Kamis, 30 Mei 2013

pedang kayu harum [ 23 ]

robek, pundak Sin-to Gi-hiap berdarah.

Napas kedua Hoa-san Siang-sin-kiam terengah-engah dan tangan mereka yang memegang
pedang menggigil, juga Kok Cin Cu berdiri sambil memejamkan mata dan mengatur
pernafasan untuk memulihkan tenaga dan mengobati luka di sebelah dalam tubuhnya,
sepasang suami-isteri piauwsu itu pun memandang pedang mereka yang tinggal sepotong,
sedangkan kantong-kantong senjata rahasia mereka sudah kosong karena isinya hanya habis
dihamburkan dengan sia-sia.

"Hi-hi-hik! Kalian berani menentang Bu-tek Sam-kwi (Tiga Iblis Tanpa Tanding)?" kata Ang-
bin Kwi-bo.

"Kelancangan kalian harus ditebus dengan nyawa!" kata Pak-san Kwi-ong sambil tertawa.

"Bersembahyanglah lebih dahulu sebelum menemui Giam-lo-ong (Raja Maut)!"

Kini untuk pertama kalinya terdengar suara Pat-jiu Sian-ong, dan ternyata suara halus dan
seperti suara orang yang penuh kasih sayang!

Sembilan orang itu sudah siap-siap. Mereka itu kesemuanya telah menderita luka, dan yang
tidak terluka telah mengorbankan senjatanya menjadi rusak.
Namun karena maklum bahwa nyawa mereka terancam maut, mereka siap-siaga untuk
melawan sampai detik terakhir.

Keng Hong biarpun tidak tahu akan ilmu silat, apalagi ilmu silat tinggi yang dimainkan
mereka, dari percakapan itu maklum pula bahwa tiga orang manusia iblis itu siap untuk
membunuh sembilan orang tokoh pendekar itu, maka dia membelalakan mata sambil
memandang penuh ketegangan. Suling bambu di tangannya dia pegang erat-erat, seolah-olah
dia pun bersiap-siap menerima terjangan maut.

Setelah tertawa lagi, tiga orang manusia iblis itu bergerak. Berbarengan dengan gerakan
mereka, masing-masing mengarah tiga orang lawan terdekat. Rambut kepala Ang-bin Kwi-bo
menyambar ke depan, berlumba cepat dengan rantai tengkorak dan hudtim di tangan kedua
orang kawannya. Sembilan orang yang sudah lemah itu maklum bahwa kali ini nyawa mereka
tidak berdaya menghadapi kehebatan tiga orang lawan ini, apalagi sekarang setelah mereka
terluka dan lemah. Betapapun juga mereka terluka dan lemah. Betapapun juga mereka
menggerakkan tangan untuk mempertahankan diri.

Tiba-tiba terdengar suara mencicit keras dan nyaring sekali, berbarengan berkelebat sinar
hijau yang panjang dan tebal, disusul bunyi "Cring-cring-tranggg....!" dan tiga orang manusia
iblis itu mencelat mundur sambil mengeluarkan seruan kaget. Tangkisan sinar hijau tadi
membuat sebagian rambut kepala Ang-bin Kwi-ong rontok, kedua tengkorak Pak-san Kwi-
ong berputaran dan kebutan hudtim di tangan Pat-jiu Sian-ong bodol tiga helai!

Peristiwa ini
bagi tiga orang manusia iblis merupakan hal yang amat hebatnya, karena tak pernah mereka
mengira ada orang yang mampu sekali tangkis menolak mundur mereka. Karena kaget dan
heran mereka mencelat mundur dan kini mereka memandang denga mata terbelalak penuh
dengan kemarahan. Kiranya di depan mereka telah berdiri Sin-jiu Kiam-ong yang tersenyum-
senyum dan pedang Siang-bhok-kiam yang diperebutkan itu berada di tangan
kanannya.

Kakek ini tenang-tenang saja menoleh ke belakang dan berkata kepada sembilan
orang tokoh kang-ouw yang memandang dengan mata terbelalak kagum.
"Harap Kiu-wi (kalian sembilan orang) suka mundur. Biarlah aku menghadapi mereka karena
tiga iblis ini adalah tandinganku!"

Biarpun angkuh dan menjunjung kegagahan, sembilan orang ini pun merupakan orang-orang
yang mengenal keadaan. Maka sambil menghela napas panjang mereka lalu melangkah
mundur dan hanya menonton dari pinggiran.

"Sin-jiu Kiam-ong!" Kini Pak-san Kwi-ong membentak dan menudingkan telunjuk kirinya ke
arah muka kakek tua renta itu. "Kabarnya engkau telah mengundurkan diri dan tidak mau
mencampuri urusan dunia ramai. Bahkan tadi kami mendengar bahwa engkau telah

0 komentar:

Posting Komentar