Kamis, 30 Mei 2013

pedang kayu harum [ 28 ]

tangguh...nah, ambillah siapa yang berjodoh...! Ia menancapkan pedang kayu itu di depannya
di atas tanah.

Sembilan orang itu tidak ada yang berani bergerak. Mereka percaya bahwa kakek itu tidak
akan melarang kalau mereka mengambil pedang, juga maklum bahwa kakek itu sudah lemah
sekali. Akan tetapi mereka tidak ada yang berani bergerak karena tahu pula bahwa jika ada
yang berani mengambil pedang, tentu akan dihalangi oleh yang lain! Hal ini yang membuat
mereka menjadi ragu-ragu.

"Tahan...! Tahan....kalian orang-orang tua yang tak mengenal malu!" Tiba-tiba terdengar
teriakan marah dan Keng Hong yang sudah keluar dari tempat sembunyinya itu kini
menghampiri Sin-jiu Kiam-ong dan memeluk leher kakek itu dari belakang sambil
memandang sembilan orang itu dengan pandang mata penuh kemarahan.
Sembilan orang yang mengenal anak ini sebagai bocah yang tadi telah meniup suling
mangacau Bu-tek Sam-kwi, memandang heran. Tadi mereka seperti lupa kepada bocah yang
amat berani itu karena mereka terlalu bernafsu untuk mendapatkan pedang. Kini baru mereka
teringat dan mereka menduga-duga apakah hubungan anak ini dengan Sin-jiu Kiam-ong.
"Heh, bocah lancang! Saipakah engkau dan mau apa?" bentak kiu-bwe Toanio dengan
pandang mata marah.

Namun Keng Hong tidak mempedulikan nenek itu, melainkan bertanya kepada Sin-jiu Kiam-
ong, "Kong-kong (kakek), engkau terluka? Ah, mereka ini orang-orang yang tak mengenal
budi!"

Sin-jiu Kiam-ong membuka matanya dan memandang bocah itu dengan pandang mata penuh
kekaguman dan keharuan. Anehnya, ada dua butir air mata menitik turun dari kedua mata
kakek itu! Sin-jiu Kiam-ong terkenal sebgai seorang petualang di dunia persilatan yang selalu
hidup gembira, tak pernah berduka, apalagi menangis! Bahkan ratusan kali menghadapi
ancaman maut sekalipun tak pernah memperlihatkan kedukaan. Akan tetapi sekarang dia
menitikkan air mata! Setelah menarik nafas panjang, Sin-jiu Kiam-ong kembali memejamkan
matanya.

Keng Hong melepaskan rangkulannya pada kakek itu, meloncat di depan Sin-jiu Kiam-ong
seolah-olah hendak melindunginya, lalu berkata kepada sembilan orang itu.
"Kalian ini orang-orang gagah macam apa. Tidak mengenal budi, berhati kejam! Siapa tidak
tahu bahwa kalau tidak ada kakek ini, kalian sudah mati semua di tangan tiga iblis tadi?
Kakek ini yang menolong kalian mengusir tiga iblis dna mengorbankan diri sampai terluka,
dan kini kalian tanpa malu-malu hendak membunuhnya! Sungguh pengecut, curang dan
kalian ini lebih jahat daripada si tiga iblis! Mereka iut sudah terang orang-orang jahat dan
menggunakan nama iblis, mereka sedikitnya lebih jujur daripada kalian. Sebaiknya kalian,
tadi kudengar menggunakan nama sebagai golongan bersih, sebagai pendekar-pendekar
perkasa namun kenyataannya kalian ini orang-orang munafik yang hanya pada lahirnya saja
bersih namun di sebelah dalam lebih busuk daripada yang busuk! Aku Cia Keng Hong
walaupun tidak ada hubungan dengan kakek ini, namun aku sebagai manusia tidak rela
menyaksikan kejahatan yang melewati batas. Kalau kalian hendak membunuh penolong
kalian ini yang terluka parah, jangan melakukan kekejaman kepalang tanggung, bunuhlah aku
terlebih dahulu!"

Wajah kesembilan orang itu menjadi merah sekali. Ucapan yang keluar dari mulut anak kecil
ini tajam dan runcing melebihi pedang yang langsung menghujam ke ulu hati mereka. Akan
tetapi urusan yang mereka hadapi jauh lebih besar. Apa artinya maki-makian seorang anak
kecil penggembala kerbau? Tadi ketika memasuki hutan, mereka sudah melihat Keng Hong
menyuling di atas kerbaunya. Di balik perbuatan mereka terhadap Sin-jiu Kiam-ong yang
keliahatan kejam, tersembunyi persoalan-persoalan dendam yang besar dan kiranya tidak
perlu diperdebatkan dengan seorang bocah! Tak mungkin kalau hanya karena maki-makian
bocah ini mereka harus membatalkan niat yang sudah dikandung di hati, dibela dengan

0 komentar:

Posting Komentar