Kamis, 30 Mei 2013

pedang kayu harum [ 30 ]

akan menganggap kalian bagaimana."

Kiang Tojin memutar tubuhnya memandang sembilan orang itu, keningnya dikerutkan dan
dia berkata, suaranya penuh wibawa dan keren. "Di antara cu-wi (tuan sekalian) terdapat
tokoh-tokoh partai persilatan besar, tentu cukup tahu akan kedaulatan tuan rumah. Cu-wi
datang tanpa memberi tahu Kun-lun-pai, hal ini berarti pelanggaran kedaulatan dan tidak
memandang mata kepada kami. Sungguh kami tidak dapat dikatakan keterlaluan kalau
terpaksa mengusir cu-wi.”

Sikap Kiang Tojin amat keren dan sembilan orang itu cukup mengenal siapa tosu ini, maklum
bahwa selain tingkat ilmu kepandaiannya amat tinggi, juga saudara-saudara Kiang Tojin yang
berjumlah tiga puluh orang dan mengurung tempat itu merupakan kekuatan yang tak mungkin
dilawan mereka yang sudah terluka. Belum lagi diperhitungkan kalau Thian Seng Cinjin ketua
Kun-lun-pai sendiri yang datang! maka dengan menjura dan menggumamkan kata-kata maaf,
lalu membalikkan tubuh dan pergi meninggalkan tempat itu. Karena mereka adalah orang-
orang pandai, gerakan-gerakan mereka amat cepat sehingga dalam sekejap mata saja tempat
itu menjadi sunyi dan bayangan mereka tak tampak lagi.

Sin-jiu Kiam-ong lalu berkata kepada Kiang Tojin yang sudah menyimpan kembali
pedangnya ditiru oleh saudara-saudaranya yang tetap berdiri menjauh karena mereka itu
kesemuanya merupakan tokoh-tokoh yang menghormati si raja pedang yang pernah melepas
budi kepada Kun-lun-pai. Hal itu terjadi belasan tahun yang lalu ketika Kun-lun-pai diserbu
oleh kaum sesat yang dipimpin oleh seorang datuk kaum sesat yang berilmu tinggi, sehingga
Kun-lun-pai mengalami bencana hebat dan terancam kedudukannya.
Semua tokoh Kun-lun-pai, termasuk Thian Seng Cinjin, terdesak dan hanya setelah Sin-jiu
Kiam-ong yang secara kebetulan mendengar akan serbuan ini lalu datang membantu, maka
pihak musuh dapat dihalau dan si datuk sesat tewas di tangan Sin-jiu Kiam-ong dan Thian
Seng Cinjin. Sin-jiu Kiam-ong lalu dianggap sebagai penolong dan diperbolehkan
menggunakan Kiam-kok-san, tempat yang tadinya dianggap keramat oleh golongan Kun-lun-
pai karena dahulu menjadi tempat bertapa sucouw mereka.

"Kiang-toyu, harap sampaikan kepada Thian seng Cinjin guru kalian bahwa aku minta
perkenannya untuk memperpanjang penggunaan Kiam-kok-san sampai beberapa tahun lagi,
atau lebih jelas sampai matiku karena aku ingin menggunakan sisa usiaku untuk
menggembleng muridku ini." Sin-jiu Kiam-ong meraba kepala Keng Hong yang sudah
berlutut ketika melihat Kiang Tojin dan saudara-saudaranya muncul tadi.

Kiang Tojin dan saudara-saudaranya tercengang dan terdengar seruan-seruan kaget dan heran.
"Siancai....sungguh luar biasa sekali nasib anak ini.....! Akan tetapi, Taihiap, menyesal bahwa
hal itu tidak mungkin dapat dilakukan karena..... karena anak ini adalah orang Kun-lun-
pai....!”

Sin-jiu Kiam-ong mengerutkan alisnya dan pandang matanya berubah kecewa. Selama
hidupnya dia selalu membawa kehendak sendiri dan tidak mempedulikan peraturan orang
lain, akan tetapi terhadap Kun-lun-pai dia merasa sungkan dan dia tahu benar bahwa kalau
memang anak ini seorang murid Kun-lun-pai, amat tidak baik kalau dia memaksa dan
mengambilnya sebagai murid, betapapun sukanya dia terhadap anak ini. Ia lalu menunduk dan
bertanya kepada Keng Hong.

"Hong-ji (anak Hong), benarkah engkau seorang anak murid Kun-lun-pai?” Keng Hong
tadinya terheran, bingung dan juga diam-diam merasa tegang ketika secara tiba-tiba dia
diangkat murid Sin-jiu Kiam-ong, dijadikan ahli waris kakek yang luar biasa itu. Namun,
perasaan yang aneh sekali membuat hatinya menjadi besar dan bahagia dan timbul tekad di
hatinya bahwa dia harus menjadi murid kakek ini, harus menjadi seorang pandai untuk
menghadapi manusia-manusia jahat, terutama sekali manusia-manusia munafik yang banyak
terdapat memenuhi jagat ini. Kini mendengar prcakapan antara tosu penolongnya dan Sin-jiu
Kiam-ong, dia cepat berkata.

0 komentar:

Posting Komentar