dan selama hidup saya tidak akan
melupakan Ji-wi!" "Hushhhh..... sudahlah, Toako. Kita berpisah di sini. Engkau ke selatan dan kami akan terus
ke timur. Mari, Sumoi, kita lanjutkan perjalanan," kata Sin Long dengan suara tenang dan biasa saja, lalu
mengajak sumoinya pergi dari situ. Swat Hong beberapa kali menengok dan melihat Kwee Lun masih berlutut dengan
mata basah air mata! Dia pun terharu, akan tetapi tidak lagi merasa sengsara seperti ketika dia berpisah dari
Kwee Lun hampir dua tahun yang lalu. Kini Sin Liong, suhengnya, pria yang dicintainya, berada di sampingnya.
Tidak ada lagi perkara apa pun di dunia ini yang dapat menyusahkan hatinya lagi! Sudah terlalu lama kita
meninggalkan Bu Swi Nio dan Lie Toan Ki, dua orang muda yang dipercaya oleh Swat Hong untuk menyelamatkan
pusaka-pusaka Pulau Es. Benarkah dugaan Swat Hong bahwa mereka itu bertindak curang, mengangkangi sendiri
pusaka-pusaka yang secara kebetulan terjatuh ketangan mereka itu? Sama sekali tidak demikian dan mari kita
mengikuti perjalanan mereka semenjak mereka meninggalkan kota raja. Malam hari itu, mereka berhasil lolos
keluar dari kota raja dan semalam suntuk terus melarikan diri ke barat. Pada keesokan harinya, dengan tubuh
lesu dan lelah, mereka sudah tiba jauh dari kota raja dan selagi mereka hendak mengaso, tiba-tiba terdengar
derap kaki kuda dari belakang. Mereka terkejut dan cepat menyelinap ke dalam semak-semak untuk bersembunyi.
Akan tetapi, empat orang yang menunggu kuda itu sudah melihat mereka dan begitu tiba di tempat itu, mereka
meloncat turun, mencabut senjata dan seorang di antara mereka berseru, "Dua orang pengkhianat rendah,
keluarlah!" Dari tempat persembunyian mereka, Swi Nio dan Toan Ki mengenal empat orang itu. Mereka adalah
bekas-bekas teman mereka ketika masih membantu An Lu Shan dahulu di masa "perjuangan". Karena mengenal mereka
dan tahu bahwa mereka itu adalah orang-orang kang-ouw yang dahulu juga membantu pemberontakan karena sakit hati


bersambung 24.............

0 komentar:

Posting Komentar