Senin, 13 Mei 2013

bukek sian su - 15

usianya, bertubuh tegap dan berwajah tampan gagah. Ada kemiripan pada wajah kakek dan laiki-laki ini dan memang
mereka itu adalah ayah dan anak yang terkenal sekali namanya sebagai pendekar-pendekar dari dusun Koan-teng
yang menjadi sahabat-sahabat baik dari para tosu Bu-tong-pai.

Kakek Coa Hok memiliki ilmu pedang turunan
keluarga Coa yang amat lihai dan ilmu pedang ini diturunkan pula kepada puteranya itu yang bernama Coa Khi.
Ketika ayah dan anak ini mendengar akan malapetaka yang menimpa para pemimpin Bu-tong-pai, yaitu munculnya
orang termuda dari Cap-sha Sinhiap, seorang wanita yang merampas kedudukan ketua , kemudian mendengar betapa
banyak sahabat - sahabat kang-ouw yang membela mereka telah roboh di tangan wanita itu, mereka berdua menjadi
marah sekali.

Sebagai orang-orang yang biasa menentang kejahatan mereka tidak mempedulikan berita tentang
kesaktian wanita itu dan berangkatlah mereka meninggalkan rumah, berbekal pedang, semangat dan kebenaran, naik
ke Bu-tong-san menjumpai ketua Bu-tong-pai itu. The Kwat Lin bukan seorang bodoh. Setiap kali ada tokoh naik ke
Bu-tong-san dan hendak menantangnya, dia selalu membujuk mereka untuk berdamai dan bekerja sama. Selama
cita-citanya belum tercapai, dia membutuhkan bantuan sebanyak mungkin orang pandai. Maka setiap kali ada orang
gagah datang dengan maksud menantangnya dan membela para bekas pimpinan Bu-tong-pai, dia selalu menyambut
mereka dengan bujukan manis. Hanya karena bujukannya tidak berhasil dan mereka itu berkeras, terpaksa dia turun
tangan menerima tantangan mereka.

Memang demikianlah sifat orang-orang yang mempunyai cita-cita besar,
cita-cita yang sesungguhnya hanyalah nafsu keinginan untuk kesenangan diri pribadi. Demi tercapainya cita-cita
yang merupakan pamrih bagi diri peribadi ini, orang tidak segan untuk bersikap palsu, membujuk orang
sebanyaknya untuk membantunya demi tercapainya cita-cita itu. Orang-orang yang tidak membantu di anggap musuh
dan perlu dibasmi agar jangan menjadi penghalang cita-citanya, sebaiknya, mereka yang mati-matian membantunya,
jika cita-cita itu sudah tercapai sebagian besar dilupakannya begitu saja! Atau kalau teringat pun, hanya
diberi pahala sekedarnya karena yang penting bukan orang-orang yang membantunya, melainkan dirinya sendiri!

Begitu berhadapan dengan ayah dan anak itu, The Kwat Lin mengangkat kedua tangannya ke depan dada sambil
berkata. "Kiranya Ji-wi Coa-enghiong (Kedua Pendekar she Coa) yang datang. Suadh lama kami mendengar Ji-wi yang
terkenal gagah perkasa, maka kami merasa beruntung sekali hari ini dapat bertemu. Apalagi mendengar bahwa Ji-wi
adalah sahabat baik dari Bu-tiong-pai....." "The Kwat Lin!" Kakek Coa membentak dengan telunjuk kiri menuding
ke arah muka ketua baru Bu-tongpai itu. "Aku mengenalmu sebagai seorang di antara Cap-sha Sin-hiap yang gagah
perkasa, sebagai seorang murid Bu-tong-pai yang selalu menjunjung tinggi nama Bu-tong-pai. Aku telah puluhan
tahun bersahabat dengan Bu-tong-pai dan telah mendengar akan namamu. Akan tetapi, mengapa setelah menghilang
bertahu-tahun, engkau kembali ke sini dan menjadi seorang murid murtad, merampas kedudukan ketua mengandalkan
kekerasan dan kepandaian? Aku sebagai seorang sahabat Bu-tong-pai tentu saja tidak mungkin dapat mendiamkan hal
penasaran ini tanpa turun tangan!"

Kwat Lin tersenyum manis dan melirik ke arah Soa Khi yang berwajah tampan,
akan tetapi Coa Khi mengerutkan alis dan memandang penuh kemarahan. "Coa-lo-enghiong agaknya kena dibujuk
orang! Memang benar saya menjadi ketua Bu-tong-pai, akan tetapi hal itu adalah demi kebaikan Bu-tong-pai, demi
cinta saya kepada Bu-tong-pai. Saya ingin menjadikan Butong- pai perkumpulah terbesar dan terkuat di dunia
kang-ouw, dan saya ingin menarik semua orang gagah menjadi sahabat yang dapat bekerja sama. Karena itu, saya
harap Ji-wi dapat membuka mata melihat kenyataan dan saya persilahkan Ji-wi untuk datang sebagai sahabat dan
untuk minum arak persahabatan bersama kami." "Perempuan murtad! Jangan mengira dapat menyogok kami dengan
omongan manis!" Kakek itu membentak marah.

Kedua alis yang hitam kecil dan panjang itu bergerak-gerak dan
biarpun mulut yang berbibir itu masih tersenyum, namun kata-kata yang keluar mengandung nada dingin, "Habis apa
yang kalian akan lakukan?" "Sing! Singggg!!" Ayah dan anak itu telah mencabut pedang dan kakek Coa berkata,
"Hanya ada dua pilihan bagi engkau dan kami. Pertama engkau pergi meninggalkan Bu-tong-pai dan kami akan
berterima kasih kepadamu yang mengembalikan Bu-tong-pai, kepada para pimpinan Bu-tong-pai, atau kalau engkau
berkeras terpaksa kami ayah dan anak turun tangan menggunakan pedang membela kehormatan sahabat sahabat dari
Bu-tong-pai!" "Hi-hik! Betapa gagahnya keluarga Coa! Apakah ilmu Pedang Hok-liong-kiamsut sehebat sikap mereka,
perlu ditonton dulu!" Tiba-tiba terdengar suara yang lantang dan merdu ini. Semua orang menengok, juga The Kwat
Lin yang menjadi terkejut melihat ada orang datang tanpa diketahuinya. Hal itu saja membuktikan bahwa wanita
yang muncul ini memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Ayah dan anak itu mendengar nama ilmu pedang turunan
mereka disebut-sebut, juga menengok dengan kaget.

Wanita itu pakaiannya mentereng dan biarpun usianya sudah
kurang lebih setengah abad, namun harus diakui bahwa dia adalah seorang wanita cantik. Rambutnya hitam gemuk
dan panjang, dibiarkan terurai sampai kepinggulnya yang menonjol di balik celana yang ketat. Tangan kanannya
memanggul sebatang payung hitam dan wanita itu tahu-tahu telah berdiri di situ dengan gaya lemah lembut. Dia
seorang wanita yang masih kelihatan cantik dengan tubuh padat akan tetapi ada sesuatu yang dingin mengerikan
keluar dari sikapnya, terutama sekali sepasang matanya yang amat tajam itu karena mata itu terbelalak memandang
hampir tak pernah berkejap! Melihat wanita ini, kakek Coa terkejut bukan main dan otomatis dia berseru keras.
"Kiam-mo Cai-li....!!" Puteranya, Coa Khi terkejut. Tentu saja dia sudah pernah mendengar nama ini, nama
seorang datuk kaum sesat yang amat terkenal sebagai seorang iblis betina yang selain kejam dan ganas, juga amat
tinggi ilmu kepandaiannya. Kakek Coa merasa heran sekali mengapa iblis betina yang sudah bertahun-tahun tak
pernah muncul di dunia kang-ouw dan kabarnya hanya bertapa di tempat kediamannya, yaitu di Rawa Bangkai di kaki
Penggunungan Lu-liang-san itu tahu-tahu kini muncul di situ. Dan biasanya, di mana pun iblis itu muncul, tentu
akan terjadi malapetaka hebat!

The Kwat Lin juga sudah mendengar nama itu, yaitu sepuluh tahun yang lalu ketika
dia masih menjadi seorang di antara Cap-sha Sin-hiap. Ketika itu, nama Kiam-mo Cai-li (Wanita Cerdik Berpedang
Payung) sudah amat terkenal. Akan tetapi dia belum pernah bertemu dengan iblis betina itu dan sekarang dia
melirik ke arah wanita itu dengan senyum mengejek. Dengan kepandaiannya seperti sekarang ini, dia tidak perlu
takut menghadapi iblis yang manapun juga! "Kiam-mo Cai-li, apakah kedatanganmu tanpa diundang ini pun hendak
menantang aku sebagai ketua Butong- pai? Kalau memang demikian, jangan kepalang tanggung, majulah kau bersama
kedua orang She Coa ini agar lebih cepat aku menghadapi kalian!"

Ucapan yang keluar dengan tenangnya dari mulut
ketua Bu-tong-pai itu mengejutkan hati kedua orang ayah dan anak She Coa itu. Berani bukan main wanita ini
menantang Kiam-mo Cai-li seperti itu! Menyuruh datuk kaum sesat itu untuk mengeroyok! Akan tetapi Kiam-mo
Cai-li tertawa lebar sehingga tampaklah deretan giginya yang putih dan rapi, "Hi-hi-hik, hebat sekali mulut
ketua baru Bu-tong-pai! Pantas kau disebut-sebut di dunia kang-ouw, kiranya memang memilki keberanian yang
hebat! Hanya karena mendengar engkau adalah Ratu Pulau Es maka aku terpaksa meninggalkan tempatku yang aman dan
tenteram. Kalau tidak karena nama ini, biar siapa pun yang akan menduduki Bu-tong-pai, aku peduli apa? Sekarang
hendak kulihat bagaimana kau menghadapi pewaris-pewaris ilmu Pedang Hok-liong-kiamsut yang terkenal ini. Kalau
kau memang berharga untuk melawanku, barulah kita nanti bicara lagi!" The Kwat Lin tersenyum mengejek dan
mendenguskan suara dari hidung. "Hemm, kau merasa terlalu tinggi untuk mengeroyok? Baiklah, kalau begitu tunggu
saja sampai aku membereskan dua oran ini.

Di sini tidak ada bangku, duduklah di sini!" Setelah berkata
demikian, Kwat Lin menghampiri sebatang pohon dan sekali tangan kirinya bergerak menyabet dengan telapak tangan
miring, terdengar suara keras dan pohon itu tumbang. Hebatnya, batang pohon itu putus seperti dibabat pedang
tajam saja, rata dan halus sehingga sisanya merupakan sebuah bangku! "Hi-hi-hik, memang hebat sinkangmu! Terima
kasih, aku menanti di sini," kata Kiam-mo Cai-li Liok Si dan sekali meloncat, tubuhnya sudah melayang ke atas
batang pohon yang merupakan bangku bermuka halus itu. Dia duduk bertumpang kaki dan menunjang dagu dengan
sebelah tangan, seperti seorang yang akan menikmati suatu tontonan yang menarik. Ayah dan anak she Coa itu
saling pandang. Di dalam pandang mata yang bertemu ini mereka seperti sudah saling bicara, menyatakan bahwa
mereka menghadapi lawan yang amat lihai. Akan tetapi, jiwa pendekar kedua orang ini membuat mereka sama sekali
tidak merasa gentar. Mereka bukan saja membela sahabat-sahabat mereka Kui Tek Tojin dan para tokoh Bu-tong-pai,
akan tetapi juga menuntut balas atas kematian dan kekalahan para tokoh kang-ouw yang datang lebih dulu dari
mereka membela Butong- pai. Selain itu mereka sudah datang sebagai dua orang penuntut kebenaran, kalau sekarang
mereka harus mundur melihat kehebatan lawan, hal ini akan membuat mereka menjadi pengecut dan bagi dua orang
pendekar seperti mereka yang namanya sudah terkenal harum selama beberapa keturunan, lebih baik mati sebagai
orang gagah dari pada hidup menjadi pengecut hina!

"Kalau begitu, The Kwat Lin, bersiaplah engkau!" teriak
kakek Coa dan pedang di tangan kanannya sudah melintang di depan dada. Gerakan ini diturut oleh Coa Khi dan
kedua orang itu berdiri berjajar dengan memasang kuda-kuda yang kuat. Kwat Lin menggerakan tangan kanannya dan
tongkat pusaka ketua Bu-tong-pai yang selalu dipegangnya itu menancap di atas tanah di depannya. Tongkat itu
baginya perlu untuk menghadapi orang-orang Butong- pai yang menghormati tongkat itu dan menganggapnya sebagai
benda keramat lambang kedudukan tertinggi di Bu-tong-pai. Kini, menghadapi dua orang luar, dia tidak mau
mempergunakannya, dan juga untuk memamerkan kepandaiannya, dia sengaja hendak menghadapi dua orang itu dengan
tangan kosong! "Ceppp!" Tongkat itu amblas setengahnya ke dalam tanah dan sekali Kwat Lin menggerakan ke dua
kakinya, tubuhnya mencelat ke depan dua orang gagah se Coa itu sambil berkata, "Mulailah!" "Sing, sing....
wut-wut-wut-wutttt....!!" Bertubu-tubi kedua pedang itu menyambar dengan kekuatan dan kecepatan dahsyat
sehingga tampak sinar-sinar berkilauan dibarengi suara bersiutan ketika kedua pedang membelah udara.

Diam-diam
Kwat Lin terkejut dan harus memuji kehebatan dan keindahan gerakan ilmu pedang mereka itu. Namun, tentu saja
dengan latihan yang didapatnya dari Pulau Es, gerakanya lebih cepat lagi sehingga dengan mudah dia dapat
mengelak ke sana-sini menghindarkan diri dari sambaran sinar kedua pedang itu dengan gerakan yang cepat dan
indah. Setelah merasa yakin bahwa betapapun indah dan lihainya ilmu pedang mereka namun dia masih memiliki
tingkat jauh lebih tinggi dalam hal sinkang, Kwat Lin tersenyum dan bagaikan seekor kucing mempermainkan dua
ekor tikus, dia sengaja selalu mengelah ke sana ke mari memamerkan kegesitan tubuhnya, bukan hanya kepada dua
orang itu melainkan terutama sekali kepada wanita yang dianggapnya merupakan calon lawan yang lebih lihai,
yaitu Kiam-mo Cai-li yang menonton pertandingan itu.

Tiba-tiba Kwat Lin mengeluarkan seruan tertahan ketika
lirikan matanya membuat dia maklum bahwa ada dua orang bekas anak buah Bu-tong-pai yang mendekati tongkat
pusaka itu dan berusaha mencabut tongkat pusaka dari dalam tanah. Peristiwa itu terjadi cepat sekali namun Kwat
lin yang cerdik lebih cepat lagi mengambil kesimpulan bahwa dua orang itu tentulah pengkhianat pengkhianat yang
berpura-pura takluk kepadanya namun diam-diam mencari kesempatan untuk mencuri tongkat pusaka, tentu dengan
maksud mengembalikan tongkat itu kepada Kui Tek Tojin! Pada saat itu, dua pedang ayah dan anak itu menusuk dari
depan dan belakang dengan cepatnya. Kwat Lin tentu saja agak terlambat gerakanya oleh perhatian yang terpecah
tadi, maka dia cepat menggulingkan tubuhnya, mengelak dari tusukan pedang di depan, sedangkan tusukan pedang
dari belakang yang masih mengancamnya di tangkisnya dengan lengan kiri yang dilindungi gelang-gelang emas.
"Cringggg....!!" Coa Khi terkejut bukan main ketika lengan yang memegang pedang itu tergetar hebat dan hampir
saja pedangnya terlepas dari pegangan ketika bertemu dengan gelang di pergelangan tangan kiri ketua Bu-tong-pai
itu! Ketika dia dan ayahnya memandang, ternyata wanita itu telah lenyap dan tahu-tahu terdengar jerit-jerit
mengerikan dari kiri. Ketika mereka memandang, ternyata wanita itu telah merobohkan dua orang laki-laki yang
tadi mencoba mencuri tongkat pusaka. Dua orang laki-laki itu roboh dengan kepala pecah disambar jari-jari
tangan Kwat Lin yang marah.

Setelah membunuh kedua orang itu, sekali meloncat Kwat Lin sudah kembali menghadapi
dua orang lawannya. kini dialah yang menerjang, menyerang dengan kedua tangan terbuka, cepatnya bukan main
sehingga ayah dan anak itu terpaksa mudur sambil melindungi tubuhnya dengan pedang. Seru dan indah dipandang
pertandingan itu. Tubuh Kwat Lin lenyap dan hanya kadang-kadang saja tampak, bergerak-gerak di antara gulungan
dua sinar pedang. Dia seloah-olah seorang penari yang amat indah dan lemah gemulai gerakannya, seperti sedang
bermain-main dengan gulungan sinar pedang yang dipandang sepintas lalu seperti dua helai selendang yang di
mainkan oleh wanita itu. Tiba-tiba kedua orang ayah dan anak itu mengeluarkan pekik yang menggetarkan bumi dan
tampak mereka menerjang secara berbareng dari depan dengan pedang terangkat ke atas dan membacok sambil
meloncat. Inilah jurus paling ampuh dari ilmu pedang mereka lakukan dengan berbareng, jurus terakhir dari
Hokliong- kiam-sut (Ilmu Pedang Naga). Serangan ini demikian dahsyatnya sehingga tidak memungkinkan lawan yang
diserangnya untuk mengelak lagi karena jalan keluar sudah tertutup dan ke mana pun lawan mengelak, ujung pedang
tentu akan mengejar terus. Akan tetapi, sambil tersenyum Kwat Lin tidak menghindarkan diri sama sekali tidak
mengelak, bahkan menubruk ke depan, tiba-tiba ketika tubuh Coa Khi yang meloncat ke atas itu sudah dekat dan
pedang pemuda itu sudah menyambar ke arah kepalanya, dia menjatuhkan diri ke bawah, berjongkok dan kedua
tangannya menyambar ke atas dan depan dengan jari-jari terbuka. "Hyaaaaattt....!!" Pekik melengking yang keluar
dari mulut Kwat Lin ini dahsyat sekali dan kedua tangan yang mengandung sepenuhnya tenaga Inti Salju yang ampuh
itu telah menyambar perut kedua orang laawannya.

"Plak! Plak!" Tamparan jari-jari tangan yang mengandung tenaga
sinkang mujijat ini tepat mengenai perut Coa Khi yang sedang melayang di atas dan Coa Hok yang berada di depan.
Ayah dan anak itu mengeluarkan jerit tertahan yang mengerikan. Mereka merasa tubuh mereka dimasuki hawa dingin
yang tak tertahankan hebatnya dan robohlah ayah dan anak itu, roboh tanpa dapat berkutik lagi karena mereka
telah tewas dengan muka membiru karena darah mereka telah beku terkena pukulan yang mengandung Swat-im-sinkang
hebat dari Pulau Es!

"Bagus sekali....!!" Kiam-mo Cai-li Liok Si memuji dan melayang turun dari atas batang
pohon dan berdiri berhadapan dengan ketua Bu-tong-pai itu. Keduanya sama cantik dan sama mewah pakaiannya, dan
sejenak mereka saling pandang seperti hendak mengukur kelebihan lawan dengan pandang mata. "Hebat kepandaianmu,
Pangcu (Ketua)! Melihat tingkatmu, engkau pantas menjadi lawanku bertanding, mari kita coba-coba, siapa
diantara kita yang lebih lihai!" The Kwat Lin mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kiam-mo Cai-li, diantara kita
tidak pernah ada urusan sesuatu. Apakah engkau menantangku demi membela para tosu Bu-tong-pai yang sudah
mengundurkan diri?"

"Hi-hi-hik!" Wanita yang sudah hampir nenek-nenek namun masih amat genit itu terkekeh. "Aku
membela tosu Bu-tong-Pai? Jangan bicara ngaco! Bagi aku, siapa pun yang akan menjadi ketua Bu-tong-pai, masa
bodoh! Akan tetapi mendengar bahwa yang mengetuai Bu-tong-pai disebut Ratu Pulau Es, hatiku tertarik dan
sekarang melihat engkau benar-benar lihai, makin ingin hatiku menguji kelihaianmu dan bertanya apakah benar
engkau Ratu Pulau Es?" Kwat Lin mengangguk. "Benar, aku adalah bekas Ratu Pulau Es! Kiam-mo Cai-li, kalau
engkau tidak membela tosu-tosu Bu-tong-pai perlu apa kita bertanding? Ketahuilah, aku sedang membangun
Bu-tongpai dan aku membutuhkan kerja sama dengan orang-orang pandai, terutama sekali engkau. Apakah seorang
dengan kepandaian seperti engkau ini tidak pula mempunyai cita-cita tinggi untuk mencapai matahari dan bulan?
Ataukah hanya menanti kematian begitu saja, membusuk di tempat pertapaanmu di Rawa Bangkai?"

"Hi-hi-hik, aku
sudah mendengar pula akan usahamu yan bercita-cita luhur! Karena itu pula aku tertarik dan datang ke sini. Akan
tetapi sebelum kita bicara tentang kerja sama dan cita-cita, kita harus menentukan dulu siapa diantara kita
yang patut memimpin dan siapa pula yang harus taat."

"Maksudmu?" The Kwat Lin memandang tajam dengan alis
berkerut. "Kita bekerja sama, itu pasti! Dan kalau kita berdua sudah bekerja sama, di tangan kita kaum wanita,
tentu segalanya akan berhasil baik! Lihat saja keadaan di istana kerajaan. Seorang selir mampu mengemudikan
seluruh kendali pemerintahan! Akan tetapi untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpinnya diantara kita,
perlu diketahui sekarang juga."

"Bagus! Dengan lain kata-kata engkau menantang untuk kita mengadu kepandaian,
ya? Kiam-mo Cai-li, engkau seperti seekor katak dalam sumur! Majulah!" Kwat Lin membanting kakinya ke atas
tanah dekat pusaka Bu-tong-pai dan.... tongkat yang menancap setengahnya lebih itu mencelat ke atas seperti
didorong dari bawah tanah, lalu tongkat itu disambar dan dipegangnya.

Kiam-mo Cai-li menganguk-angguk. "Hebat
memang sinkangmu, Pangcu. Akan tetapi jangan kau salah sangka. Sekali ini aku benar-benar menyadari bahwa
usiaku sudah makin tua dan aku perlu memperoleh kedudukan yang akan menjamin masa tuaku sampai mati. Kita hanya
mengukur kepandaian, bukan bertanding sebagai musuh, hanya untuk menentukan tingkat siapa yang lebih tinggi di
antara kita berdua." Mendengar kata-kata ini, berkurang panas hati Kwat Lin dan teringat lagi dia bahwa
betapapun juga, dia membutuhkan tenaga bantuan wanita iblis yang terkenal sebagai datuk kaum sesat ini. Kalau
dia dapat menarik wanita ini sebagai pembantu, tentu akan banyak tokoh kaum sesat yang dapat ditariknya untuk
membantu tercapainya cita-citanya.

"Baiklah kalau begitu, Kiam-mo Cai-li. Mari kita mulai!" "Pangcu, awas
serangan pedang payungku!" Kiam-mo Cai-li berseru dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, didahului oleh
bayangan hitam dari pedang payungnya yang terbuka dan menyembunyikan gerakannya. Ujung payung berbentuk pedang
itu menusukkan payung itu sendiri berputar mengaburkan pandangan mata lawan. Namun, dengan tenang saja Kwat Lin
menggerakan tangan kirinya, dengan telapak tangan terbuka dia mendorong ke depan sehingga hawa pukulan sinkang
yang hebat menyambar dan membuat payung itu seperti tertiup angin keras dan menahan daya serang ujung payung
yang seperti pedang, kemudian disusul dengan gerakan tongkat pusaka ditangan Kwat Lin menyambar dari samping
dengan dahsyatnya. "Plakk...! Cringggg-cring....!!" Tongkat itu ditangkis, pertama dengan kuku tangan Kiam-mo
Cai-li yang hendak mencengkeram dan merampas tongkat, namun tongkat sudah ditarik kembali dan mengirim hantaman
dua kali berturut-turut yang dapat ditangkis oleh pedang di ujung payung.

Maklum akan kehebatan lawannya,
Kiam-mo Cai-li bergerak cepat sekali dan dia sudah mainkan ilmu pedangnya yang luar biasa, yaitu Tiat-mo
Kiam-hoat (Ilmu Pedang Payung Besi). Kalau saja kwat Lin belum mewarisi ilmu-ilmu yang amat tinggi tingkatnya
dari Pulau Es, tentu dia bukanlah lawan Kiam-mo Cai-li yang lihai sekali itu. Akan tetapi, karena The Kwat Lin
kini telah menjadi seorang yang berilmu tinggi, maka dia dapat mengimbangi permainan lawannya dan terjadilah
pertandingan yang amat seru dan seimbang. Kiam-mo Cai-li memang luar biasa lihainya. Tidak percuma dia menjadi
seorang datuk kaum sesat, seorang tokoh golongan hitam yang ditakuti seperti seorang iblis betina yang kejam
dan berilmu tinggi. Tdak hanya ilmu pedangnya yang lain dari pada yang lain, permainan pedang yang gerakan
tangannya terlindung dan tersembunyi oleh payung hitam sehingga lebih praktis dan berbahaya daripada
menggunakan perisai, akan tetapi di samping ilmu pedangnya ini juga tangan kirinya merupakan senjata yang amat
berbahaya dengan kuku-kukunya yang panjang dan mengandung racun. Ini semua masih dilengkapi lagi dengan
rambutnya yang hitam panjang, karena rambutnya ini seperti ular-ular hidup, dapat dipergunakan untuk menotok,
melecut, atau melibat! Akan tetapi, tidak percuma pula The Kwat Lin pernah menjadi isteri seorang manusia yang
disohorkan seperti setengah dewa, yaitu Han Ti Ong yang sukar diukur lagi tingkat kepandaiannya.

Tidak percuma
selama sepuluh tahun bekas murid Bu-tong-pai ini digembleng di Pulau Es, apalagi telah mewarisi kitab-kitab
pusaka Pulau Es yang telah dilarikannya. Yang jelas, dalam hal tenaga sinkang, dia masih menang setinggkat
dibandingkan dengan Kiam-mo Cai-li. Tenaga sinkangnya adalah hasil latihan di Pulau Es, maka dia telah dapat
menyedot tenaga inti salju, yaitu Swat-im Sin-kang, tenaga sinkang yang mengandung hawa dingin sehingga lawan
yang kurang kuat sekali bertemu tenaga akan menjadi beku darahnya. Selain menang dalam tenaga sinkang, juga
dasar ilmu silatnya lebih sempurna daripada dasar ilmu silat Kiam-mo Cai-li yang sesungguhnya merupakan
gabungan ilmu silat campur-aduk.

Demikianlah, pertandingan itu berlangsung sampai seratus jurus lebih dengan
amat serunya. Kiam-mo Cai-li menang keanehan senjatanya dan menang pengalaman bertanding akan tetapi
kelebihannya ini menjadi tidak berarti karena dia kalah tenaga sinkang sehingga setiap serangan dan desakannya
membuyar oleh hawa sinkang dari dorongan telapak tangan The Kwat Lin.

Akhirnya, iblis betina ini harus mengakui
keunggulan lawan dan dia sebagai seorang ahli maklum bahwa kalau dilanjutkan, salah-salah dia akan menjadi
korban hawa Swat-im Sin-kang yang mujijat. Maka dia meloncat ke belakang dan berseru, "Cukup, Pangcu!
Kepandaianmu hebat, engkau pantas menjadi Ratu Pulau Es, pantas menjadi ketua Bu-tong-pai dan biarlah aku
membantumu dalam kerja sama kita!" Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Kwat Lin mendengar ini. Dia lalu
menghampiri Kiammo Cai-li, menggandeng tangan wanita itu dan memperkenalkan kepada Swi Liang, Swi Nio, dan Han
Bu Ong. Kemudian dia mengajak sahabat baru itu memasuki gedungnya dan sambil menghadapi hidangan lezat kedua
orang wanita lihai ini bercakap-cakap dan mengadakan perundingan untuk bekerja sama.

Ternyata mereka cocok
sekali dan memang keduanya merindukan kedudukan yang mulia dan terhormat, maka dalam perundingan ini. Kiam-mo
Cai-li diangap sebagai pembantu utama dan tangan kanan Kwat Lin, bahkan Rawa Bangkai yang terletak di kaki
Pegunungan Lu-liang-san itu dijadikan markas kedua di mana kelak akan dilakukan semua pertemuan dan perundingan
rahasia. Benar saja seperti yang diharapkan, setelah Kiam-mo Cai-li menjadi pembantunya, banyaklah kaum sesat
yang menggabung dan menyatakan suka bekerja sama sehingga biarpun tidak resmi, mulai saat itu The Kwat Lin
bukan hanya menjadi ketua Bu-tong-pai, akan tetapi juga diakui sebagai datuk kaum sesat nomer satu!

Hubungan
rahasia yang diadakan oleh The Kwat Lin dengan para pembesar kota raja menjadi makin luas, dan diam-diam
persekutuan ini mulai mengatur rencana pemberontakan untuk menggulingkan Kaisar! Dari para pembesar yang
mengharapkan bantuan orang-orang kang-ouw inilah Kwat Lin memperoleh bantuan keuangan sehingga Bu-tong-pai
menjadi makin kuat dan wanita lihai ini dapat menarik banyak tenaga bantuan orang pandai dengan mempergunakan
uang sebagai pancingan.

Keadaan kerajaan Tang di masa itu memang sedang diancam pergolakan hebat. Kaisarnya,
yaitu Kaisar Beng Ong, atau yang terkenal juga dengan sebutan Kaisar Hian Tiong. Tak dapat disangkal lagi, di
bawah pemerintahan Kaisar Beng ini Kerajaan Tang mengalami perkembangan yang amat pesat sehingga menjadi sebuah
kerajaan yang luas sekali wilayahnya. Di jaman pemerintahannya inilah (712-756) di Tiongkok bermunculan
sastrawan-sastrawan dan pelukis-pelukis yang menjadi terkenal sekali dalam sejarah, seperti Li Tai-po, Tu Fu,
Wang Wei dan lain-lain.

Namun, disayangkan bahwa kebijaksanaan Beng Ong dalam mengemudikan roda pemerintahan
ini mengalami godaan hebat yang meruntuhkan segala-galanya. Seperti telah terjadi seringkali, di jaman apa pun
dan di negara manapun juga, Beng Ong yang hatinya teguh menghadapi godaan segala macam keduniawian, ternyata
lumpuh ketika menghadapi seorang wanita! Betapa banyaknya sudah dibuktikan oleh sejarah, betapa pria-pria yang
hebat, pandai, gagah perkasa dan kuat hatinya, menjadi luluh dan tak berdaya begitu bertemu dengan seorang
wanita yang berkenan di hatinya. Peristiwa itu terjadi dalam tahun 745.

Ketika itu, Raja Beng Ong sudah berusia
enam puluh tahun lebih. Sebenarnya sudah tua dan sudah kakek-kakek, namun seperti telah terbukti dari jaman
dahulu sampai sekarang, laki-laki, betapapun tuanya dalam menghadapi wanita menjadi seperti seorang kanak-kanak
yang hijau dan lemah. Seorang di antara banyak pangeran, yaitu putera Kaisar yang terlahir dari banyak selirnya
adalah Pangeran Su. Pangeran ini mempunayi seorang isteri yang amat cantik jelita, dan menurut kabar angin,
wanita ini cantiknya melebihi bidadari kahyangan. Wanita ini bernama Yang Kui Hui, dan memang wanita ini
memiliki kecantikan yang amat luar biasa sehingga terkenal di seluruh penjuru dunia. Ketika Kaisar Beng Ong
dalam suatu kesempatan bertemu dan melihat Yang Kui Hui, seketika hati Kaisar tua itu tergila-gila. Ratusan
orang selir cantik dan pelayan-pelayan muda dan perawan tidak lagi menarik hatinya dan setiap saat yang tampak
di depan matanya hanyalah wajah Yang Kui Hui yang cantik jelita. Akhirnya, Kaisar tidak lagi dapat menahan
nafsu hatinya. Dengan kekerasan dia memaksa puteranya sendiri, Pangeran Su, untuk menceraikan isterinya dan
mengawinkan pangeran ini dengan seorang wanita lain. Adapun Yang Kui Hui, tentu saja, segera dimasukan ke dalam
istana, di dalam kumpulan harem (rombongan selir) di istana. Setelah Yang Kui Hui pada malam pertama melayani
Kaisar Beng Ong, bekas ayah mertuanya, sejak saat itulah terjadi lembar baru dalam sejarah Kerajaan Tang.

Kaisar Beng Ong yang tadinya giat mengurus pemerintahan, memperhatikan segala urusan pemerintahan sampai ke
soal yang sekecil-kecilnya, kini mulai tidak acuh dan menyerahkan semua urusan ke tangan para Thaikam (Orang
Kebiri, Kepercayaan Raja) dan para pembesar yang berwenang. Dia sendiri dari pagi sampai jauh malam tak pernah
meninggalkan tempat tidur di mana Yang Kui Hui menghiburnya dengan penuh kemesraan. Dalam beberapa bulan saja,
selir yang tercinta ini berhasil menguasai hati Kaisar seluruhnya sehingga apa pun yang dilakukan oleh Yang Kui
Hui selalu benar, dan apa pun yang diminta oleh selir ini, tidak ada yang ditolak oleh Kaisar tua yang sudah
dimabok cinta itu. Yang Kui Hui bukanlah seorang wanita bodoh. Sama sekali bukan. Tentu saja hatinya menaruh
dendam kepada kaisar Beng Ong karena dia dipisahkan dari suaminya yang tercinta. Sudah pasti sekali dalam
melayani semua nafsu berahi Kaisar tua itu, ada tersembunyi niat yang lain lagi, bukan semata-mata karena dia
membalas cinta kasih Kaisar yang sudah tua itu. Dia tidak menyia-nyikan kesempatan amat baik itu. Setelah
membuat Kaisar tergila-gila dan seolah-olah bertekuk lutut di depan kakinya yang kecil mungil, mulailah Yang
Kui Hui memetik hasil pengorbanan diri dan hatinya. Dia menggunakan pengaruhnya terhadap Kaisar, menarik
keluarganya menduduki tempat-tempat penting dalam pemerintahan! Bahkan kakaknya yang bernama Yang Kok Tiong
diangkat menjadi menteri pertama dari Kerajaan Tang setelah menteri yang lama dicopot secara menyedihkan oleh
Kaisar, tentu saja atas bujukan Yang Kui Hui! Dan masih banyak lagi anggota keluarga selir yang cantik jelilta
ini memperoleh kedudukan yang tinggi sekali yang sebelumnya tak pernah termimpikan oleh mereka.

Pada jaman
itulah muncul seorang yang akan menjadi terkenal sekali dalam sejarah Tiongkok. Orang ini bukan lain adalah An
Lu San, seorang yang tadinya dari keturunan tak berarti. An Lu San dilahirkan di Mancuria Selatan, di luar
Tembok Besar, yaitu Di Liao-tung. Orang tuanya berdarah Turki dari suku bangsa Khitan, keturunan keluarga yang
bersahaja dan terbelakang. Ketika An Lu San menjadi seorang pemuda remaja, sebagai seorang budak belian dia
dijual kepada seorang perwira Kerajaan Tang yang bertugas di utara, di Tembok Besar. Mulai saat itulah
bintangnya menjadi terang. Sebagai kacung perwira itu, dia ikut pula ke medan perang dan ternyata bocah ini
membuktikan dirinya sebagai seorang yang gagah berani dan cerdik sekali, memiliki keahlian dalam pertempuran
sehingga beberapa kali dia membuat jasa pada pasukan yang dipimpin oleh majikannya. Maka diangkatlah dia
menjadi prajurit dan dalam waktu singkat saja dia membuat jasa-jasa besar sehingga dia diangkat terus,
dinaikkan menjadi perwira dan akhirnya, beberapa tahun kemudian setelah dia memenangkan beberapa peperangan
melawan musuh dari luar sehingga dia berjasa besar bagi Kerajaan Tang, dia diangkat menjadi jenderal!

Mulailah
jenderal An Lu Sun ini mendekati Kaisar. Setelah pangkatnya setinggi itu, tentu saja terbuka kemungkinan
baginya untuk berhadapan dengan Kaisar yang waktu itu sedang tergila-gila kepada Yang Kui Hui yang telah
memperoleh kedudukan tinggi. An Lu San memang seorang yang amat cerdik. Menyaksikan pengaruh dan kekuasaan
selir yang cantik jelita itu terhadap Kaisar, dia melihat kesempatan baik sekali untuk mengangkat diri sendiri
ke tempat yang lebih tinggi. Dengan sikapnya yang lucu dan ugal-ugalan, pembawaan watak liarnya, dia berhasil
menyenangkan hati Kaisar dan memancing kegembiraan Yang Kui Hui sendiri. Selir ini, yang setiap hari harus
melayani seorang pria yang sudah tua dan sudah lemah, tentu saja bangkit gairahnya melihat jenderal yang tegap,
gembira dan kasar liar itu! Terjadilah "main mata" antara kedua insan ini, dan akhirnya, dengan bujukan dan
rayuannya, Yanh Kui Hui memuji-muji kesetiaan dan jasa-jasa An Lu San sehingga Kaisar menjadi semakin suka
kepada jenderal ini. Bahkan Yang Kui Hui dengan akalnya yang licik telah mengangkat An Lu San sebagai "putera
angkatnya".

Hal ini tidak dijadikan keberatan oleh Kaisar, bahkan Kaisar memuji selirnya sebagai seorang selir
yang cerdik, selir yang mencinta dan yang setia karena perbuatan Yang Kui Hui itu dianggapnya sebagai taktik
selir untuk menyenangkan hati seorang pahlawan sehingga dengan demikian memperkuat kedudukan Kaisar. Kaisar
Beng Ong yang terkenal pandai dan bijaksana itu ternyata menjadi lemah tak berdaya, sama lemahnya dengan
seuntai rambut lemas hitam dari Yang Kui Hui yang setiap saat dapat dipermainkan oleh jari-jari tangan halus
dari selir yang cantik jelita itu. Tentu saja setiap sukses dari seseorang, bail didapatkan dengan jalan apa
pun juga melahirkan iri hati kepada orang-orang lain. Biarpun tidak ada yang berani secara terang-terangan
menentang selir cantik yang amat dikasihi Kaisar tua itu, namun diam-diam banyak anggauta keluarga kerajaan
yang merasa iri hati dan membenci Yang Kui Hui, terutama sekali para selir lainnya yang kini seolah-olah
diabaikan oleh Kaisar yang setiap malam selalu dibuai dalam pelukan Yang Kui Hui.

Pada suatu malam Kaisar
beristirahat di dalam kamarnya sendiri. Betapapun dia tergila-gila kepada Yang Kui Hui, namun karena dia sudah
tua sekali, tenaganya tidak mengijinkan dia setiap malam mengunjungi selirnya yang masih muda, penuh nafsu dan
panas itu. Malam itu merupakan malam istirahatnya dan dia tidak mendekati selirnya yang tercinta. Tubuhnya
terasa lelah setelah sore tadi dia berpesta makan minum dan menikmati tari-tarian yang disuguhkan untuk
kehormatan jenderal An Lu San yang datang berkunjung ke istana. Setelah mengijinkan jenderal perkasa itu
mengundurkan diri ke kamar tamu yang disediakan, Kaisar yang merasa lelah itu berbisik kepada selirnya tercinta
bahwa malam itu dia ingin beristirahat karena merasa lelah, kemudian langsung menuju ke kamarnya sendiri.

Menjelang tengah malam, kaisar terbangun dan ternyata yang mengganggu tidurnya adalah seorang selir muda belia
yang cantik seperti selir-selir lain. Selir ini bernama Yauw Cui, masih berdarah bangsawan dan termasuk selir
termuda sebelum Kaisar mengambil Yang Kui Hui yang merupakan selir terakhir. "Hemmm, apa maksudmu datang
mengganggu?" Kaisar berkata, tidak marah karena dia pun pernah mencinta selir yang cantik ini, bahkan tangannya
lalu diulur untuk membelai dagu yang berkulit putih halus itu. "Hamba mohon Sri Baginda mengampunkan hamba,"
selir itu berkata dengan suara agak gemetar, "Sebetulnya hamba tidak berani mengganggu paduka yang sedang
beristirahat, akan tetapi...." Kaisar yang tua itu tersenyum dan salah menyangka. Dikiranya selir muda ini
merindukan curahan kasihnya karena sudah lama dia tidak mengunjungi kamar selirnya ini dan tidak pula
memerintahkan selirnya itu datang melayaninya. "Aihh, manis, naiklah ke sini dan kau pijiti punggungku..."
katanya sebagai uluran tangan karena membayangkan hasrat selirnya ini, sudah bangkit pula berahinya.

Yauw Cui
tidak berani membantah, bangkit dari lantai di mana dia berlutut, dan jari-jari tangannya yang halus mulai
menari-nari di atas punggung tua yang pegal-pegal itu. Akan tetapi selir ini berkata lagi, "Rasa penasaran
memaksa hamba memberanikan diri mengujungi Paduka. Hamba tidak ingin melihat Paduka yang hamba junjung tinggi
ditipu dan dihina orang!" Tangan Kaisar yang mulai membelai tubuh selirnya itu tiba-tiba terhenti dan dengan
pandang mata penuh selidik Kaisar Beng Ong bertanya, "Apa maksudmu? Siapa yang berani menipu dan menghinaku?"
Yauw Cui menangis dan suara terisakisak dia berkata, "Hamba.... secara tidak sengaja... mendengar ....
Angoanswe (jenderal An) berada di dalam kamar.... Yang Kui Hui...." Seketika Kaisar bangkit duduk dengan mata
terbelalak.

Dengan alis berkerut dia memandang selirnya itu yang masih menangis, hatinya tidak percaya sama
sekali karena memang sudah seringkali Yang Kui Hui difitnah orang lain yang merasa iri hati. "Hammm, jangan
bicara sembarangan saja terdorong iri hati." "Tidak.... hamba rela untuk dihukum mati, rela diapakan saja kalau
hamba membohong.... tidak berani hamba menjatuhkan fitnah.... hamba hanya merasa penasaran melihat Paduka
dihina maka hamba memberanikan diri melapor...."

"Pengawal....!!" kaisar berseru sambil mendorong selirnya
turun dari pembaringan. Pintu terbuka dan enam orang pengawal pribadi meloncat masuk dan langsung berlutut
setelah mereka melihat bahwa Kaisar tidak dalam bahaya. Kaisar menyambar jubah luarnya. "Antar kami ke kamar
yang Kui Hui." kata Kaisar singkat sambil memberi isyarat dengan matanya agar Yauw Cui ikut pula bersamanya.
Pada saat Yauw Cui melapor kepada Kaisar, kamar Yauw Kui Hui sudah gelap remang-remang dan pada saat itu memang
selir yang cantik jelita ini sedang bersama An Lu San. Mereka seperti mabok nafsu berahi dan tentu saja segala
pertahanan di hati Yang Kui Hui runtuh menghadapi jenderal yang tegap dan gagah perkasa ini, yang masih
memiliki sifat-sifat liar dan kasar dari tempat asalnya.

Selama tujuh tahun Yang Kui Hui menekan kekecewaan
hatinya melayani seorang kakek-kakek lemah. Kini bertemu dengan An Lu San dan berkesempatan menikmati rayuan
laki-laki yang jantan dan jauh lebih muda dari kaisar ini, tentu saja dia terbuai dan lupa segalanya. Sesosok
bayangan menyelinap ke dalam kamar itu dan berisik di luar kelambu pembaringan.

Bisikan itu merobah suasana di
dalam kamar itu. Yang Kui Hui dan An Lu San dalam waktu beberapa menit saja telah memakai pakaian yang rapi,
duduk menghadapi meja yang diterangi dengan beberapa batang lilin, dan di atas meja terdapat gambar peta daerah
utara. Di ujung-ujung Kamar itu terdapat mengawal dan pelayan berdiri seperti patung, hanya memandang saja
ketika An Lu San dengan suara lantang sedang menjelaskan tentang situasi dan keadaan pertahanan di perbatasan
utara. Demikianlah, ketika Kaisar yang diiringkan Yauw Cui dan para pengawal memasuki kamar itu dengan sikap
kasar, dia melihat selirnya yang tercinta itu memang benar duduk berdua dengan An Lu San, akan tetapi bukanlah
berjinah seperti yang dilaporkan Yauw Cui, melainkan sedang bicara urusan pertahanan! "Hamba sedang mempelajari
keadaan kekuatan pertahanan kita di utara dari An Lu San," antara lain Yang Kui Hui membela diri ketika Kaisar
menyatakan kecurigaannya. "Paduka terlalu mempercayai mulut seorang wanita yang cemburu dan iri hati setengah
mati kepada hamba." Karena semua pengawal dan pelayan yang berada di kamar itu merupakan saksi yang kuat bahwa
selir tercinta itu tidak bermain gila dengan putera angkatnya tentu saja Kaisar menjadi marah kepada Yauw Cui.

Selir muda ini mengerti bahwa dia berbalik kena fitnah oleh madunya yang lihai itu, maka maklum bahwa tidak ada
lagi harapan baginya, dia menudingkan telunjuknya kepada Yang Kui Hui sambil berteriak nyaring, "Kau Wanita
Iblis! Karena engkaulah kerajaan ini akan hancur!" Dan sebelum para pengawal yang diperintah oleh Kaisar yang
marah-marah itu sempat menangkapnya, Yauw Cui lari membenturkan kepalanya di dinding kamar itu sehingga
kepalanya pecah dan dia tewas disaat itu juga! Tentu saja pada hari berikutnya, ada seorang pelayan yang
menerima hadiah banyak sekali dari Yang Kui Hui, yaitu pelayan yang membisikinya semalam sehingga
menyelamatkannya. Semenjak peristiwa itu, kepercayaan Kaisar terhadap Yang Kui Hui dan An Lu San makin besar.
Tentu saja kesempatan baik ini tidak dibiarkan lewat percuma oleh Yang Kui Hui dan An Lu San yang mengadakan
hubungan gelap sepuas hati mereka.

Karena pengaruh Yang Kui Hui di depan Kaisar, maka An Lu San memperoleh
kehormatan yang besar, bahkan diangkat menjadi Gubernur di Propinsi Liao Tung. Menguasai pasukan-pasukan
terbaik dari kerajaan dan menjaga di propinsi yang merupakan perbatasan timur. Kehormatan ke dua diterimanya
tak lama kemudian, tentu saja atas desakan dan bujukan Yang Kui Hui yaitu ketika dia dianugrahi gelar Pangeran
Tingkat Dua. Kehormatan yang besar sekali karena biasanya, gelar ini hanya diberikan kepada keluarga kerajaan
yang berdarah bangsawan!

Memang An Lu San seorang yang berasal dari suku bangsa terbelakang, namun dia
diberkahi dengan kecerdikan luar biasa. Melihat betapa kaisar bertekuk lutut di depan kedua kaki yang mungil
dari selir kaisar Yang Kui Hui, dia mengeluarkan semua kepandaian untuk mengambil hati selir ini dan ternyata
semua muslihatnya berhasil baik dan dia memperoleh kedudukan yang tinggi sekali. Akan tetapi, tentu saja banyak
pula orang merasa iri hati dan tidak suka kepada An Lu San. Di antara mereka ini adalah kakak kandung Yang Kui
Hui sendiri, yaitu Yang Kok Tiong yang menjadi Menteri Pertama. Dengan kedudukanya yang tingi, Yang Kok Tiong
melakukan penyelidikan dan ketika dia memperoleh berita bahwa An Lu San mempersiapkan pemberontakan, segera dia
berunding dengan Putera Mahkota dan melapor kepada Kaisar. Kaisar tidak percaya dan menganggap pelaporan ini
omong kosong belaka, akan tetapi karena para pangeran mendesaknya, akhirnya Kaisar memanggil An Lu San yang
merasa keadaannya belum kuat betul untuk memulai pembrontakan yang memang benar telah dipersiapkannya, tidak
membantah.

Dia menghadap Kaisar dan dengan air mata bercucuran dia memprotes, menyatakan kesetiaanya terhadap
Kaisar dan dalam hal ini kembali pengaruh Yang Kui Hui membantunya. Selir ini pun mencela Kaisar yang mudah
saja dipermainkan orang yang merasa iri hati bahkan Yang Kui Hui mengambil contoh selir Yauw Cui yang irir hati
kepadanya. "hendaknya Paduka ingat bahwa An Lu San adalah seorang pahlawan kerajaan yang jasanya sudah amat
besar. Tidak mungkin dia memberontak, dan andaikata dia benar mempunyai niat memberontak tentu dia tidak akan
datang memenuhi panggilan Paduka! Kedatangannya ini sudah merupakan bukti akan kebersihan dan kesetiaanya!

Kabar tentang niat pembrontakan itu tentu ditiup-tiupkan oleh mereka yang merasa iri hati kepadanya." Seperti
biasa, hati kaisar luluh dan lenyaplah semua kecurigaan dan keraguannya. Dia malah menjamu An Lu San dan malam
itu dengan amat pandainya An Lu San "membalas budi" Yang Kui Hui, dengan sepenuh hatinya, di dalam kamar selir
Kaisar itu, aman karena terjaga oleh orang-orang kepercayaan mereka. Demikianlah, pada saat cerita ini terjadi
An Lu San sudah kembali ke utara dengan penuh kebesaran dan kebanggaan, dan diam-diam dia makin mempercepat
persiapannya untuk memberontak!

Dan demikian pula dengan keadaan kerajaan Tang pada waktu itu. Kelemahan Kaisar
yang jatuh di bawah telapak kaki halus dari Yang Kui Hui, menimbulkan ketidakpuasan kepada banyak pembesar
sehingga di sana-sini timbul niat untuk memberontak. Kesempatan keadaan yang lemah dari kerajaan Tang inilah
dipergunakan oleh The Kwat Lin untuk mulai dengan petualangannya, untuk memenuhi cita-citanya mencarikan
kedudukan tinggi untuk puteranya!

Pada suatu hari, datanglah seorang utusan dari kota raja mendaki Pegunungan
Bu-tong-san, menghadap Ketua Bu-tong-pai. Melihat bahwa utusan ini adalah utusan dari Pangeran Tang Sin Ong
dari kota raja, Kwat Lin cepat menerimanya di kamar rahasia. Setelah utusan itu menyampaikan tugasnya dia cepat
pergi lagi meninggalkan Bu-tong-pai dan terjadilah kesibukan di Bu-tong-pai. Pangeran Tang Sin Ong, yaitu
seorang pangeran di kota raja yang mempersiapkan pemberontakan pula, sebagai saingan besar dari An Lu San,
pangeran yang dihubungi oleh Kwat Lin, mengirim berita tentang hari dan tempat di mana Yang Kui Hui akan ikut
dengan Kaisar yang hendak berburu binatang dalam hutan, sebuah di antara kesenangan Kaisar.

saat inilah yang
dinanti-nanti oleh The Kwat Lin dan Pangeran Tang Sin Ong untuk menjalankan siasat mereka yan telah lama mereka
rencanakan. Beberapa hari kemudian, tibalah saatnya Kaisar bersama Yang Kui Hui bersenang-senang di dalam hutan
di kaki Pegunungan Funiu-san, tidak jauh dari kota raja. Seperti biasa, di waktu mengadakan perburuan ini,
tempat itu dijaga oleh para pengawal dan ada pula pasukan yang tugasnya hanya mencari dan menggiring binatang
hutan sehingga binatang-binatang yang ketakutan itu menuju ke dekat tempat Kaisar dan Permaisurinya menanti
sehingga dengan mudah Kaisar dapat melepaskan anak panah ke arah binatangbinatang itu. Sekali ini, selain
beberapa orang pembesar penting, yang menemani Kaisar terdapat juga Pangeran Tang Sin Ong.


Seperti biasa, Kaisar dan selirnya yang tercinta menanti di dalam pondok yang memang tersedia di situ, di
tengah-tengah hutan. Para pembesar dan Pangeran Tang Sin Ong menanti di luar pondok sambil bercakap-cakap.
Mereka menanti sampai datangnya binatang-binatang yang akan digiring oleh pasukan yang sudah menyusup-nyusup ke
dalam hutan lebat di depan.

para pengawal menjaga di sekeliling tempat itu, pengawal Kaisar dan pengawal
Pangeran Tang Sin Ong karena pangeran ini mempunyai pasukan pengawal sendiri. Mereka tidak usah lama menanti.
Segera terdengar sorak-sorai dari jauh, makin lama makin mendekat. itulah suara pasukan yang bertugas
menggiring binatang hutan menuju ke tempat penyembelihan itu, di mana para pembesar telah menanti dengan
gendewa bersama dengan anak panahnya siap di tangan.

Mendengar suara ini, kaisar sudah keluar dari pondok
sambil tersenyum-senyum gembira membawa sebatang gendewa. Seorang thaikam yang menjadi kepercayan dan
pelayannya mengikuti Kaisar sambil membawa tempat anak panah. Tak lama kemudian, mulailah bermunculan
binatang-binatang hutan yang panik ketakutan karena dikejarkejar dan digiring oleh pasukan di belakang mereka
yang bersorak-sorai itu. Dan mulailah Kaisar bersama Pangeran Tang Sin Ong dan para pembesar lainnya
menghujankan anak panah mereka ke arah binatang binatang itu. Tidak ada seorang pun melihat ketika dari
rombongan pengawal Pangeran tang Sin Ong, seorang pengawal menyelinap kedalam semak-semak, menanggalkan pakaian
biasa menyelinap dan memasuki pondok Kaisar dari samping, meloncat masuk dari jendela yang terbuka.

Dengan
kecepatan kilat, laki-laki setengah tua ini menyergap Yang Kui Hui yang sedang berdiri menonton di ambang pintu
depan. Terdengar selir cantik itu menerit, akan tetapi tubuhnya menjadi lemas ketika dia tertotok dan ketika
semua orang menoleh medengar jeritan itu, Yang kui Hui telah dipondong dan dibawa lari oleh laki-laki itu.
"Penculik.....!" "penjahat....!" "Jangan lepas anak panah, bisa salah sasaran....!!" Tiba-tiba Pangeran tang
Sin Ong berseru keras. Mendengar ini, Kaisar yang sudah pucat mukanya cepat berseru, "Benar! Jangan lepas anak
panah. Kejar dan tangkap! Selamatkan dia....!" Semua orang, pengawal, pembesar, pangeran tang Sin Ong, bahkan
Kaisar sediri, mengejar penculik yang memiliki gerakan yang amat gesit itu.

Dengan beberapa loncatan saja
penculik itu telah lari jauh sekali. "Cepat kejar.... tolong dia.... ahhhh, Kui Hui....!!" kaisar berteriak
dengan muka pucat. Tiba-tiba tampak dua sosok bayangan orang berkelebat menghadang penculik itu. Dari jauh
kelihatan jelas bahwa dua orang itu adalah wanita-wanita cantik yang gerakannya cepat luar biasa. Wanita yang
lebih tua sudah menerjang maju dan dengan serangan mendadak berhasil memukul roboh penculik dan merampas Yang
Kui Hui, kemudian wanita ke dua yang muda dan cantik menggerakan pedangnya menusuk. Terdengar jerit melengking
yang nyaring sekali ketika pedang itu menembus dada penculik itu yang berkelojotan, terbelalak dan menudingkan
telunjuknya kepada wanita pertama seolah-olah hendak berkata sesuatu, akan tetapi sebuah tendangan yang
mengenai kepalanya membuat penculik itu tak dapat bergerak lagi dan tewas seketika!

Kaisar dan rombongannya
sudah tiba di situ. Dengan tepukan perlahan wanita perkasa yang lebih tua itu membebaskan totokan Yang Kui Hui.
Selir ini mengeluh dan menangis sambil menubruk Kaisar yang memeluknya. kaisar memandang kepada dua orang
wanita cantik yang sudah berlutut di depan kakinya dengan perasaan bersyukur dan berterima kasih. "Untung
sekali kalian berdua yang gagah perkasa datang menolong!" kata kaisar dengan penuh rasa syukur, suaranya masih
gemetar karena ketegangan hebat yang baru saja dialaminya. "Siapakah kalian?" "Hamba adalah Ketua Bu-tong-pai
bernama The Kwat Lin," berkata wanita cantik itu lalu menuding kepada dara muda yang cantik jelita dan tinggi
semampai di sebelahnya, "dan ini adalah Bu Liang-cu murid hamba." "Ahhh, kiranya ketua Bu-tong-pai yang
terkenal!" Kata Kaisar sambil tersenyum lebar. "Pantas saja demikian lihai! Kalian telah berjasa, telah
menyelamatkan kekasih kami dan membunuh penculik jahat.

Kalian pantas diberi hadiah besar." Yang Kui Hui sudah
menghentikan tangisnya dan kini dia pun memandang kedua orang wanita itu dengan mata berseri. "Kalian datanglah
ke istana, aku akan memberi hadiah kepada kalian." The Kwat Lin menyembah dengan hormat. "Hamba berdua hanya
melakukan tugas hamba sebagai rakyat yang setia kepada junjungannya. hamba berdua tidak mengharapkan balas
jasa, hanya apabila paduka sudi menerima, biarlah murid hamba ini bekerja sebagai pengawal pribadi paduka.
Sekarang banyak orang jahat, tanpa pengawalan yang kuat tentu membahayakan Paduka.

Girang bukan main hati Yang
Kui Hui. "Baik sekali! Siapa namamu tadi?" tanyakan kepada gadis cantik yang menunduk sejak tadi. Gadis itu
kini mengangkat mukannya dan dengan sepasang mata yang bersinarsinar dia menjawab, "Nama hamba Bu Liang-cu.
Saking girangnya, yang Kui Hui mencabut tusuk konde dari emas berhiaskan permata dan menghadiakan benda itu
kepada The Kwat Lin, dan dia menerima pula gadis murid Bu-tong-pai itu sebagai pengawal pribadinya. Mulai saat
ini gadis yang bernama Bu Liang-cu itu ikut bersama rombongan Kaisar, selalu mengawal di belakang Yang Kui Hui,
kembli ke istana.

Ada pun The Kwat lin segera kembali ke Bu-tongsan dengan hati girang karena siasatnya
berjalan dengan baik sekali, sungguhpun untuk itu dia terpaksa harus mengorbankan nyawa seorang anggautanya.
Penculik itu bukan lain adalah seorang anggautanya sendiri, seorang bekas penjahat yang memiliki ginkang
tinggi.

Penculik itu hanya diperintah untuk melarikan diri Yang Kui Hui dengan janji akan dibantunya kalau
sampai mengalami bahaya. Akan tetapi, penculik itu baru tahu bahwa dia dikhianati oleh ketuanya sendiri setelah
dia roboh dengan pedang menembus dadanya. Baru ia tahu bahwa dia dikorbankan untuk suatu siasat licik dari The
Kwat Lin, namun pengetahuan ini tiada gunanya karena dia keburu mati sebelum dapat mengeluarkan suara.

Siapakah
gadis cantik yang kini menjadi pengawal Yang Kui Hui? Tadinya, untuk tugas ini The Kwat Lin menunjuk muridnya,
Bu Swi Nio. Akan tetapi, betapa marahnya ketika dia menghadapi penolakan muridnya! "Teecu tidak berani, Subo.
Perintahlah teecu untuk melakukan hal lainnya, biar disuruh membasmi penjahat yang bagaimanapun, biar harus
mempertaruhkan nyawa, teecu tidak akan mundur dan pasti akan memenuhi perintah Subo! Akan tetapi ini... ah,
teecu tidak mau terlibat dalam.... pemberontakan....." jawab Swi Nio sambil berlutut dan menundukan mukanya.

Hampir saja Kwat Lin menampar kepala muridnya itu saking marah dan kecewanya. Dan pada saat itu, Swi Liang yang
melihat adiknya terancam bahaya kemarahan subonya, cepat maju dan berkata, "Subo, kalau Moi-moi tidak berani,
biarlah teecu melakukannya." "Kau seorang pria.... mana mungkin....?" "Teecu bisa saja menyamar sebagai seorang
gadis. Dahulu di waktu kecil seringkali teecu mengenakan pakaian Moi-moi dan bermain-main seperti seorang anak
perempuan ." Mendengar ini, Kwat Lin termenung. Betapapun juga dia lebih percaya kepada muridnya dan juga
kekasihnya ini. Selama ini, Swi Nio delalu memperlihatkan sikap dingin dan kdang-kadang menentang. Berbeda
dengan Swi Liang yang selalu menuruti kehendaknya, bahkan pemuda itu mau pula melayani nafsu berahinya!

Pekerjaan yang direncanakan ini amat berbahaya kalau sampai bocor, maka sebaiknya kalau dilakukan oleh orang
yang paling dipercayanya. Memaksa Swi Nio amat berbahaya karena siapa tahu kalau-kalau murid perempuan ini akan
mengkhianatinya kelak. "Hemm, kita coba saja!" katanya dan setelah melihat Swi Liang berpakaian wanita dan
bergaya, Kwat Lin menjadi girang sekali. Agaknya murid itu memang mempunyai bakat sandiwara maka ketika
berpakaian wanita dan beraksi, dia sendiri hampir pangling dan mengira bahwa Swi Liang adalah Sawi Nio!

Demikian, rencana siasat itu dijalankan dengan baik dan Swi Liang yang menyamar sebagai seorang gadis cantik
bernama Bu Liang-cu, berhasil menyusup ke dalam istana sebagai pengawal pribadi dari Yang Kui Hui! Memang
itulah tujuan pokok dari siasat Kwat Lin, yaitu memikat hati Yang Kui Hui. Pemikatan dengan jalan menolong
selir itu dari bahaya cukup baik, akan tetapi akan lebih berhasil lagi kalau muridnya itu berhasil menjatuhkan
hati selir itu dengan ketampanannya! Kalau sampai berhasil Swi Liang menjadi kekasih Yang Kui Hui, hemm, akan
mudah saja melakukan gerakan pemberontakan dari dalam!

Inilah sebabnya maka dia setuju muridnya itu menyamar
sebagai wanita. Dia rela memberikan kekasihnya ini kepada Yang Kui Hui demi tercapainya cita-citanya. Berbeda
dengan kakaknya yang telah mabok bujukan gurunya, Swi Nio makin lama merasa makin tidak enak tinggal di
Bu-tong-san.

Dia sama sekali tidak senang dan hatinya menentang menyaksikan semua perbuatan subonya. Tadinya
memang dia rela menjadi murid wanita sakti, karena wanita itu yang menolong dia dan kakaknya, juga yang telah
membunuh Pat-jiu Kai-ong musuh besar yang telah membunuh ayah mereka. Akan tetapi semenjak menyaksikan betapa
subonya itu menguasai Bu-tong-pai dengan kekerasan, melihat subonya melawan susiok sendiri dan bahkan membuat
para tokoh Bu-tong-pai mengundurkan diri dari Bu-tong-pai, hatinya sudah merasa tidak senang. Apalagi melihat
masuknya orang orang kasar dan yang dia ketahui adalah bekas-bekas penjahat menjadi anggauta Bu-tong-pai dia
merasa penasaran. Semua itu masih ditambah lagi kenyataan yang membuatnya merasa malu dan hina, yaitu melihat
kakaknya menjadi kekasih subonya. Seringkali secara diam-diam Swi Nio menasihati kakaknya, bahkan menganjurkan
kakaknya untuk bersama dia melarikan diri saja dari Bu-tong-pai, namun semua itu tidak diacuhkan oleh Swi
Liang. Swi Nio menderita batin seorang diri, seringkali menangis di dalam kamarnya.

Melihat munculnya Kiam-mo
Cai-li, hatinya menjadi makin gelisah. Dia dahulu sudah mendengar dari mendiang ayahnya bahwa Kiam-mo Cai-li
adalah seorang datuk kaum sesat yang amat kejam. Namun kenyataannya, subonya menjadi sekutu iblis itu, bahkan
diakui sebagai pemimpin!

Pagi hari itu, setelah merasa kehilangan kakaknya yang pergi tampa pamit bersama
subonya dan kemudian melihat subonya pulang sendiri tanpa kakaknya, Swi Nio tak dapat menahan kegelisahan
hatinya lagi dan dia memberanikan diri memasuki kamar subonya di mana subonya sedang bercakap-cakap dengan
Kiam-mo Cai-li yang kebetulan datang ke Bu-tong-san.

"Subo, teecu (murid) tidak melihat adanya Liang-koko yang
tadinya pergi bersama Subo selama beberapa hari lamanya. Ke manakah dia, Subo? Apakah yang terjadi dengan
kakakku itu?" tanyanya dengan wajah agak pucat karena beberapa malam dia kurang tidur memikirkan kakaknya. The
Kwat Lin mengerutkan alisnya. Hatinya memang sudah tidak senang pada muridnya ini, apalagi ketika Swi Nio
terang-terangan berani menolak perintahnya sehingga tugas itu digantikan oleh Swi Liang biarpun pemuda itu
berhasil baik, betapapun juga The Kwat Lin merasa kehilangan, apalagi di waktu malam yang sunyi dan dingin!

"Kau tidak perlu tahu!" jawabnya membentak. "Tapi.... Subo, dia adalah kakak teecu......" Swi Nio membantah.
"Hemm, dia bertugas di kota raja. Sudah, pergilah dan jangan kau mengganggu kami yang sedang bicara!" Swi Nio
bangkit berdiri dari atas lantai dan memandang gurunya dengan mata terbelalak dan muka pucat. "Jadi....dia....
dia telah menyelundup ke dalam istana....?" The Kwat Lin bangkit berdiri dan menudingkan telunjuknya ke muka
Swi Nio sambil membentak marah, "Gara-gara engkaulah! Apa kaukira kalau tidak terpaksa aku suka membiarkan dia
melakukan tugas berbahaya itu? Mestinya engkau yang bertugas, akan tetapi engkau telah menolak. Dia seorang
murid yang amat baik, tidak seperti engkau yang tak mengenal budi!" Swi Nio membalikan tubuhnya, menutupi muka
dan menangis sambil mengeluh, "Liang-koko..... ah, Koko....!" Setelah dara itu berlari pergi, Kwat Lin duduk
kembali, wajahnya keruh dan dia mengomel, "Murid yang murtad! Sungguh menjengkelkan saja dia itu!"

Kiam-mo-Cai-li tersenyum. "Mengapa pusing-pusing menghadapi seorang gadis seperti itu? Kalau dibiarkan saja,
tentu dia akan terus merongrongmu dan boleh jadi kelak akan membahayakan perjuangan kita. Dia harus
ditundukkan!" "Hemm, maksudmu menggunakan kekerasan?" "ah, aku mengenal gadis seperti itu. Wataknya keras dan
kalau digunakan kekerasan, sampai mati pun dia tidak akan tunduk. Kalau sampai dia mati, amat tidak baik bagi
kakaknya yang kita butuhkan tenaganya. Dia harus dilawan dengan cara halus." "Bagaimana maksudmu? Membujuknya?"
Kiam-mo Cai-li menggeleng kepalanya. "Dibujukpun takkan berhasil. Akan tetapi sekali dia telah jadi isteri
orang, tentu dia akan menurut segala kehendak suaminya." "Ihhh! Aku tidak pernah memikirkan hal itu. Dengan
siapa?" "Kita harus cerdik, kita harus memakai siasat sekali tepuk memperoleh dua ekor lalat atau menggunakan
pedang yang bermata dua. Di satu fihak, kita harus menyenangkan hati Pangeran Tang Sin Ong yang aku tahu
memiliki watak mata keranjang sehingga dia akan tentu berterima kasih sekali kepadamu kalau kau rela memberikan
muridmu yang cantik manis itu kepadanya, menjadi seorang selirnya yang tercinta dan dapat diandalkan.

Ke dua,
kalau muridmu itu sudah menjadi selir Pangeran Tang Sin Ong, tentu dia akan tidak banyak bantahan lagi!" The
Kwat Lin mengangguk-angguk dan diam-diam dia memuji kecerdikan temannya ini. "Siasatmu memang baik sekali,
Cai-li! Akan tetapi.... biarapun sudah pasti sekali Pangeran akan menerima penawaran ini dengan kedua tangan
terbuka, kukira belum tentu Swi Nio akan mau dijadikan selir pangeran itu. Kalau dia menolak, lalu bagaimana?"
Kiam-mo Cai-li tertawa. "Hi-hi-hik, tidak usah khawatir, Pangcu. Aku yang tanggung jawab dia tentu tidak akan
menolak." Dia lalu mendekatkan mulutnya ketelinga The Kwat Lin berbisik-bisik. Kwat Lin mengangguk-angguk. "

Hemm, kalau dia merupakan seorang murid yang baik dan taat, tentu aku tidak tega, akan tetapi.... demi
suksesnya perjuangan kita, agar dia tidak menjadi penghalang malah kelak mungkin dapat membantu, biarlah....
kita atur secepatnya agar Pangeran dapat berkunjung ke sini." "Tentu mudah saja dan tidak menimbulkan
kecurigaan. Bukankah peristiwa di hutan itu membuat nama Bu-tong-pai terangkat tinggi dalam pandangan kerajaan?
Kalau seorang Pangeran berkunjung ke sini, menemui penolong selir Yang Kui Hui, hal itu sudah semestinya!

Hi-hi-hik." "Kau memang cerdik sekali, Cai-li!" The Kwat Lin memuji dan kedua orang wanita berkepandaian tinggi
itu sambil tersenyum-senyum minum arak wangi yang berada di dalam cawan-cawan perak mereka. Beberapa hari
kemudian, sesuai dengan siasat mereka itu, datangalah rombongan tamu agung dari kota raja. Pangeran Tang Sin
Ong! Inilah hasil pertama dari siasat The Kwat Lin menolong Yang Kui Hui.

Sebelum peritiwa itu, hubunganya
dengan pangeran itu dilakukan secara sembunyi dan pertemuan rahasia yang diadakan hanya melalui kurir (utusan).
Akan tetapi sekarang, setelah siasat di hutan itu sekaligus mengangkat nama Bu-tong-pai, Pangeran Tang Sin Ong
berani datang secara berterang, bahkan sebelum berangkat pangeran itu menerima titipan bingkisan hadiah yang
dikirim oleh Yang Kui Hui sendiri melalui pangeran itu. Tentu saja keadaan di Bu-tong-san seperti dalam pesta.
Semua anak buah Bu-tong-pai mengenakan pakaian baru dan rombongan tamu agung itu disambut dengan meriah seperti
sambutan terhadap seorang pengantin.

Dengan penuh kehormatan para tamu agung dijamu di ruangan yang lebar dari
Bu-tong-pai, dan pesta pora diadakan diruangan yang biasa dipergunakan untuk Lian-bu-thia (ruang belajar
silat). Sambutan resmi dilakukan dan pangeran menyerahkan bingkisan dari Yang Kui Hui dan menyerahkan pula
bingkisan dari dirinya sendiri kepada ketua Bu-tong-pai.

Malam harinya, sebagai penghormatan khusus, Pangeran
Tang Sin Ong seorang diri dijamu oleh The Kwat Lin diruangan dalam dan ketua ini ditemani oleh Kiam-mo Cai-li
dan Bu Swi Nio! Dara ini setengah dipaksa oleh subonya untuk menemaninya menjamu pangeran itu dan biarpun di
dalam hatinya Bu Swi Nio tidak setuju, namun dia tidak berani membantah. Pula, di dalam hatinya dia ingin
sekali mendengar percakapan mereka yang tentu akan menyangkut pula keadaan kakaknya di kota raja. Ketika
pengeran ini dipersilahkan duduk menghadapi meja yang sudah penuh hidangan, The Kwat Lin memperkenalkan Kiam-mo
Cai-li Liok Si sebagai pemilik istana Rawa Bangkai, dan memperkenalkan muridnya pula Bu Swi Nio sebagai
muridnya yang terkasih. Pangeran itu memandang Kiam-mo Cai-li dan Bu Swi Nio, lalu tertawa gembira dan berkata,
"Sungguh beruntung sekali Pangcu mendapatkan seorang pembantu seperti Liok Toanio ini yang saya yakin tentu
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dan muridmu ini....aaihh... penerangan ini menjadi makin bercahaya, suasana
menjadi makin gembira dan segar, hidangan menjadi bertambah lezat. Sungguh saya merasa berbahagia sekali bahwa
Nona Bu suka menemani saya makan minum, untuk ini saya harus menghaturkan arak penghormatan sebagai tiga
cawan!"

Pangeran itu tentu saja tadinya sudah diberitahu oleh Kwat Lin bahwa ketua ini hendak menghadiahkan
muridnya kepadanya. Maka begitu melihat Swi Nio yang masih amat muda dan cantik jelita itu, hati Sang Pangeran
sudah jatuh dan gairahnya sudah bernyala-nyala. Wajah Swi Nio menjadi merah padam. Dia merasa malu sekali
menyaksikan sikap dan mendengar kata-kata yang penuh pujian ini. Dia tidak biasa berhadapan dengan pria seperti
ini.

Hatinya berdebar tegang dan khawatir, akan tetapi untuk menolak, tentu saja dia tidak berani. Sambil
menunduk dan membisikan kata-kata terima ksih dia menerima tiga cawa arak berturut-turut. Biarpun dia tidak
biasa minum banyak arak, akan tetapi terpaksa tiga cawan arak itu diminumnya tanpa banyak membantah. Melihat
ini The Kwat lin dan Kiam-mo Cai-li tertawa girang dan dari seberang meja, The Kwat Lin mengedipkan sebelah
matanya kepada Sang Pangeran.Tang Sin Ong mengerti akan isyarat ini, maka dia lalu melepas seuntai kalung emas
bertaburan permata yang tergantung di lehernya, bangkit berdiri dan mengulurkan kedua tangan yang memegang
kalung itu kepada Swi Nio sambil berkata, "Nona Bu, kalung ini sama sekali tidak dapat mengimbangi kecantikan
Nona, akan tetapi karena pada saat ini yang ada pada saya hanya kalung ini, maka sudilah Nona menerimanya
sebagai tanda penghormatan saya kepada seorang Nona secantik dewi!" Bu Swi Nio terkejut sekali dan cepat dia
menoleh kepada subonya. Menurutkan kata hatinya, ingin dia menolak keras dan mencela sikap pangeran yang
terlalu berani itu. Akan tetapi dia melihat subonya mengangguk dan berkata, "Swi Nio, Pangeran telah bermurah
hati kepadamu, mengapa tidak lekas menerima dan menghaturkan terima kasih?" Bu Swi Nio merasa terdesak dan
dengan suara gemetar dia berkata, "Hamba...., hamba...., tidak berani menerimanya....." "Swi Nio....!" The Kwat
Lin menegur "Bu Swi Nio, mengapa kau menolak kemurahan hati Pangeran?" Kiam-mo Cai-li juga ikut menegur.

Pangeran Tang Sin Ong tertawa. "Ahh, tentu saja Nona Bu merasa malu-malu, tidak seperti gadis-gadis yang haus
akan harta benda. Hal ini malah menonjolkan kecemerlangan watak seorang gadis yang cantik jelita dan gagah
perkasa! Nona, biarlah aku mengalungkan hadiah ini di lehermu." Berkata demikian, Sang Pangeran lalu bangkit
berdiri dan mengalungkan kalung emas itu melingkari leher Swi Nio yang menundukan kepalanya.

Karena tak dapat
menolak lagi dan kalung yang lebar itu sudah mengalungi lehernya, dengan muka sebentar pucat, Swi Nio menjura,
"Banyak terima kasih hamba haturkan..." "Aaaahhh, jangan sungkan-sungkan." Dia tertawa, kedua orang wanita
sakti itupun tertawa dan mereka bergantian menyuguhkan arak kepada Sang Pangeran dan juga Bu Swi Nio. "Muridku,
karena pangeran telah bermurah hati kepadamu, tidak saja menyuguhkan arak tetapi juga menghadiahkan kalung,
mengapa kau tidak bersikap sebagai seorang muridku yang tahu aturan dan mengenal budi. Hayo cepat suguhkan tiga
cawan kepada Pangeran sebagai penghormatanmu!"

Muka Swi Nio menjadi merah. Dia tidak membantah kebenaran ucapan
ini, maka secara terpaksa dia bangkit berdiri, dipandang oleh pangeran yang tersenyum-senyum dan mengelus
jenggotnya, menghampiri pangeran dan menuangkan arak ke cawan Sang Pangeran dari guci emas. "Silahkan Paduka
minum arak sebagai tanda kehormatan hamba, Pangeran," kata Swi Nio dengan malu-malu.

"Ha-ha-ha, terima kasih,
Nona. Akan tetapi, aku tidak mau minum kalau tidak aku temani. Hayo untukmu juga secawan!" Kembali Kwat Lin dan
Kiam-mo Cai-li ikut membujuk dan terpaksa akhirnya Swi Nio kembali minum tiga cawan arak bersama Sang Pangeran.

Karena tidak biasa minum arak, kini diloloh banyak arak yang diamdiam telah dicampuri bubuk putih dilepas
secara lihai oleh Kiam-mo Cai-li ke dalan cawan gadis itu, akhirnya Swi Nio menjadi mabok. Dia mulai tersenyum
dengan lepas, memperlihatkan deretan gigi yang putih, dan mulai berani mengangkat muka memandang pangeran yang
pandai bicara itu.

"Ha-ha-ha, setelah ditemani makan minum oleh Nona Bu, aku lupa semua wanita di istanaku!
Hemm, bagaimana aku dapat berpisah lagi darimu, Nona?" kata Pangeran itu. Mendengar ini Swi Nio mengerutkan
alisnya, akan tetapi karena kepalanya sudah pening dan pandang matanya sudah berkunang, hanya sebentar saja dia
merasa betapa kata-kata itu tidak pada tempatnya dan dia hanya tersenyum!

"Bu Swi Nio muridku yang baik.
Pangeran telah berkenan mencintaimu! Kau akan diambilnya sebagai selir yang tercinta. Cepat kau berlutut dan
haturkan terima kasih, muridku." Sepasang mata dara itu terbelalak. "Tidak....! Ah, tidak......!" Terdengar
suara pangeran, "Nona, kau cantik sekali.... kau gagah perkasa, aku cinta padamu dan marilah kau ikut bersamaku
ke kota ke kota raja. Kau akan menjadi selirku yang paling tercinta, menjdi pengawal pribadiku...." "Tidak....!
Ahhh, tidak mau.... oughh.......!" Swi Nio yang tadinya bangkit berdiri serentak itu,

bersambung 16.............

0 komentar:

Posting Komentar