Senin, 13 Mei 2013

bukek sian su - 20 v

menjadi sesak dan Swat Hong
terguling pingsan! Sin Liong cepat menyambar tubuh sumoinya dan memeriksanya. Dia merasa heran sekali karena
begitu memeriksa, dia mendapat kenyataan bahwa keadaan sumoinya tidak seringan yang diduganya semula. hal ini
adalah karena tadi sumoinya meletakan Batu Mustika Hijau itu di pinggangnya, maka ketika pada pemeriksaan
pertama, hawa beracun agak tertolak oleh mustika itu sehingga kelihatanya hanya ringan. Sekarang, setelah batu
itu dikeluarkan, daya tolak racun dari batu itu meninggalkan tubuh Swat Hong dan hawa beracun yang amat jahat
itu menyerang sepenuhnya membuat Swat Hong roboh pingsan. Sin Liong tidak ragu-ragu lagi, cepat dia memijat
tengkuk dan mengurut kedua urat besar di pundak. Swat Hong mengeluh lirih dan membuka matanya. "Sumoi, kau
ternyata terluka hebat juga di sebelah dalam tubuhmu oleh hawa beracun itu. Lekas kaubuka baju atas, aku harus
mengerahkan sinkang, menempelkan tangan di punggungmu, langsung tidak tertutup pakaian." Suara Sin Liong
sungguh-sunggu dan Swat Hong juga mengerti akan keadaannya yang berbahaya. Dia merasa penting dan dadanya sesak
sekali, maka tanpa membuang waktu lagi dia lalu membuka bajunya, duduk membelakangi Sin Liong dan membiarkan
punggungnya terbuka sama sekali. "Aughhh....ahhh, panas sekali..... ah, Suheng, badanku seperti dibakar
rasanya...." Swat Hong merintih sambil memegangi bajunya dan mencegah baju itu merosot. "Tenanglah, Sumoi. Biar
kumulai, kau menerima sajalah hawa sinkang dariku." Sambil duduk bersila di belakang Swat Hong, Sin Liong lalu
mnyalurkan tenaga sinkang yang dingin, menempelkan telapak tangan pada pungung yang berkulit putih mulus, halus
dan pada saat itu panas sekali. Setelah telapak tangannya menempel, baru Sin Liong tahu betapa hawa beracun itu
mendatangkan hawa panas yang makin lama makin hebat. Ahh, dia terlalu semberono, mengira luka sumoinya tadi
ringan saja sehingga tidak segera mengobati sumoinya. Swat Hong merasa tersiksa, mulutnya terbuka dan dia
merintih-rintih. Hawa panas luar biasa yang menyerang dari dalam membuatnya berpeluh, akan tetapi kini terasa
olehnya betapa dari telapak tangan di punggungnya itu masuk perlahan-lahan hawa dingin, sedikit demi sedikit.
Dia ingin membatu Sin Liong akan tetapi diurungkannya niat itu. Biarlah, dia ingin melihat sampai di mana
pemuda itu akan membelanya. Dia tahu bahwa mengerahkan Swat-im-sin-kang untuk mengusir hawa beracun yang panas
itu membutuhkan pengerahan tenaga yang kuat, apalagi harus dilakukan sedikit demi sedikit dengan hatihati
sehingga akan menghabiskan tenaga. Pula, begitu merasa telapak tangan pemuda itu di punggungnya yang telanjang,
semacam perasaan aneh memasuki hatinya dan dia ingin agar telapak tangan suhengnya itu tidak lekas dilepaskan
dari pungungnya! Karena itulah dia tidak mau membantu, membiarkan suhengnya mengerahkan tenaga sendiri untuk
mengusir hawa beracun itu. Sin liong tidak menaruh curiga, hanya mengira bahwa sumoinya terlalu lelah sehingga
tidak kuat membantunya. Hal ini malah membuat dia makin bersemangat mengerahkan tenaganya. Mukanya mulai
meneteskan keringat dan dia memejamkan matanya, memusatkan seluruh hati dan pikirannya ke dalam usaha
pengobatan itu. Dia tidak tahu betapa sumoinya tersiksa, bukan hanya tersiksa oleh bentrokan antara tenaga
Swat-im-sin-kang yang mengusir hawa beracun panas melainkan juga tersiksa oleh perasaannya sendiri yang tidak
karuan. Tidak melihat betapa Swat Hong mengepal tangan kirinya, mulutnya terbuka terengah-engah, dan dimukanya
tidak hanya peluh yang menetes, melainkan juga air mata! Juga keuda orang muda ini tidak tahu betapa di tempat
itu muncul bayangan seorang kakek yang berdiri tegak memandang mereka sambil mengelus jenggotnya. Kakek ini
berpakaian rapi dan sederhana bentuknya namun yang terbuat dari kain yang mahal, jenggotnya yang panjang
terpelihara rapi, sudah banyak putihnya, dan rambutnya yang putih juga tersisir rapi dan digelung ke atas,
diikat dengan pembungkus rambut sutera biru dan ditusuk dengan tusuk konde emas. Wajah kakek ini biarpun sudah
tua namun masih kelihatan tampan dan bersih, ketampanan yang membayangkan kekejaman, apa lagi dari sinar mata
dan tarikan mulutnya yang seperti orang mengejek. Kalau tidak melihat mulut dan sinar matanya, kakek ini tentu
akan menimbulkan rasa hormat karena dia lebih pantas menjadi seorang pendeta atau pertama yang agung. Kakek itu
mengelus jenggotnya dan pandang matanya tertuju kepada tubuh belakang Swat Hong yang telanjang. Sinar matanya
seperti membelai-belai punggung yang melengkung indah itu, yang terakhir di bawah membesar sampai ke pinggul
yang hanya tertutup sebagian oleh baju yang merosot, dari samping punggung tampak membayang tonjolan buah dada
yang gagal tertutup sama sekali oleh baju yang dipegang oleh tangan Swat Hong. Dalam keadaan tanggung-tanggung
ini, telanjang sama sekali bukan dan tertutup rapat juga bukan, keadaan Swat Hong mendatangkan daya tarik yang
luar biasa, dan mudah membangkitkan berahi seorang pria yang memang benaknya penuh terisi oleh
khayalan-khayalan cabul! Siapakah kakek yang usianya kurang lebih enam puluh tahun akan tetapi masih begitu
tertarik melihat punggung telanjang seorang dara? Dia adalah seorang bertapa yang belum lama turun dari
pertapaannya di lereng Pegunungan Himalaya. Selama dua puluh tahun dia meninggalkan daratan besar merantau ke
barat dan akhirnya bertapa di lereng Himalaya, bertemu dengan pertapa-pertapa sakti dan mempelajari ilmu.
Dahulunya dia adalah seorang tosu yang ingin memperdalam ilmunya. Akan tetapi setibanya di Himalaya, dia
bertemu dengan ahli ilmu hitam sehingga pelajaran Agama To diselewengkan menjadi pelajaran kebatinan yang penuh
dengan ilmu sihir yang aneh-aneh. Dan karena memang di dalam dirinya belum bersih, ilmu hitam yang
dipelajarinya membuat semua kekotoran di dalam dirinya itu menonjol dan mencari jalan keluar, dibantu dengan
ilmu sihirnya sehingga pendeta Agama To ini menyeleweng menjadi seorang pertapa atau pendeta palsu yang tidak
segan-segan melakukan apa pun demi mencapai kenikmatan dan kesenangan dunia. Nama pendeta ini adalah Ouwyang
Cin Cu, sorang yang memiliki kepandaian silat tinggi, akan tetapi lebih-lebih lagi, memiliki kekuatan sihir
yang membuat dia terpakai sekali tenaganya oleh Jenderal An Lu Shan. Berkat ilmu sihir dari Ouwyang Cin Cu
inilah, yang merupakan obat "guna-guna" , maka An Lu Shan yang kasar itu berhasil memikat hati Yang Kui Hui!
Bertapa atau melakukan segala usaha penekanan terhadap nafsu adalah usaha sia-sia dan palsu belaka, karena
tidak mungkin akan berhasil selama di dalam dirinya masih berkecamuk nafsu itu sendiri. penekanan hanyalah akan
menghentikan timbulnya nafsu itu sementara waktu saja, akan tetapi bukanlah berarti bahwa nafsu itu sudah mati.
Sewaktu-waktu, jika penekanannya berkurang kuatnya, tentu akan meledaklah nafsu yang ditahan-tahan. seperti api
dalam sekam , sewaktu-waktu dapat membakar. karena yang menekan nafsu ini pun sesungguhnya adalah nafsu sendiri
dalam lain bentuk atau lain nama yang kita berikan kepadanya. Keinginan tidak mungkin dilenyapkan dengan lain
keinginan, karena akan menjadi lingkaran setan yang tiada berkeputusan. Apa artinya bertapa di tempat sunyi,
meninggalkan masyarakat agar tidak melihat lagi wanita dan timbul nafsu berahi kalau nafsu berahi itu sendiri
masih bercokol di dlam batinnya, kalau dirinya sendiri setiap saat digerogoti oleh nafsu berahi yang masih
bercokol di dalam batin itu? Sebaliknya, biarpun hidup di antara seribu orang wanita cantik, kalau memang tidak
ada nafsu berahi di dalam hatinya sama sekali bersih, pasti tidak akan ada gangguan sesuatu di dalam batin.
Jadi yang penting bukanlah mencari pelarian, bukanlah melarikan diri dari segala macam nafsu, dalam hal ini
sebagai contoh adalah nafsu berahi, melainkan membebaskan diri dari nafsu berahi. Dan kebebasan ini hanya dapat
terjadi apabila kita mengerti benar, mengenal benar diri sendiri, mengenal nafsu berahi yang membakar kita, dan
tak mungkin kita dapat mengenal tanpa kita mempelajari, mengawasi, mengamati dengan seksama tanpa usaha untuk
mendudukannya! Dengan pengamatan ini maka segala akan tampak jelas, segala akan kita kenal dan dari pengamatan
akan timbul pengertian, dari pengertian akan muncul suatu tindakan yang berlainan sama sekali dari tindakan
palsu pelarian. Demikianlah halnya dengan Ouwyang Cin Cu, karena puluhan tahun lamanya dia menahan-nahan dan
menekan nafsu, setelah kini dia menguasai ilmu yang tinggi, memperoleh jalan muda untuk melampiaskan
nafsu-nafsunya, dia membiarkan nafsu-nafsunya bersimaharajalela, seolah-olah untuk menebus pertapaannya yang
selama puluhan tahun itu! Begitu turun gunung kembali ke timur untuk menikmati seluruh sisa hidupnya dengan
segala macam kesenangan yang diinginkan tubuhnya, dia mendengar tentang pemberontakan An Lu Shan. Memang dia
seorang yang cerdik, maka tampaklah olehnya kesempatan terbuka baginya untuk mencari kedudukan tinggi,
kemuliaan sebagai seorang penguasa. Dia mengunjungi An Lu Shan dan dengan demonstrasi kepandaiannya, baik silat
maupun sihir, dia diterima dengan tangan terbuka dan diberi kedudukan tinggi, yaitu penasihat urusan dalam dari
Jenderal itu! Tentu saja dia tidak dapat menjadi penasehat urusan perang karena dia sama sekali tidak mengerti
akan ilmu perang. Mulailah Ouwyang Cin Cu hidup mewah dan terhormat di dalam istana An Lu Shan, segala
kehendaknya terlaksana. Kemewahan, kehormatan, dan pelampiasan nafsu berahinya karena disediakan banyak
pelayan-pelayan wanita muda yang cantik-cantik untuk kakek ini! Pada waktu itu, Ouwyang Cin Cu diutus oleh An
Lu Shan untuk mengunjungi Rawa Bangkai, karena An Lu Shan yang sudah tahu akan kelihaian dua orang wanita The
Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li, mempunyai niat untuk menarik kedua wanita itu sebagai pembantu dalam dan
pengawalnya. Hal ini menunjukan kecerdikan Jenderal itu. Dia tahu bahwa The Kwat Lin adalah bekas Ratu Pulau
Es, maka selain memiliki ilmu silat yang hebat, tentu juga memiliki ambisi-ambisi pribadi terhadap kerajaan
yang hendak mereka gulingkan dan rampas. maka kalau wanita seperti itu diberi kesempatan memperoleh kekuasaan
dengan pasukan yang kuat, kelak tentu akan menjadi penghalang dan saingan belaka. Berbeda kalau wanita itu
ditugaskan mengawalnya, segala gerak-geriknya dapat diawasi selain tenaganya dapat dipergunakan untuk
mengawalnya sehingga dia akan merasa lebih aman dan terjamin keselamatannya. Demikianlah, Ouwyang Cin Cu lalu
diutusnya mengunjungi Rawa Bangkai setelah lima orang utusan pertama ke Rawa Bangkai yaitu Bi Swi Nio, Liem
Toan Ki dan tiga orang kakek lain berhasil dengan baik mengunjungi Rawa Bangkai. Sekali ini, Ouwyang Cin Cu
membawa surat pribadinya yang dengan ramah mengundang kedua orang wanita itu untuk mengunjungi istananya untuk
mengadakan perundingan. Kedatangan Ouwyang Cin Cu menimbulkan kegemparan, juga disambut dengan kagum oleh The
Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li. Ketika lima orang utusan yang terdahulu datang, Kiam-mo Cai-li telah memberikan
rahasia jalan menuju ke Rawa Bangkai tanpa menyeberangi rawa, yaitu melalui jalan terowongan di bawah tanah,
dari balik gunung yang dijaga oleh orang-orang kerdil yang juga sudah takluk dan menjadi kaki tangannya. Maka
kedatangan Ouwyang Cin Cu sekali ini tidaklah sukar, dan Ouwyang Cin Cu dengan kepandaiannya yang tinggi dapat
menyelinap melalui terowongan dan menembus ke pulau di tengah rawa. Betapa kagetnyasemua orang ketika melihat
seorang kakek datang menunggangi seekor harimau! The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li melompat ke depan, siap untuk
menghadapi lawan, akan tetapi Ouwyang Cin Cu yang masih duduk di atas pungung harimau itu tertawa,
memperlihatkan deretan giginya yang masih lengkap. "Apakah Jiwi yang bernama The-lihiap dan Kiam-mo Cai-li yang
terkenal itu?" "Benar, siapakan Totiang?" tanya The Kwat Lin hati-hati karena sikap tosu ini menunjukan bahwa
dia adalah seorang yang berilmu tinggi. "Ha-ha-ha, benar-benar tidak berlebihan yang pinto dengar. Kalian
selain gagah perkasa juga amat cantik. Pinto adalah Ouwyang Cin Cu, utusan pribadi An-goanswe dan inilah surat
beliau untuk Jiwi!" Dia menggosok kedua telapak tangannya dan tampaklah asap mengepul tinggi. Asap itu
membentuk bayangan seorang pelayan istana yang cantik, yang berjalan terbongkok-bongkok kepada kedua orang
wanita itu dan menyerahkan sebuah sampul surat! Tentu saja The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li bengong terlongong
menyaksikan permainan sulap yang hebat ini. The Kwat Lin menerima surat itu sambil mengerahkan sinkangnya
dan.....wushhhh, wanita pelayan itu lenyap tanpa bekas! "Ha-ha-ha, The-lihiap benar hebat!" Ouwyang Cin Cu
berseru dan dia meloncat turun dari atas punggung harimau, lalu meniup ke arah harimau itu dan..... harimau itu
tertiup dan melayang tinggi lalu lenyap di angkasa! Tentu saja semua ini adalah hasil sihir dari Ouwyang Cin
Cu. Harimau dan pelayan wanita itu tentu saja tidak ada sesungguhnya, yang ada hanyalah Ouwyang Cin Cu yang
mempergunakan kekuatan sihirnya mempengaruhi dua orang wanita itu sehingga mereka melihat apa yang dikhayalkan
oleh Ouwyang Cin Cu! Padahal, yang menyerahkan surat adalah pendeta itu sendiri yang datang dengan jalan kaki.
Kiam-mo Cai-li tertawa. "Hi-hik, kiranya utusan An-goanswe adalah seorang tukang sulap!" Ouwyang Cin Cu
memandang wanita itu sambil tersenyum. Mereka saling pandang dan sudah ada kecocokan di antara mereka. Kiam-mo
Cai-li dapat melihat bahwa kakek itu, biarpun usianya sudah enam puluh tahun, namun masih tampan gagah dan
matanya bersinar-sinar penuh nafsu berahi! Sebaliknya Ouwyang Cin Cu juga dapat mengenal Kiam-mo Cai-li,
seorang wanita yang biarpun usianya sudah setengah abad lebih, namun memiliki nafsu yang besar dan awet muda
karena terlalu banyak mempermainkan dan menghisap hawa muda dari banyak perjaka! Dia tersenyum makin lebar dan
berkata, "Bukankah Cai-li suka akan ilmu sulap? Kita berdua suka bicara dan bersikap terang-terangan, tanapa
menutupi badan sama sekali, bukan?" kalau bukan Kiam-mo Cai-li yang terkena sihir itu, tentu dia akan menjerit
saking kaget dan ngerinya. Betapa tidak akan ngeri kalau tiba-tiba dia melihat dia sendiri dan Ouwyang Cin Cu
tidak berpakaian sama sekali, telanjang bulat sama sekali di tengah-tengah orang banyak itu! Akan tetapi,
ketika dia melirik dan melihat bahwa The Kwat Lin dan yang lain-lain tidak mengadakan berubahan apa-apa,
tahulah dia bahwa yang melihat mereka telanjang bulat itu hanyalah mereka berdua! Diapun tersenyum dan
menjelajahi tubuh telanjang kakek itu dengan pandang mata kagum, seperti yang dilakukan pula oleh Ouwyang Cin
Cu kepadanya. Pertapa cabul itu lalu diterima sebagai tamu terhormat, dijamu oleh The Kwat Lin dan Kiam-mo
Cai-li. Seperti dapat diduga lebih dulu, di antara Ouwyang Cin Cu dan Kiam-mo Cai-li segera terjadi hubungan
gelap yang amat mesra. The Kwat Lin tahu akan hal ini dan diam-diam merasa geli, akan tetapi karena dia pun
tahu akan kesukaan Kiam-mo Cai-li yang sering mengeram laki-laki muda di dalam kamarnya, dia pura-pura tidak
tahu. Persiapan lalu dibuat oleh kedua orang wanita itu untuk ikut Ouwyang Cin Cu mengunjungi An Lu Shan. Akan
tetapi sebelum mereka berangkat, terjadilah peristiwa kedatangan Sin Liong dan Swat Hong yang dikabarkan oleh
orang-orang kerdil kepada mereka. Ketika mendengar dengan jelas dan tahu bahwa yang datang menyerbu adalah Kwa
Sin Liong dan Han Swat Hong, muka The Kwat Lin menjadi pucat sekali. Dia tahu bahwa biarpun dia jarang bertemu
tanding di daratan besar setelah dia lari dari Pulau Es, namun menghadapi kedua orang muda itu dia tidak boleh
main-main, apalagi menghadapi Sin Liong yang dia tahu memiliki ilmu kepandaian hebat sekali dapat dikatakan
mewarisi seluruh kepandaian bekas suaminya, Han Ti Ong! "Aihh...., mereka datang.....??" tak terasa lagi keluar
seruan dari mulutnya. Kiam-mo Cai-li dan Ouwyang Cin Cu yang sedang duduk berhadapan di meja makan bersama The
Kwat Lin, memandang dengan kaget dan juga heran. Baru sekarang Cai-li menyaksikan sahabatnya itu kelihatan
takut! "Siapakah mereka, Lin-moi?" Persahabatan antara The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li telah menjadi sedemikian
eratnya sehingga mereka saling menyebut moi-moi dan cici. "Mereka?" Kwat Lin menjawab dan mukanya masih pucat.
"Mereka adalah penghuni Pulau Es. Kwa Sin Liong adalah murid utama dari Han Ti Ong, sedangkan Han Swat Hong
adalah puterinya!" "Ahhh...." Kiam-mo Cai-li dapat menduga bahwa tentu kedatangan mereka itu mempunyai niat
yang tidak baik. "Habis, apa yang harus kita lakukan?" "Kita harus siap menghadapi mereka. Mereka lihai sekali,
terutama Sin Liong! Atau jebakan agar mereka terperosok. kalau sampai mereka berhasil menerobos ke sini,
berbahaya sekali!" kata Kwat Lin, masih tetap takut. "Wah, Ibu. Mengapa bingung? Bukankah di sini terdapat Bibi
Cai-li, juga ada Ouwyang Totiang, dan Ibu sendiri di samping puluhan orang anak buah. Biarkan mereka datang dan
kita hancurkan mereka!" Tiba-tiba Bu Ong berkata dengan gayanya yang jumawa. Mendengar ini, Ouwyang Cin Cu
tertawa dan mengelus kepala pemuda tanggung itu. "Engkau hebat sekali, Han-kongcu! masih kecil ini memiliki
keberanian yang luar biasa. Benar puteramu, The-lihiap. Biarlah para orang kerdil menjebak mereka, kalau
jebakan itu tidak berhail, biarlah pinto yang menghadapi mereka. Li-hiap dan Cai-li boleh siap-siap saja
menyambut mereka sebagai tawanan atau sebagai mayat." Kiam-mo Cai-li segera mengatur sendiri orang-orang kerdil
untuk memancing dan menjebak Sin Liong dan Swat Hong, sedangkan Ouwyang Cin Cu mengintai dan membayangi gerakan
dua orang muda itu. The Kwat Lin juga sudah siap-siap kalau kedua orang pembantu itu gagal. Demikianlah,
setelah Sin Liong berhasil menyelamatkan Swat Hong dan sedang mengobatinya, muncul Ouwyang Cin Cu mengagumi
ketelanjangan punggung Swat Hong yang berkulit putih mulus dan halus menggairahkan hatinya itu. Melihat betapa
dengan pengerahan sinkang pemuda itu berhasil mengusir hawa beracun, dia menjadi kagum sekali kepada pemuda
itu. Timbullah keinginan yang aneh dalam batin kakek yang penuh kecabulan itu. Berahinya yang tadi bergolak
hanya dengan melihat punggung yang putih mulus dari Swat Hong itu kini berubah. Dia dapat melihat bahwa pemuda
dan pemudi di dalam guha itu masih murni, maka timbullah keinginannya menyaksikan mereka itu bermain cinta!
Memang demikianlah, Kecabulan bukan hanya keinginan untuk berjinah sendiri dengan orang yang menimbulkan
berahinya, melainkan juga dapat berbentuk keinginan untuk menyaksikan orang lain bermain cinta. Hal ini juga
timbul karena kekagumannya menyaksikan pemuda itu sanggup mengusir hawa beracun dengan sinkang, tanda bahwa
pemuda itu merupakan lawan tangguh. Jika dia berhasil menggunakan sihir dan guna-guna untuk membuat pemuda itu
"jatuh" tentu dalam keadaan seperti yang dikehendakinya itu, akan mudah saja menawan dua orang muda yang
agaknya ditakuti oleh The Kwat Lin itu. Bagaikan bayangan setan saja, kakek itu menyelinap di balik batu dan
tak lama kemudian tampak asap mengepul dari tiga batang hio (dupa) yang menyebarkan bau harum, sedangkan kakek
itu sendiri sudah duduk bersila, kedua lengan diluruskan ke depan, ke arah muda-mudi itu dan sepasang matanya
terbelalak memandang seperti sepasang mata setan! Ilmu sihir yang dipergunakan oleh Ouwyang Cin Cu adalah ilmu
hitam yang dikuasainya dengan latihan-latihan yang berat dan mengerikan. Di dalam ilmu ini terkandung kekuasaan
mujijat yang hanya dikenal oleh mereka yang memuja setan iblis dan segala roh jahat yang mereka percaya
ditambah dengan kekuatan dari tenaga sakti (sinkang) dan latihan yang tekun, dicampur dengan bermacam mantra
yoga. Untuk melatih kekuatan matanya, bertahun-tahun Ouwyang Cin Cu bertapa menghadapi dupa membara sampai
kekuatan pandang matanya dapat membuat api membara di ujung dupa itu membesar atau mengecil, mengepulkan asap
atau tidak menurut kehendak pikiran yang disalurkan melalui pandangan matanya yang tajam itu. Kini, dibantu
dengan bau asap dupa yang harum dan aneh, dia mulai menjatuhkan sihirnya, matanya memandang dengan pengaruh
yang amat dahsyat, bibirnya berkemak-kemik membaca mantra. Mula-mula Swat Hong yang terpengaruh hawa mujijat
itu. Hal ini tidaklah mengherankan karena tentu saja Sin Liong memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat
dibandingkan dengan sumoinya, juga memang sebelumnya Swat Hong sudah tersiksa oleh perasaannya sendiri,
perasaan mesra yang aneh yang sejak tadi menyelinap dan mengaduk hatinya ketika merasa betapa telapak tangan
suhengnya menyentuh punggungnya. Karena memang sudah timbul perasaan wajar dari seorang gadis yang normal dan
sehat, terdorong oleh rasa cintanya kepada suhengnya itu, maka tidaklah mengherankan ketika diserang oleh
kekuatan sihir, Swat Hong mudah sekali terkena. Dia mengeluh dan merintih lirih, tubuhnya gemetar semua,
mukanya berubah merah seperti dibakar, napasnya terengah-engah, kedua tangannya mengepal dan dia tidak peduli
lagi bajunya yang tadi ditahan dengan tangan di bagian depan daadnya, merosot dan terbuka. Setelah gelisah
bergerak ke kanan kiri, kemudian dia menoleh, memandang kepada suhengnya yang masih duduk bersila dengan muka
menunduk dan mata terpejam. "Iihhhh.... aahhh.... Suheng....!" Swat Hong mengeluh, lalu membalikan tubuhnya dan
serta merta merangkul leher Sin Liong sambil terengah-engah seperti orang hendak menangis. Sin Liong membuka
matanya dan dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia melihat bahwa sumoinya dalam keadaan setengah
telanjang karena pakaian bagian atasnya terlepas setelah merangkulnya. "Su....Sumoi!" Dia berseru dan barulah
dia merasa betapa kepalanya seketika menjadi pening, pandang matanya menjadi berkunang dan hidungnya mencium
bau yang harum dan aneh sekali. Baru sekarang terasa olehnya betapa tubuh sumoinya mendekap ketat dan jari-jari
tangannya merasakan kulit yang lunak halus dan hangat. Jantungnya berdebar dan pada saat itu, dengan isak
tertahan Swat Hong telah memperketat pelukannya dan menciumnya. "Suheng....!" Bagaikan dalam mimpi Sin Liong
merasa seolah- olah dia terseret oleh harus yang amat dahsyat, yang membuat bibirnya membalas ciuman itu, yang
memaksa kedua lengannya merangkul dan mendekap. Namun, seketika itu juga timbul hawa panas dari pusat di
pusarnya, hawa panas yang naik ke atas dan membuyarkan semua hal yang membuat dia pening dan seperti mabok itu.
Memang pada dasarnya Sin Liong adalah seorang anak yang ajaib, yang sama sekali tidak pernah dipermainkan oleh
lamunan yang bukan-bukan, yang bersih sama sekali, kebersihan yang khas dan wajar, tidak dibuat-buat dan memang
pada dasarnya dia memiliki kekuatan batin yang tidak lumrah manusia biasa. Maka begitu dia terserang oleh sihir
yang amat mujijat, biarpun dia sendiri belum tahu bahwa ada orang jahil yang mempermainkannya, namun secara
otomatis kebersihan hatinya telah meninggalkan hawa panas menolak kekuasaan asing yang kotor itu. Begitu hawa
panas naik dan membuyarkan pengaruh jahat, seperti baru terbuka mata pemuda itu. Baru tampak olehnya kepulan
asap yang harum, keadaan Swat Hong yang tidak wajar. Seketika tahulah dia bahwa keadaan ini bukan sewajarnya
dan pasti dibuat oleh seorang yang jahat. Begitu telinganya menangkap suara gerakan dari kiri, dia cepat
menengok dan tampaklah olehnya seorang kakek tua yang duduk bersila dan meluruskan kedua lengannya ke arah
mereka, dan dari kedua lengan itu, juga dari kedua matanya, menyambar tenaga mujijat ke arah mereka. Lengking
yang panjang dan nyaring dahsyat dan mengandung getaran tenaga sakti dari dalam pusarnya, keluar dari mulut Sin
Liong dan dia sudah meloncat berdiri. Lengkingan yang dahsyat itu menyebar getaran yang sedemikian kuatnya
sehingga kekuatan sihir yang dipergunakan Ouwyang Cin Cu buyar sama sekali, bahkan tubuh kekek itu tergetar.
Swat Hong juga terbebas dari cengkeraman sihir itu, dia menjadi pucat sekali, terbelalak, mengeluh perlahan
lalu terguling roboh, pingsan! Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Ouwyang Cin Cu ketika dia sedang
menikmati hasil ilmu sihirnya, melihat betapa muda-mudi itu sudah mulai terpengaruh, tiba-tiba pemuda itu
mengeluarkan suara melengking sedemikian dahsyatnya sehingga dia merasa betapa jantungnya seperti akan copot!
Melihat betapa pengaruh sihirnya buyar, dia segera bangkit berdiri. "Manusia jahat, apa yang telah kaulakukan?"
Sin Liong menegur dan melompat ke depan kakek itu. Kakek itu mengerahkan tenaga mujijatnya, disalurkan melalui
tangan kanannya yang dibuka jari-jari tangannya dan diselojorkan ke arah muka Sin Liong, memandang tajam sambil
berkata, "Orang muda berlututlah kau di depan Ouwyang Cin Cu....!" Akan tetapi, untuk kedua kalinya kakek itu
mengalami kekagetan. Biasanya, setiap orang lawan akan dapat dibikin tidak berdaya dengan kekuatan sihirnya.
Akan tetapi sekali ini pemuda itu hanya memandang kepadanya dengan sinar mata jernih halus dan sama sekali
tidak berlutut seperti yang diperintahkannya dengan suara berwibawa itu. Dia memperhebat pencurahan tenaga
sihirnya, namun tetap saja pemuda itu sama sekali tidak terpengaruh. Tentu saja Sin Liong dapat merasakan
serangan tenaga mujijat ini, dia merasa betapa ada hawa yang menyerangnya, keluar dari lengan dan pandang mata
kekak itu, yang membuatnya tergetar dan seperti ada kekuatan mujijat memaksanya agar dia menjatuhkan diri
berlutut di depan kakek itu. Namun dia mengerti bahwa hal itu tidak semestinya dan tidak sewajarnya, maka dia
tidak mau mentaati perintah itu melainkan memandang dengan sinar mata tajam penuh teguran kepada kakek yang
dianggapnya jahat itu. Melihat betapa kekuatan sihirnya sekali ini tidak berhasil, Ouwyang Cin Cu menjadi
penasaran sekali . Sihirnya boleh gagal akan tetapi dia masih memiliki ilmu silat dan kekuatan yang dahsyat.
Dara itu cantik menarik. Usahanya menikmati tontonan yang tidak senonoh gagal, maka sebaiknya pemuda ini
dibunuh saja dan dara itu ditawan! "Mampuslah kau...." Bentaknya penasaran dan kini dia tidak menggunakan ilmu
sihir lagi, melainkan meloncat dan menerkam seperti seekor serigala kepada Sin Liong, tangan kirinya
mencengkeram ke arah dahi pemuda itu sedangkan sedangkan tangan kanannya dengan jari terbuka membacok ke arah
dada kiri lawan. "Plak! Desss...." Sin Liong menangkis dengan kedua tangannya dan akibatnya tubuh kakek itu
terdorong ke belakang sampai terhuyung-huyung. Mata kakek itu terbelalak saking kagetnya. Tak disangkanya bahwa
pemuda yang sanggup membuyarkan ilmu sihirnya ini juga berhasil menangkis serangan dan membuat tubuhnya
terhuyung dan hampir jatuh! Maklum bahwa dia berhadapan dengan sorang pemuda yang luar biasa. Ouwyang Cin Cu
meloncat, membalikan tubuhnya dan lari! Teringat dia akan sikap takut yang tampak pada wajah bekas Ratu Pulau
Es ketika mendengar akan kedatangan pemuda dan pemudi ini dan baru sekarang dia tahu mengapa bekas Ratu itu
kelihatan takut-takut. Kiranya pemuda ini memang memiliki kesaktian yang amat hebat! Dia perlu mencari bantuan,
karena menghadapi seorang diri saja amat berbahaya. Sin Liong yang ingin menangkap kakek itu dan mencari
keterangan tentang The Kwat Lin, segera mengejar sambil berseru, "Orang tua jahat, kau hendak lari ke mana?
Tungu, kau harus menjawab beberapa pertanyaanku!" Mendengar suara Sin Liong dekat sekali di belakangnya,
Ouwyang Cin Cu mempercepat larinya, akan tetapi dengan gerakan yang lebih cepat lagi Sin Liong terus
mengejarnya. Setelah keluar dari dalam jalan terowongan itu, di lapangan terbuka yang agak jauh letaknya dari
guha di mana Sin Liong meninggalkan Swat Hong tadi, terpaksa Ouwyang Cin Cu tidak dapat melarikan diri lagi
karena Sin Liong telah menyusul dekat sekali di belakangnya. "Kakek jahat, berhenti dulu!" Sin Liong membentak.
"Haaaeeeeeeehhhh!!" Tiba-tiba Ouwyang Cin Cu membalikan tubuhnya dan begitu membalik, segulung sinar biru
menyambar ke arah pusar Sin Liong dan sinar putih menyambar ke antara kedua matanya. Sinar biru itu adalah
sebatang pedang tipis yang biasanya dibelitkan di pinggang sebagai sabuk oleh kakek itu, sedangkan sinar putih
itu adalah jenggot panjangnya yang ternyata dapat dipergunakan sebagai senjata yang sangat ampuh! "Hemmm....!!"
Sin Liong yang sudah menduga bahwa kakek yang jahat itu tentu tidak segan-segan bermain curang, sudah menjaga
diri maka begitu melihat menyambarnya sinar biru dan putih itu, cepat dia sudah mencelat ke atas. Demikian
cepat gerakan pemuda ini sehingga Ouwyang Cin Cu melongo, mengira bahwa pemuda itu pandai menghilang! Akan
tetapi gerakan angin menyambar di belakangnya membuat dia membalik dan ternyata pemuda itu telah berada di
belakangnya dan tadi ketika mengelak pemuda itu telah mempergunakan ginkang untuk meloncat melalui atas
kepalanya. Akan tetapi gerakan pemuda itu sedemikian cepatnya sehingga dia sendiri sampai hampir tidak
melihatnya, hanya melihat bayangan berkelebat dan pemuda itu lenyap. Berdebar jantung kakek itu. Selama
hidupnya belum pernah ia bertemu dengan lawan seperti ini! "Hiaaaahhh!!" Dia mengusir rasa gentarnya dan mulai
mainkan pedangnya dengan gerakan yang amat cepat. Pedang itu berubah menjadi gulungan sinar biru dan
mengeluarkan suara bedesing-desing nyaring sekali, dan serangan pedang ini masih dia selingi dengan
pukulan-pukulan tangan kiri dengan telapak tangan terbuka, memukulkan hawa sinkang yang amat kuat. Memang
Ouwyang Cin Cu bukan orang sembarangan. Pertapa Himalaya ini selain pandai sihir, juga memiliki ilmu silat yang
tinggi, tenaga sinkangnya amat kuat dan pedang yang dipergunakannya adalah sebatang pedang tipis dari baja biru
yang amat ampuh. Akan tetapi satu kali ini dia bertemu dengan batunya! Tubuh Sin Liong berkelebatan dan ke mana
pun pedang dan tangan kiri menyerang, selalu hanya bertemu dengan angin belaka. Dua puluh jurus lebih kakek itu
menyerang bertubi-tubi sampai napasnya terengah-engah. Tiba-tiba Sin Liong berseru, "Lepas pedang!" "Plakk!
Desss.....!!" "Aiiiihhhh....!!" Pedang itu terlepas dari tangan Ouwyang Cin Cu dan jatuh ke atas tanah
mengeluarkan suara mendencing nyaring. Ternyata bahwa lengan kanan kakek tua itu kena ditampar oleh jari tangan
Sin Liong, mendatangkan rasa nyeri yang amat hebat, bukan hanya nyeri, akan tetapi juga hawa dingin seolah-olah
menggigit daging dan urat, membuat tangan kakek itu tidak kuat lagi memegang pedang. Untung bagi Ouwyang Cin
Cu, pada saat pedangnya terlepas itu, muncul The Kwat Lin dan Kiammo Cai-li! Bagaikan dua sosok bayangan setan,
dua orang wanita sakti ini sudah menerjang ke depan sambil meloncat dan terdengar suara melengking tinggi dari
mulut Kiam-mo Cai-li ketika dia menyerang berbareng dengan The Kwat Lin yang juga menyerang tanpa mengeluarkan
suara. "Heeeeeeeeeiiiiiiiiitttttttttt!!! Wir-wirrr......singggg..... singggg!!" Pedang payung di tangan Kiam-m-
Cai-li sudah bergerak menyambar menyusul lengkingannya, juga dibarengi dengan menyambarnya rambut panjangnya
dan kuku tangan kirinya yang sekaligus menerjang dengan serangan yang amat dahsyat! Namun Sin Liong lebih
memperhatikan sinar pedang merah yang menyambarnya tanpa suara itu karena dia tahu bahwa pedang Ang-bwe-kiam di
tangan The Kwat Lin yang menyambar tanpa suara itu jauh lebih berbahaya dari pada semua serangan Kiam-mo Cai-li
yang banyak ribut itu. "Hemmmm...!" Sin Liong mendengus dan kaki tangannya bergerak menangkis rambut dan kuku,
tubuhnya mencelat menghindari sinar merah pedang The Kwat Lin dan ujung kakinya yang menendang pergelangan
tangan Kiam-mo Cai-li berhasil menangkis tusukan pedang payung. Pada saat itu, dari belakang, menyambar sinar
biru dari pedang Ouwyang Cin Cu yang ternyata telah menyambar pula pedangnya yang tadi terlepas dan kini ikut
mengeroyok. "Ahhh!" Sin Liong berseru, membiarkan pedang lewat dekat sekali dengan lehernya karena dia memang
sengaja berlaku lambat dan begitu pedang lewat, jari tangannya menyentil, kuku jari tangannya bertemu batang
pedang biru itu. "Tringgggg.... Auuhhh....!" Untuk kedua kalinya, pedang biru itu terlepas dari pegangan tangan
Ouwyang Cin Cu dan kini melayang jauh dan lenyap kedalam semak-semak ! The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li sudah
menerjang lagi, akan tetapi Sin Liong meloncat jauh ke belakang, lalu berkata kepada The Kwat Lin, "Subo, tungu
dulu!" Suaranya halus akan tetapi penuh wibawa sehingga tanpa disadarinya sendiri, Kiam-mo Cai-li menghentikan
gerakannya, memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata penuh cahaya kagum. Otomatis hatinya tergerak melihat
pemuda yang luar biasa ini, pemuda yang wajahnya mengeluarkan cahaya lembut, sedikit pun tidak membayangkan
kekerasan dan yang memiliki sepasang mata yang aneh dan indah. "Hemmmm, bocah kurang ajar! Engkau masih ingat
bahwa aku adalah Subomu (Ibu Gurumu)!" bentak The Kwat Lin dengan suaranya menyindir untuk menutupi guncangan
hatinya. "Subo adalah isteri Suhu, mana teecu berani kurang ajar? Kedatangan teecu bersama Sumoi adalah untuk
memenuhi pesan Suhu." Kembali hati The Kwat Lin terguncang penuh rasa takut dan ngeri, takut kalau-kalau
suaminya yang dia tahu amat sakti itu muncul di situ. Akan tetapi mendengar bahwa Sin Liong datang memenuhi
pesan suaminya, hatinya lega karena hal itu berarti bahwa suaminya tidak ikut datang! "Hemm, pesan apakah dari
Suhumu?" Sin Liong yang memang berawatak polos dan tidak suka menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya, berkata
lantang, "Subo, Suhu minta agar supaya semua pusaka Pulau Es yang Subo bawa pergi, diserahkan kembali kepada
teecu untuk teecu kembalikan ke Pulau Es." Mendengar permintaan ini tanpa menjawab lagi The Kwat Lin lalu
menggerakan pedangnya dan mengirim serangan langsung yang amat dahsyat. Gerakannya memang cekatan sekali dan
pedangnya hanya tampak sebagai sinar mereh yang meluncur seperti panah api menuju ke arah tubuh Sin Liong.
Pemuda ini kembali mencelat ke belakang berjungkir balik dan berdiri dengan tenang. "Subo harap dengarkan
permintaan teecu. Pusaka-pusaka itu tidak boleh di bawa keluar dari Pulau Es. Teecu tidak suka melawan Subo,
akan tetapi kalau Subo tidak mengembalikan pusaka-pusaka itu, terpaksa teecu...." "Heiiiiihhh, mampuslah!"
bentak The Kwat Lin dan tubuhnya sudah melayang ke depan dengan cepat seperti seekor burung garuda terbang
menyambar, didahului oleh sinar mereh pedang Ang-bwe-kiam di tangannya. Terpaksa Sin Liong mengelak sambil
membalas dengan totokan tangan kirinya menuju ke pergelangan tangan yang memegang pedang, namun bekas ibu
gurunya itu dengan cepat telah menarik kembali pedangnya dan melanjutkan serangannya secara bertubi-tubi dengan
jurus-jurus pilihan dari Ngaheng- kiamsut yang dimainkan oleh The Kwat Lin ini hebat bukan main karena
diperkuat dengan latihan- latihannya di Pulau Es di bawah bimbingan suaminya, Han Ti Ong yang sakti. Juga
berkat latihan sinkangnya di pulau dingin itu, tenaga yang menggerakkan pedang itu pun amat luar biasa sehingga
Angbwe- kiam menyambar-nyambar dengan hawa dingin yang menyusup tulang lawannya biarpun tubuh belum sampai
tercium pedang. Tubuh Sin Liong lenyap dan yang tampak hanya bayangannya saja berkelebatan di antara dua sinar
pedang itu yang bergulung-gulung mengurung dirinya. Pemuda itu terpaksa mengerahkan seluruh keringanan tubuhnya
untuk mengelak dan berloncatan ke sana-sini, kemudian mempercepat lagi gerakannya ketika Kiam-mo Cai-li sudah
menerjang juga dengan kemarahan meluap karena kejatuhannya tadi dianggapnya amat memalukan. Tiga orang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali, ketiganya memegang senjata-senjata pusaka ampuh, mengeroyok Sin Liong
dengan mati-matian! Bukan main hebatnya pertandingan mati-matian itu! Sekali ini, baru sekali inilah, Sin Liong
benar-benar diuji semua hasil jerih payahnya mempelajari ilmu silat tinggi di Pulau Es. Diuji hasil warisan
hampir seluruh ilmu kepandaian Raja Pulau Es Han Ti Ong yang telah dikuasainya secara matang. Dengan tangan
kosong saja dia menghadapi serbuan maut yang dilancarkan secara bertubi-tubi oleh tiga orang lawan yang sakti
itu. Sebelumnya, dengan tingkat kepandaian Sin Ling yang sudah luar biasa tingginya, sukar lagi diukur sampai
di mana tingkatnya, dengan mudah dia dapat mengikuti semua gerakan tiga orang lawannya dan karena itu dia dapat
menghindarkan diri dari semua serangan. Dengan ilmunya mengenal semua dasar gerakan ilmu silat yang
dipelajarinya dari kitab kuno Inti Sari Gerakan Silat, sekali pandang saja dia dapat mengetahui perkembangan
gerakan lawan dan bahkan dengan mudah dapat menirunya. Akan tetapi ada dua hal yang penting yang membuat dia
repot juga menghadapi pengeroyokan tiga orang lihai itu. Pertama, harus diakui bahwa biarpun tingkat ilmu
silatnya lebih tinggi dan dia memiliki dasar lebih kuat dan lebih bersih sehingga sinkangnya kuat sekali, namun
dia kalah matang dalam latihan. Usianya masih terlalu muda dan dia belum mengalami banyak pertandingan, apalagi
melawan orang-orang yang ahli, tidak seperti tiga orang pengeroyoknya yang telah mempunyai pengalaman banyak
sekali dalam pertandingan silat. Kedua, dan ini merupakan kenyataan yang paling hebat, adalah bahwa Sin Liong
memiliki dasar watak yang halus budi dan penuh belas kasihan. Wataknya ini membuat dia tidak tega menjatuhkan
pukulan maut, apalagi membunuh lawannya. Andaikata dia tidak memiliki dasar watak seperti ini, dengan
kepandaiannya yang hebat, tentu dia akan mampu membunuh mereka seorang demi seorang. Tadi pun, kalau dia
menghendaki, tentu Kiam-mo Cai-li sudah dapat dia robohkan untuk selamanya. Kini, menghadapi tiga orang lawan
yang mengeroyoknya dan yang berusaha sunguh-sunggu untuk membunuhnya, Sin Liong menjadi repot juga. Apalagi dia
hanya mengelak, menangkis, dan kadangkadang membalas serangan dengan gerakan yang diperlambat dan diperlunak
karena takut kalau-kalau salah tangan membunuh orang. Dengan demikian, dia lebih banyak diserang daripada balas
menyerang. Seratus jurus telah lewat dan pemuda yang luar biasa ini belum juga dapat dikalahkan oleh para
pengeroyoknya. Hal ini membuat mereka bertiga menjadi penasaran, marah dan malu sekali. Biarpun di tempat itu
tidak ada orang lain kecuali para anak buah mereka yang kini mulai bermunculan dan mengurung tempat itu,
orang-orang katai dan juga para anak buah Rawa Bangkai, namun tiga orang itu tentu saja merasa malu bahwa
mereka bertiga maju bersama dengan senjata lengkap sampai seratus jurus tidak mampu membekuk atau menewaskan
seorang pemuda yang bertangan kosong! The Kwat Lin yang selama ini merasa bahwa dia tidak menemukan tandingan,
biarpun tahu betapa lihainya murid bekas sumoinya ini, namun dia telah dibantu oleh dua orang pandai dan belum
juga dapat menang, maka dia merasa penasaran sekali. Kiam-mo Cai-li yang selama ini terkenal sebagai datuk kaum
sesat yang lihai, selama hidupnya baru sekali ini dia mengeroyok seorang pemuda dengan dua orang teman yang
kepandaiannya lebih tinggi dari dia sendiri, maka dia pun penasaran.Terutama sekali Ouwyang Cin Cu. Sebelum ini
sukar membayangkan bahwa dia, yang memiliki ilmu-ilmu luar biasa, akan mengeroyok seorang pemuda seperti itu.
Hal ini benar-benar menyakitkan hati dan menghancurkan kebanggaan hati mereka akan ilmu kepandaian mereka
masing-masing yang sudah terkenal di dunia kang-ouw. "Pemuda setan, mampuslah!!" Ouwyang Cin Cu berteriak
keras, pedang birunya untuk ke sekian lainya menyambar ganas ke arah leher Sin Liong, sedangkan tangan kirinya
mencengkeram ke arah perut. Pada saat itu, Sin Liong baru saja menyingkirkan pedang di tangan The Kwat Lin yang
menyambar kakinya dengan cara menendang pergelangan tangan bekas ibu gurunya itu sehingga The Kwat Lin terpaksa
menarik kembali pedangnya dan meloncat ke samping. "Hiaaaaaattttt!!" Kiam-mo Cai-li yang sudah memuncak
kemarahannya itu pun membarengi serangan Ouwyang Cin Cu dari belakang, kukunya mencengkeram ke arah punggung
Sin Liong sedangkan pedang payungnya berputar-putar mengancam tengkuk. Dalam detik berbahaya itu Sin Liong
maklum akan datangnya ancaman maut dari depan dan belakang. Tiba-tiba dia berteriak, tubuhnya melesat ke atas
dan tak dapat dicegah lagi, pedang payung bertemu dengan pedang biru. "Cringgggggg.....!!" Pada saat itulah Sin
Liong yang mencelat ke atas itu bergerak cepat bukan main, tubuhnya sudah berjungkir balik, menukik turun dan
kedua tangannya menyambar seperti sepasang garuda. "Plak! Plak!" Ouwyang Cin Cu dan Kiam-mo Cai-li mengeluh.
Kakek itu terhuyung dan memuntahkan darah segar, sedangkan Kiam-mo Cai-li terguling-guling, kemudian meloncat
berdiri dengan muka pucat. Baju di pundak ke dua orang sakti ini robek terkena tamparan tangan Sin Liong!
"Orang muda, lihai ini....!!" Tibatiba Ouwyang Cin Cu berseru aneh sekali, pedang birunya diputar-putar
merupakan sinar biru bergulunggulung di depannya. Sin Liong mengira bahwa kakek itu akan menyerangnya atau akan
menggunakan senjata rahasia, maka dia memandang penuh perhatian. Terkejutlah dia ketika sekali memandang,
berarti sekali menuruti kata-kata kakek itu, dia merasa betapa pandang matanya sukar dialihkan lagi dari
gulungan sianr biru itu! "Orang muda, engkau telah lelah, mengasolah.... duduklah kau.....!" kembali suara
kakek itu mendengung dengan aneh dan mendatangkan pengaruh yang ajaib. Sin Liong menggoyang-goyang kepalanya,
berusaha mengusir pengaruh yang memaksanya untuk duduk itu. Seketika dia merasa tubuhnya lelah bukan main. Dia
maklum bahwa kakek itu kembali menggunakan ilmu hitamnya dan kesadaran ini mendatangkan kekuatan kepada
dirinya. Dia mengerahkan sinkangnya untuk menolak pengaruh itu sehingga tubuhnya kadang-kadang diserang
kelelahan, kemudian lenyap lagi, datang lagi seolah-olah terjadi "pertandingan" yang tidak tampak. Akan tetapi,
karena terlalu mencurahkan perhatiannya kepada kakek yang menyerangnya dengan sihir, dan menggunakan sinkangnya
untuk melawan pengaruh aneh itu, perhatian Sin Liong terhadap dua orang lawan lainya menjadi berkurang banyak.
Dua orang wanita itu tentu saja tidak mau menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Melihat betapa pemuda itu
kelihatan bengong dan menghentikan gerakannya, Kiam-mo Cai-li cepat menyerang, akan tetapi dia didahului oleh
The Kwat Lin yang sudah menusukkan Ang-bwe-kiam ke arah lambung Sin Liong, disusul oleh tusukan pedang payung
dan cengkeraman kuku tangan kiri Kiam-mo Cai-li, kemudian disusul oleh hantaman tangan kiri The Kwat Lin yang
mengandung imkang amat dahsyatnya. Ketika merasa adanya angin yang menyambar-nyambar menyerangnya, Sin Liong
berusaha mengelak. Dengan kedua tangannya yang melakukan gerakan membalik, dia dapat memukul tangan Kiam-mo
Cai-li dan The Kwat Lin yang memegang pedang dan gerakannya ini hebat bukan main sehingga kedua wanita itu
memekik dan pedang mereka terlepas dari pegangan! Akan tetapi, kuku jari tangan Kiam-mo Cai-li yang beracun itu
berhasil mencengkeram pundak dekat tengkuk Sin Liong dan pada saat yang hampir sama, tangan kiri The Kwat Lin
menghantam punggungnya dengan hebat. "Plakk! Dessss....!!" Tubuh Sin Liong terguling, cengkeraman kuku tangan
Kiam-mo Cai-li belum tentu akan dapat merobohkan karena secara otomatis hawa sinkang di tubuhnya melindungi
tempat yang dicengkeram, akan tetapi hantaman tangan kiri The Kwat Lin yang mengandung tenaga im-kang yang
dingin itu terlalu keras bagi Sin Liong yang pada saat itu sedang mencurahkan tenaga melawan sihir Ouwyang Cin
Cu. Dia masih terlindung oleh sinkangnya yang otomatis sehingga tidak mengalami luka dalam yang terlalu parah,
akan tetapi guncangan yang hebat akibat pukulan itu membuat dia pingsan! Melihat pemuda yang membuatnya malu
dan penasaran itu sudah roboh pingsan, dengan gemasnya ouwyang Cin Cu meloncat dekat, mengangkat tangan kirinya
menghantam ke arah ubun-ubun kepala Sin Liong untuk membunuhnya. "Wuuuuuttt... plakk! Ehhhh? Kiam-mo Cai-li,
mengapa kau menangkis dan melindunginya?" Ouwyang Cin Cu membentak kaget dan melotot memandang kepada kekasih
barunya ini. Kiam-mo Cai-li tersenyum penuh arti, matanya yang indah itu dengan lirikan yang memikat. "Sayang
sekali kalau dibunuh begitu saja!" katanya sambil mengusap dagu Sin Liong yang masih pingsan. "Dia adalah
sin-tong, kalau aku bisa mendapatkan dia, manfaatnya melebihi seratus orang jejaka lain...." "Huh, kau memang
cabul!" Ouwyang Cin Cu mencela akan tetapi tidak berani turun tangan lagi. "Tidak, dia harus dibunuh! kalau
dibiarkan hidup berbahaya sekali, akan tetapi juga jangan sampai ada bekasnya, jangan sampai ada yang tahu
bahwa kita yang membunuhnya. Kita lempar dia di sumur ular, juga gadis itu. Mereka berdua harus mati, akan
tetapi tidak boleh meninggalkan jejak!" "Ah, ya.... gadis itu....!" Ouwyang Cin Cu yang teringat kepada gadis
berpunggung putih mulus itu segera berlari ke dalam guha terowongan untuk mencari Swat Hong. Tentu saja dia
tidak akan membunuh gadis itu begitu saja sebelum melakukan kecabulan yang sama seperti yang berada di dalam
benak Kiam-mo Caili! Akan tetapi tak lama kemudia dia kembali dengan muka berubah. "Dia.... dia tidak ada!"
"Apa....?" The Kwat Lin berseru dengan muka pucat. "Kalau begitu..... lekas kita lemparkan dia ini ke sumur
ular kemudian cari gadis itu sampai dapat....! The Kwat Lin sendiri menggotong tubuh Sin Liong yang masih
pingsan itu dan beramai mereka menuju ke sebuah sumur di dalam guha terowongan. Sumur ini lebarnya hanya satu
setengah meter, dalamnya sukar diukur karena amat gelap dan dari atas orang dapat menangkap suara
mendesis-desis karena sumur itu penuh dengan ular-ular berbisa. Hawa yang memuakkan dapat tercium dari atas,
bau yang harum aneh bercampur amis. Tanpa ragu-ragu lagi The Kwat Lin melemparkan tubuh yang pingsan itu ke
dalam sumur. Mereka semua menanti, ingin mendengar keluhan atau rintihan atau pekik ketakutan dari pemuda yang
diberikan kepada ular-ular berbisa itu. Namun tidak terdengar sesuatu dan mereka menganggap bahwa tentu pemuda
yang pingsan itu tidak sadar kembali dan terus mati karena dikeroyok ular dalam keadaan pingsan.


JILID 20


"Cepat kerahkan orang untuk mencari gadis itu!" The Kwat Lin berkata, dan sibuklah mereka semua mencari Swat
Hong, namun sampai habis seluruh lorong terowongan itu dijelajahi dan sampai jauh di luar, di sekitar Rawa
Bangkai, tetap saja tidak tampak bayangan gadis itu yang seolah-olah lenyap ditelan bumi! "Heran sekali, tadi
ketika ditinggalkan pemuda itu, dia masih pingsan!" kata Ouwyang Cin Cu ketika mereka bertiga kembali berkumpul
di dalam guha di depan sumur ular. "Kenapa kau pucat sekali? Gadis itu tidak terlalu berbahaya kukira.
Andaikata dia berhasil melarikan diri, biarkan dia datang. Pemuda itu yang lebih hebat pun dapat kita basmi,"
kata Kiam-mo Cai-li ketika melihat betapa The Kwat Lin nampak ketakutan dan mukanya pucat. "Aihhh... kau tidak
tahu....! Lenyapnya Swat Hong begitu aneh...., aku takut kalau-kalau...." "Mengapa? Apa yang perlu ditakuti?"
Ouwyang Cin Cu juga berkata. "Kalau ayahnya yang datang, kita celaka. Baru muridnya saja sudah demikian sukar
dilawan, apalagi Gurunya..." "Bekas suamimu?" Kiam-mo Cai-li bertanya. "Raja Pulau Es?" Ouwyang Cin Cu juga
berkata sambil menengok ke kanan kiri, karena gentar juga mendengar tentang guru pemuda luar biasa tadi. "Kalau
begiu, sebaiknya kita cepat mengunjungi utara dan menghadap An Tai-goanswe," kata Kiam-mo Cai-li. "Benar, kalau
terlalu lama, tentu aku akan ditegur. Beliau telah menanti-nanti!" kata pula Ouwyang Cin Cu karena kini hatinya
gentar sekali seperti halnya Kiam-mo Cai-li. "Memang sebaiknyakita pergi hari ini juga. Akan tetapi hatiku
belum puas kalau belum yakin benar akan kematian Sin Liong. Pemuda itu terlalu berbahaya dan lihai, siapa tahu
dia masih belum mati di dalam sana." "Aiihhhh, siapa dapat hidup di lempar ke dalam sumur yang penuh ular
berbisa itu?" Ouwyang Cin Cu berkata sambil bergidik karena dia merasa ngeri juga memikirkan hal itu. Kiam-mo
Cai-li tertawa. "Thelihiap, mengapa khawatir? Aku sebagai pemilik tempat ini mengerti betul bahwa sumur itu
merupakan sumur maut. Entah sudah berapa banyak..... eh, orang-orang yang kulempar ke situ dan tidak pernah ada
yang dapat hidup kembali. Sumur itu dahulunya memang merupakan sarang ular-ular berbisa, kemudian kutambah lagi
dengan ratusan ekor ular berbisa lain. Kurasa jangankan baru pemuda itu, biar dewa sekalipun kalau terjatuh ke
dalam sumur itu tentu mampus!" Dan memang apa yang diceritakan oleh wanita ini benar. Sudah banyak pria yang
dia lempar ke dalam sumur itu, yaitu para pria yang diculiknya dan menjadi korban nafsu berahinya. Setelah dia
merasa bosan, para korban itu dilempar ke dalam sumur menjadi mangsa ular-ular berbisa. "Betapapun juga,aku
masih belum yakin benar, Cai-li." "Kalau begitu, kita runtuhkan saja guha ini agar sumur tertutup dan tidak ada
jalan keluar lagi baginya andaikata dia benar masih hidup." Ouwyang Cin Cu memberikan usulnya. "Memang baik
sekali begitu," kata The Kwat Lin. Kiam-mo Cai-li setuju dan mengerahkan semua anak buah Rawa Bangkai, juga
orang-orang katai untuk meruntuhkan guha itu sehingga sumur ular itu tertutup oleh batu-batu besar dan tidak
ada jalan keluar dari tempat yang terpendam batu-batu besar itu. Kemudian bergegas tiga orang ini mengajak anak
buah mereka meninggalkan Rawa Bangkai dan diam-diam secara terpencar, mereka melakukan perjalanan ke utara
untuk membantu pergerakan Jenderal An Lu Shan yang sudah mulai mempersiapkan kekuatannya untuk menyerbu kota
raja. Ke manakah perginya Swat Hong? Apakah dia berhasil siuman dan sempat melarikan diri? Tidak mungkin,
Andaikata dia siuman dan melihat Sin Liong dikeroyok, dia pasti akan membantu suhengnya itu, kalau perlu sampai
mati bersama. Bukan watak Swat Hong untuk melarikan diri, menyelamatkan dirinya sendiri apalagi suhengnya
terancam bahaya. Tidak, ketika pertolongan tiba, dara ini masih dalam keadaan pingsan. Ketika Sin Liong lari
mengejar Ouwyang Cin Cu, muncullah seorang kakek tua renta yang bercaping lebar, berdiri memandang Han Swat
Hong samabil menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia menghampiri dara itu, membetulkan bajunya yang lepas,
lalu memanggul tubuh gadis yang pingsan itu keluar dari dalam guha dengan gerakan yang cepat sekali. Setelah
berada di dalam sebuah hutan yang jauh di luar daerah Rawa Bangkai, kakek itu berhenti, menurunkan Swat Hong
dan mengurut tengkuk gadis itu beberapa kali, Swat Hong membuka matanya dan menlihat seorang kakek tua renta,
akan tetapi hampir dia jatuh lagi karena tubuhnya masih lemah. "Duduklah dulu, engkau masih pening dan lemah."
Suara ini sedemikan halusnya sehingga mengelus hati Swat Hong yang menjadi tenang dan sabar kembli. Dia duduk,
memejamkan mata sebentar mengusir kepeningannya, lalu mengangkat muka memandang kakek yang berdiri didepannya
sambil tersenyum itu. "Kau.... kau siapakah....?" "Anak baik, apakah benar namamu Han Swat Hong?" Swat Hong
terbelalak lalu mengangguk. "Apakah kau datang dari Pulau Es?" Kembali Swat Hong terkejut dan terheran, akan
tetapi untuk kedua kalinya dia mengangguk. "Kau.... kau siapakah....?" "Hemmm.... kalau begitu Ibumu adalah Liu
Bwee dan ayahmu Han Ti Ong?" Swat Hong tak dapat menahan keheranan hatinya. "Bagaimana engkau bisa tahu?" kakek
itu tersenyum, memperlihatkan mulut yang sudah tak bergigi lagi. "Mengapa tidak tahu kalau Han Ti Ong itu
adalah cucuku?" "Ouhhh...!" Swat Hong terbelalak sebentar, kemudian cepat menjatuhkan diri berlutut. Kiranya
dia berhadapan dengan Kong-couwnya (kakek buyut) yang pernah dia dengar telah meninggalkan Pulau Es sebagai
seorang pertapa! Kini mengertilah dia bahwa kakek buyutnya ini telah menolongnya. "ha-ha-ha, kebetulan saja aku
mendengar pemuda itu memanggil-manggilmu sehingga aku tertarik akan She Han yang diteriakkannya. Melihat engkau
berada dalam bahaya, aku segera membawamu keluar dari guha ke tempat ini." "Saya menghaturkan terima kasih atas
pertolongan Kong-couw... akan tetapi, di mana Suheng?" "Hemm, pemuda yang lihai itu, dia Suhengmu?" "Benar,
Kong-couw, dia adalah murid Ayah." "Ahh, dia terlalu berbahaya keadaannya. Kau beristirahatlah di sini,
pulihkan tenagamu, aku akan kembali ke sana dan melihat keadaannya." Swat Hong mengangguk dan kakek itu
berkelebat pergi dari situ. Swat Hong merasa kagum sekali. Kakek buyutnya itu sudah tua sekali, tentu lebih
dari seratus tahun usianya namun gerakannya masih demikian ringan dan cepat. Hatinya merasa lega melihat
kakeknya itu pergi untuk menolong Sin Liong, maka dia lalu duduk bersila dan mengatur pernapasannya untuk
memulihkan tenaganya. Samar-samar teringatlah dia akan peristiwa di dalam guha dan mukanya terasa panas sekali.
Teringatlah dia betapa dia telah menjadi seperti gila di dalam guha itu, ketika suhengnya mengobatinya dan
mengusir hawa beracun dari tubuhnya. Kalau dia membayangkan peristiwa itu..... betapa dia tanpa malu-malu
memeluk suhengnya, menciumnya.... ah, dia bisa mati karena malu! Namun semua itu hanya teringat seperti dalam
mimpi saja, bayang-bayang suram dan dia sendiri masih tidak percaya apakah peristiwa itu benar-benar terjadi,
ataukah hanya dalam mimpi belaka? Kalau sungguh terjadi betapa malunya! Dan agaknya tidak mungkin dia berani
melakukan hal itu, sungguhpun di sudut hatinya memang terdapat suatu kerinduan yang hebat terhadap suhengnya.
Akan tetapi siapa tahu, di dalam guha yang aneh itu. Aihh, kalau benar-benar telah terjadi hal itu , betapa dia
dapat bertemu muka dengan suhengnya? Karena pikiran dan hatinya tak pernah berhenti bekerja dan melamun, waktu
berlalu dengan amat cepatnya sampai tidak terasa oleh Swat Hong bahwa kakek buyutnya telah pergi setengah hari
lamanya! Baru dia sadar kembali dan teringat akan kakek ini setelah kakek itu datang kembali ke situ tahu-tahu
sudah duduk di dekatnya, menghapus keringat dari dahi yang berkeriput itu. "Aihh...!" Kakek itu menarik napas
panjang sambil memandang Swat Hong yang sudah membuka mata dan memandang kakek itu dengan penuh pertanyaan.
"Bagaimana, Kong-couw? Mana Suheng?" Kembali kakek iru menarik napas panjang dan menggeleng-geleng kepalanya.
"Mereka sungguh jahat, Suhengmu biar lihai tidak dapat melawan kelicikan dan kecurangan mereka. Suhengmu
tertangkap dan.... terbunuh...." Sepasang mata itu terbelalak, mukanya pucat sekali. "Terbunuh? Suheng....
terbunuh....?" "Ya, dilempar ke dalam sumur ular...." "Aahhhh....!" Swat Hong menjadi lemas dan tentu akan
roboh kalau tidak di sambar oleh kakek itu. Dara itu pingsan dengan muka pucat sekali. Kakek itu merebahkannya
dan mengerutkan alisnya, merasa kasihan sekali karena dia dapat menyelami perasaan gadis ini, cucu buyutnya
yang agaknya mencinta Suhengnya. Setelah siuman dari pingsannya, Swat Hong menangis dengan sedihnya. kakek itu
membiarkan dia menangis beberapa lamanya, kemudian berkata dengan suara halus dan penuh pengertian, "Han Swat
Hong, aku tidak menyalahkan engkau berduka dan menangis, karena kematian Suhengmu itu amat menyedihkan. Akan
tetapi, kita harus berani membuka mata melihat dan menghadapi kenyataan seperti apa adanya. Suhengmu tewas, hal
ini adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diubah oleh siapa dan oleh apapun juga. Sudah demikianlah jadinya,
tidak akan berobah biarpun kita akan berduka sampai menangis air mata darah sekalipun. karena itu lihatlah
kenyataan ini dan bersikaplah tenang dan tabah." Swat Hong menyusut matanya. "Dia.... dia adalah satu-satunya
orang.... setelah aku kehilangan Ibu dan Ayah...." Sukar membendung membanjirnya air mata akan tetapi
perlahan-lahan, mendengarkan nasihat kakek buyutnya, dapat juga Swat Hong menekan kedukannya dan menghentikan
tangisnya. "Kong-couw, apakah yang terjadi dengan Suheng? Harap ceritakan dengan sejelasnya." Kakek itu menarik
napas panjang. "Aku terlambat. Ketika tiba di sana, tempat itu sudah kosong. The Kwat Lin dan teman-temannya
sudah melarikan diri dari Rawa Bangkai. Aku menangkap seorang katai yang masih tinggal di sana dan dari orang
inilah aku mendengar betapa Suhengmu dikeroyok dan akhirnya dapat ditangkap dan dilempar ke dalam sumur ular."
"Ketika dia dilempar belum mati, apakah dia tidak dapat ditolong?" Swat Hong bertanya penuh harapan. Kakek itu,
yang selama dalam perantauannya setelah meninggalkan Pulau Es, menyebut diri sendiri Han Lojin (Kakek Han),
menggeleng kepala. "Guha terowongan itu diruntuhkan oleh Kwat Lin, sumur ular telah tertutup batu-batu besar.
Suhengmu tidak mungkin dapat ditolong lagi karena sumur itu penuh ular berbisa dan Suhengmu pingsan ketika
dilempar ke situ." Sepasang mata yang merah karena tangis itu mengeluarkan sinar berapi dan kedua tangan itu
dikepal, "Aku harus bunuh mereka! Aku harus balaskan kematian Suheng! kalau tidak, hidupku tidak ada artinya
lagi. Kong-couw, sekarang juga aku akan cari mereka!" Dia sudah bangkit berdiri dan hendak pergi dari situ.
Akan tetapi kakek itu memegang lengannya dan berkata dengan suara penuh wibawa, "Tahan dulu!" Swat Hong
memandang kakek itu dengan alis berkerut. "Mengapa engkau menghalangi niatku membalas dendam?" "Melakukan
sesuatu dengan tergesa-gesa tanpa pertimbangan lebih dulu adalah perbuatan bodoh dan sikap yang ceroboh. Karena
tidak mengukur kekuatan sendiri, Suhengmu telah membeli dengan nyawanya. Apakah perbuatan bodoh seperti itu
hendak kau contoh pula? Aku mendengar keterangan dari si katai itu bahwa mereka itu bersama anak buahnya pergi
ke utara, ke Telaga Utara untuk menggabungkan diri dengan pemberontak An Lu Shan. kalau engkau menyusul ke
utara, mana mungkin engkau seorang diri akan menghadapi mereka yang mempunyai pasukan ratusan ribu orang?
Apakah kau hanya akan mengantar nyawa dengan sia-sia belaka di sana?" "Aku tidak takut, Kong-couw!" Kakek itu
tersenyum. "Tentu saja tidak takut, akan tetapi bodoh kalau sampai begitu. Kau ini akan membalaskan kematian
Suhengmu ataukah akan membunuh diri?" Swat Hong sadar dan terkejut juga karena baru sekarang terbuka matanya
bahwa dia hanya menuruti hati duka dan sakit. Dia menunduk dan berkata dengan lirih, "Aku harus membalaskan
kematian Suheng, dan juga aku harus merampas kembali semua pusaka Pulau Es yang dilarikan The Kwat Lin untuk
memenuhi pesan terakhir Ayahku." "Baiklah, akan tetapi engkau tidak mungkin bisa melaksanakan tugas berat itu
seorang diri saja. Marilah pergi bersamaku, aku sudah hafal akan keadaan di Telaga Utara dan biarlah aku yang
akan mrnyelidiki di sana nanti." Swat hong tentu merasa girang sekali memperoleh bantuan kakeknya yang berilmu
tinggi dan dia tidak membantah. Maka berangkatlah ke dua orang ini ke utara. Setelah tiba di dekat Telaga
Utara, Han Lojin mulai menyelidiki sebagai sebagai seorang tukang pancing yang bercaping lebar. Swat Hong dia
suruh menanti di dalam kuil tua di sebelah hutan. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Han Lojin kemudian
bertemu dengan cucu mantunya, Liu Bwee, dan Ouw Sian Kok yang dikeoyok oleh orang-orangnya An Lu Shan dan
menyelamatkan kedua orang itu. Dia tidak berhasil bertemu dengan The Kwat Lin karena wanita ini, bersama dengan
Kiam-mo Cai-li dan juga Ouwyang Cin Cu, telah memperoleh tugas lebih dulu dari An Lu Shan dan telah berangkat
ke kota raja untuk menyelundup dan membantu gerakan dari dalam secara rahasia. Oleh karena inilah , maka ketika
menyelidiki ke Telaga Utara, Han Lojin tidak pernah mellihat The Kwat Lin dan akhirnya dia malah bertemu dan
menyelamatkan cucu mantunya. Demikianlah, Liu Bwee dan Ouw Sian Kok ikut bersama kakek sakti itu memasuki
hutan.Ketika tiba di kuil, kakek itu berkata kepada Liu Bwee, "Engkau akan bertemu dengan seseorang yang tidak
kausangkasangka, maka bersiaplah engkau menghadapi peristiwa ini." Tentu saja Liu Bwee menjadi terheran-heran
dan tidak mengerti. Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara orang , "Kong-couw, aku sudah pulang?" dan
munculah Swat Hong! Tiba-tiba Swat Hong yang berlari ke luar itu berhenti dan seperti telah berubah menjadi
patung. Ibu dan anak itu saling berpandangan, keduanya tidak bergerak seperti terkena pesona. "Ibuuuuu.....!!"
"Swat Hong..... Hong-ji, anakku....!" Keduanya berlari ke depan, kedua lengan terbuka, air mata bercucuran di
wajah yang berseri penuh kebahagiaan, keduanya bertemu, saling rangkul dan saling dekap sambil menangis!
Pertemuan yang sama sekali tidak pernah mereka sangka-sangka, pertemuan yang mengundang keharuan hati
mendatangkan segala bayangan duka yang dipendam di lubuk hati. Ouw Sian Kok terbatuk-batuk menahan haru.
Teringat dia akan puterinya sendiri, namun diam-diam dia merasa girang bahwa Liu Bwee dapat berjumpa dengan
anaknya. Dia saling pandang dengan Han Lojin dan tersenyum sambil mengangguk-angguk, dan pergi menjauh untuk
memberi kesempatan kepada ibu dan anak itu saling bertemu dan bicara. "Ibu...., Ayah.... Pulau Es....." Liu
Bwee mengangguk dan menghusap rambut puterinya. "Aku sudah tahu....." ".......dan Suheng......" Liu Bwee
memandang puterinya dan mengangkat dagu Swat Hong. "Apa maksudmu? Suhengmu kenapa?" Melihat ibunya belum tahu,
Swat Hong terisak lagi menangis. "Hong-ji, tenanglah. Mari kita bicara yang baik. Mengapa Suhengmu? Apa saja
yang telah terjadi sejak kita berpisah?" "Suheng.... Suheng telah tewas, Ibu...." Liu Bwee terkejut bukan main,
terbelalak dan memandang pucat kepada putrinya akan tetapi melihat puterinya menangis penuh duka, dia
mendekapnya dan menghibur, "mati hidup bukanlah urusan kita, Hong-ji. tenanglah dan ceritakan semua
pengalamanmu kepada Ibumu." Swat Hong lalu menceritakan semua pengalamannya semenjak ibunya meninggalkan Pulau
Es, menceritakan dengan lengkap namun singkat dan didengarkan oleh ibunya penuh perhatian. Ketika puterinya itu
bercerita tentang Soan Cu, Liu Bwee menengok dan menggapai ke arah Ouw Sian Kok sambil berseru, "Ouw-twako, ke
sinilah. Anakku telah bertemu dengan puterimu, Ouw Soan Cu!" Mendengar seruan ini, Ouw Sian Kok melompat bangun
dan lari menghampiri, berkata kepada Swat Hong, "Aihhh, han-siocia (Nona Han), benarkah kau telah bertemu
dengan anakku?" Suaranya agak gemetar karena keharuan hatinya mendengar tentang puterinya. Swat Hong memandang
laki-laki setengah tua yang gagah itu, lalu mngangguk. Kiranya ibunya telah bertemu dan bersahabat dengan ayah
Soan Cu, pikirnya! Dia telah mendengar akan ayah Soan Cu yang lari meninggalkan Pulau Neraka semenjak isterinya
meninggal dunia. jadi inikah orangnya? Dia lalu melanjutkan penuturannya yang amat menarik hati itu sampai pada
peristiwa penyerbuannya bersama suhengnya ke Rawa Bangkai sehingga suhengnya tewas dan dia tertolong oleh kakek
buyutnya. Hening sekali setelah Swat Hong mengakhiri ceritera, hanya isak tertahan gadis itu masih terdengar.
"Hemm, sungguh jahat sekali The Kwat Lin itu!" tiba-tiba Ouw Sian Kok berkata sambil mengepal tinjunya.
"Han-siocian, aku Ouw Sian Kok bersumpah untuk membantumu menghadapi iblis betina itu!" Swat Hong mengangkat
mukanya memandang. "Terima kasih, Paman Ouw....." "Akan tetapi, aku harus menemui anaku lebih dulu. Di manakah
engkau bertemu dengan dia untuk terakhir kalinya?" "Dia kami tinggalkan di Puncak Awan Merah di Pegunungan
Tai-hang-san, di tempat tingal Tee-tok Siangkoan Houw." "Kalau begitu,biar aku menyusul ke sana!" kata Ouw Sian
Kok dengan gembira. "Setelah aku bertemu dengan dia, barulah kita beramai mencari iblis betina itu untuk
sama-sama menghadapinya dan menghancurkannya! Bagaimana pendapat Locianpwe?" Dia berpaling kepada kakek Han
yang sejak tadi hanya mendengarkan saja. Juga Swat Hong dan Liu Bwee menoleh dan memandang kakek itu karena
betapapun juga, mereka mengharapkan bantuan kakek ini, juga keputusannya. Sampai lama Han Lojin diam saja,
merenung dan memandang jauh, kemudian menghela napas panjang. "Aihh, tak kusangka akan begini jadinya....!
Tadinya, ingin sekali aku melihat kalian berdua melupakan semua hal yang telah lalu, mulai hidup baru dengan
aman dan tenteram, menjauhi urusan kekerasan dunia yang hanya mendatangkan dendam dan bunuh-bunuhan antara
sesama manusia, sambil mendidik Swat Hong pula. Akan tetapi melihat gejalanya..... mengingat pula hancurnya
Pulau Es ..... dan memang sudah seharusnya kalau pusaka-pusaka itu dikembalikan ke tempat asalnya...... ahhhh,
aku Si Tua Bangka yang sudah lama mencuci tangan dari urusan duniawi, sekarang terseret pula! Betapa
menyedihkan!" "Locianpwe, kalau kita masih hidup di dunia ramai, betapa mungkin kita menghindarkan diri untuk
mencampuri urusan dunia ramai? Yang penting kita selalu berada di pihak yang benar." Ouw Sian Kok membantah.
Kakek itu menggeleng-geleng kepala. "Engkau belum mengerti, apa sih artinya pihak yang benar? Apa sih artinya
kebenaran? Kebenaran yang dapat disebut dengan mulut, bukankah kebenaran adanya! Ahhh, sudahlah, tanpa adanya
kesadaran, mana mungkin dapat mengerti? Engkau hendak mencari puterimu, memang sudah sepatutnya dan semestinya
sejak dahulu kaulakukan hal itu. Sekarang aku akan menyertai Liu Bwee dan puterinya ini ke kota raja......" "Ke
kota raja?" Ouw Sian Kok berseru heran. "Ya, karena The Kwat Lin telah menerima tugas dari An Lu Shan untuk
menyusun kekuatan di sana menanti saat pemberontakan tiba. Dan kita tidak perlu terseret oleh pemberontakan,
melainkan hanya hendak mencari The Kwat Lin dan minta kembali pusaka-pusaka Pulau Es." "Dan membunuh mereka
untuk membalaskan kematian suheng!" Swat Hong berseru penuh semangat. Han Lojin tidak menjawab seruan Swat Hong
itu, melainkan menoleh kepada Ouw Sian Kok, sambil berkata, "Ouw Sian Kok, kalau kau hendak mencari puterimu,
pergilah dan kelak kau boleh menyusul kami di kota raja....." "Tidak, Locianpwe. Setelah saya mendengar bahwa
iblis betina itu berada di kota raja, saya juga harus ikut ke kota raja untuk menghadapinya!" Liu Bwee
memandang kepada tokoh Pulau Neraka ini dan kebetulan sekali Ouw Sian Kok juga memandangnya, maka pertemuan dua
pasang sinar mata itu sudah cukup bagi mereka untuk mengetahui isi hati masing-masing. liu Bwee maklum bahwa
pria yang gagah itu ingin membantunya karena mengkhawatirkan dirinya, sebaliknya Ouw Sian Kok juga maklum bahwa
bekas ratu Pulau Es itu girang sekali mendengar bahwa dia akan membantu. Maka tanpa banyak cakap lagi
berangkatlah empat orang ini menuju ke kota raja. Pada waktu itu, suasana di seluruh negeri telah menjadi
panas. Kekacauan terjadi dimana-mana ketika tersiar berita bahwa pemberontakan An Lu Shan mulai bergerak dari
utara. Tersiar berita bahwa di tapal batas utara telah di mulai perang saudara antara pasukan pemberontak dan
pasukan pmerintah yang tidak kuat membendung datangnya pasukan pemberontak yang seperti air bah membanjir ke
selatan. Berita ini sudah cukup untuk membangkitkan semangat golongan sesat untuk bangkit dan mempergunakan
kesempatan selagi keadaan negara kacau, rakyat bingung dan pasukan-pasukan ditarik untuk diperbantukan
menghadapi pemberontak sehingga keamanan tidak terjamin lagi. Memang perang telah dimulai. An Lu Shan telah
membuka kedoknya dan dengan terang-terangan mulai menggerakan pasukannya. Pada waktu itu, pasukan pemerintah
yang terkuat adalah pasukan penjaga tapal batas utara yang dianggap merupakan bagian atau daerah yang paling
penting untuk dijaga dengan kuat, maka otomatis pasukan yang terkuat berada di bawah pimpinan Jenderal ini.
Pada jaman itu, kerajaan Tang dipimpin oleh kaisar Beng Ong yang usianya sudah enam puluh tahun lebih, seorang
kaisar yang sayangnya memiliki kelemahan, yaitu menjadi hamba dari nafsu berahi sehingga dia seperti boneka
lilin di dalam tangan halus selir Yang Kui Hui. Pada waktu itu, Kerajaan Tang mempunyai dua buah kota raja atau
ibu kota. Yang pertama, di mana Kaisar Beng Ong duduk bertahta dan menjadi pusat pemerintahannya, adalah ibu
kota Tian-an. Adapun ibu kota yang ke dua adalah Lok-yang. An Lu Shan yang selain mempunyai bala tentara yang
besar jumlahnya dan pasukan-pasukan pilihan, juga dibantu oleh banyak orang-orang kang-ouw yang berilmu tinggi.
Hal ini adalah karena banyak orang-orang kang-ouw merasa tidak suka kepada Kaisar tua yang berada di bawah
telapak kaki selir cantik itu, juga banyak pembesar yang diam-diam merasa dendam kepada Yang Kui Hui karena
selir ini dengan mudah begitu saja mempengaruhi Kaisar untuk memecat pembesar-pembesar tinggi dan menggantikan
kedudukan mereka dengan kedudukan lebih rendah, semua ini untuk menarik keluarga-keluarganya agar dapat
menduduki tempat-tempat penting! Gerakan pemberontakan An Lu Shan dimulai dari utara di dekat Peking, terus
membanjir ke selatan. Dengan mudahnya dia melumpuhkan semua perlawanan yang dilakukan oleh pasukan-pasukan yang
masih setia kepada Kaisar, bahkan pasukan yang takluk segera menyerah dan menjadi pasukan pembantunya. Dengan
mudah saja pasukan-pasukan pemberontak menyeberangi Sungai Kuning dan menyerbu Lok-yang, ibu kota ke dua dari
kerajaan Tang. Komandan pasukan yang mempertahankan Lok-yang, ibu kota ke dua dari Kerajaan Tang ini adalah
seorang panglima yang setia dan dengan gigih dia memimpin pasukannya mempertahankan Lok-yang mati-matian. Akan
tetapi, yang amat melemahkan pertahanan itu adalah gangguan-gangguan dari dalam kota itu sendiri yang dilakukan
oleh kaki tangan An Lu Shan. Pada saat Lok-yang diserbu inilah rombongan Han Lojin berada di Lok-yang ketika
mereka berusaha mencari The Kwat Lin yang dikabarkan membantu An Lu Shan dengan mempersiapkan diri di ibu kota
itu. Han Lojin, Ouw Sian Kok, Liu Bwee dan Swat Hong terkurung di dalam kota Lok-yang ketika ibu kota ke dua
ini di serbu pemberontak. Mereka menyaksikan sendiri betapa Panglima Coa Cun dengan gagah berani mempertahankan
ibu kota ke dua itu dengan pasukannya sehingga tidaklah mudah bagi pasukan pemberontak untuk menguasai kota
raja ini. Han Lojin dan rombongan yang memang bermaksud untuk mencari The Kwat Lin, ikut hilir mudik bersama
parang penghuni yang ketakutan, memasang mata dan ketika terjadi pembakaran di pusat pasar dan
serangan-serangan gelap yang ditujukan kepada komandan-komandan pasukan oleh serombongan orang yang gerakannya


bersambung 21...............

0 komentar:

Posting Komentar